Tiket Pesawat dan Kereta Api Bersiap Naik

Minggu, 15 Desember 2013 – 03:30 WIB
Para penumpang sedang berebut masuk ke dalam kereta api. FOTO: Thomas Kukuh/JPNN

JAKARTA--Dampak pelemahan Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) segera terakumulasi kepada ongkos perjalanan dengan menggunakan transportasi umum. Maskapai penerbangan sudah meminta pemerintah menaikkan harga tiket begitu juga PT Kereta Api Indonesia (KAI) ancang-ancang memberlakukan harga baru mulai Januari 2014.
    
Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Tengku Burhanudin, sebagai asosiasi maskapai penerbangan di Indonesia mengatakan segala komponen kenaikan biaya operasional dari bisnis maskapai akibat pelemahan Rupiah sudah disampaikan ke Kementerian Perhubungan terutama Dirjen Perhubungan Udara.

"Kita menunggu respon secepatnya karena tidak ingin hal yang tidak kita inginkan menimpa para maskapai. Semoga saja secepatnya," harapnya kepada Jawa Pos, tadi malam.

BACA JUGA: BNI Siapkan 18 Paket Tour ke London

Pada prinsipnya, kata Tengku, maskapai minta regulator melakukan penyesuaian tarif agar segala beban akibat kondisi makro ekonomi sekarang ini tidak ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan penerbangan. "Ada banyak sekali komponen yang dibayar oleh maskapai menggunakan USD. Sewa pesawat, asuransi, sparepart, perawatan. Selain itu juga avtur yang diimpor itu kan tetap menggunakan USD walaupun kita bayarnya pakai Rupiah. Tapi tetap saja saat dikurs kan itu kena juga," tuturnya.

INACA menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah tentang mekanisme apa yang akan diberlakukan untuk penyesuaian tarif itu. Apakah melalui kenaikan harga secara menyeluruh atau diberlakukan cost adjustment surcharge terlebih dahulu. "Yang pasti semua rincian kenaikan harga akibat pelemahan Rupiah itu sudah kita sampaikan," tegasnya.

BACA JUGA: Garuda Indonesia Tambah Rute Internasional

Ketua Umum INACA, Arif Wibowo, mengatakan pihaknya sudah mendapat respon dari regulator meskipun baru sebatas non formal atas usulan penyesuaian tarif itu. "Kami belum dapat respon formalnya dari pemerintah. Tetapi secara informal pada prinsipnya disetujui walaupun belum tahu berapa kenaikannya," ujarnya.

Dari pelemahan rupiah saja, kata Arif, dampaknya memang sudah cukup signifikan terhadap bisnis airlines karena pelemahannya hampir mencapai 30 persen. Itu diukur dari nilai kurs Rp 9.500 sampai Rp 10 ribu per USD pada awal tahun ini saat semua maskapai nasional menentukan asumsi bisnis.

BACA JUGA: Frekuensi Harus Dikembalikan ke Pemerintah Sebelum Akuisisi XL-Axis

Penguatan USD terhadap rupiah yang terjadi saat ini memang tidak bisa diprediksi sehingga tidak ada langkah antisipasi. Sementara untuk menaikkan harga tiket pesawat secara inisiatif dari masing-masing maskapai tidak bisa dilakukan begitu saja sebab terbentur aturan batas atas. "Untuk mengurangi kerugian caranya memang menaikkan harga jual. Tapi tidak bisa kita lakukan begitu saja karena ada batas atas yang sudah ditentukan," terusnya.

Dari pelemahan rupiah yang diasumsikan sebesar 30 persen itu, kata Arif, secara tidak langsung membuat ongkos produksi maskapai naik hampir 30 persen juga. Terutama airlines domestic yang memang masih meraup pendapatan dalam denominasi Rupiah. Sebaliknya, hampir 70 persen komponen belanja untuk bisnis ini menggunakan USD. "Seperti bahan bakar misalnya, memang bisa saja beli menggunakan rupiah. Tapi saat impornya kan menggunakan USD jadi kita belinya juga sudah kena kenaikan harga akibat kenaikan ongkos impor itu," terangnya.

Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Herry Bakti Gumay, mengatakan pihaknya belum bisa mengumumkan berapa besar kenaikan harga tiket pesawat yang disetujui. Masih butuh waktu untuk mengumumkannya. "Kebetulan saya juga baru datang dari luar kota. Perkembangan terbarunya masih harus saya cek di kantor. Tapi ada usulan (dari INACA) ya akan kita perhatikan. Berapa (yang disetujui kenaikan)nya belum tahu," ucapnya kepada Jawa Pos, Kamis (12/12).

Pengamat Industri Penerbangan, Gerry Soejatman, mengatakan pelemahan rupiah memang otomatis meningkatkan beban produksi maskapai. "Dengan pelemahan rupiah seperti sekarang ya mau tidak mau (naik harga). Dari biaya 70 persen (produksi yang menggunakan denominasi USD) itu naik 25 persen. Itu biaya naik net otomatis 12 persenan. Sedangkan biaya rupiahnya juga kena tekanan inflasi. Jadi bersihnya itu ujung-ujungnya dengan asumsi rupiah turun 25 persen maka total cost naik 15 persen sampai 17 persen. Airline kecil bisa kena sampai 20 persen," paparnya, kemarin.

Sebaliknya, harga bahan bakar saat ini di pasaran masih di sekitar USD 110 per barel walaupun sempat turun belum lama ini.  Namun harga bahan bakar, menurut Gerry, belum menjadi alasan untuk naik harga sehingga alasan paling utama adalah akibat depresiasi rupiah. "Kalau harga crude oil bertahan ya tetap saja airline butuh naikkan harga tiket. Saya tidak melihat butuh global adjustment selama crude oil tidak jebol ke USD 120 per barel. Jadi efek rupiahnya yang mengharuskan adanya adjustment," pikirnya.

Sejalan dengan maskapai, tiket transportasi darat jenis kereta api juga siap-siap naik. PT Kereta Api Indonesia (KAI) sedang menghitung berapa persentase kenaikannya sambil terus mengamati tren dan potensi pergerakan Rupiah terhadap USD.

Kepala Humas PT KAI, Sugeng Priyono, mengatakan hampir 90 persen dari komponen sarana dalam perkeretaapian dibayar dengan USD. Mulai dari perawatan, suku cadang, dan sejenisnya. "Jadi ya (pelemahan Rupiah) sangat berpengaruh. Patokan kita di awal itu masih Rp 10 ribu (per USD)," ujarnya kepada Jawa Pos, tadi malam.

KAI menargetkan sebelum akhir tahun ini sudah tuntas penghitungannya sehingga bisa diketahui berapa kenaikan harga tiket yang rencananya akan mulai berlaku Januari 2014. "Sementara ini kita masih hitung-hitung dulu. Antisipasi kita sementara ini untuk mengurangi beban ya menunda (belanja) yang tidak perlu. Tapi dengan pertimbangan tidak mengganggu keselamatan, keamanan, dan pelayanan," ulasnya.

Adapun mengenai Public Service Obligation (PSO) yang belu diperoleh oleh PT KAI untuk anggaran tahun depan pengaruhnya hanya kepada tiket kereta ekonomi. Jumlah PSO sebagai mekanisme subsidi kepada tiket kereta ekonomi yang diusulkan KAI sebesar Rp 800 miliar untuk tahun depan. "PSO ini misalnya kita tidak diberi pun tidak masalah. Tapi konsekuensinya tarif kereta ekonomi menjadi normal (tanpa ada potongan yang dibayar subsidi dari pemerintah)," terangnya.(gen)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PGN dan Pertamina Minta Pemerintah Berantas Broker Gas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler