Tim Hukum Anies-Muhaimin Sebut Butuh Political Will Presiden untuk Berantas Korupsi

Rabu, 13 Desember 2023 – 19:09 WIB
Ketua Tim Hukum Nasional Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Ari Yusuf Amir saat berbicara dalam diskusi 'Mau Dibawa ke Mana Pemberantasan Korupsi Kita: Membedah Visi Misi Capres' yang berlangsung di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (13/12). Foto: Dokumentasi THN Anies-Muhaimin

jpnn.com, DEPOK - Ketua Tim Hukum Nasional Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), Ari Yusuf Amir menegaskan pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan dengan cara biasa.

Menurut Ari, diperlukan terobosan kebijakan dan langkah politik serius, terutama dari presiden sebagai pucuk pimpinan pemerintahan.

BACA JUGA: Tamsil Linrung: Debat Capres Makin Memperlihatkan Kualitas Anies Lebih Unggul

Pernyataan tersebut disampaikan Ari dalam diskusi 'Mau Dibawa ke Mana Pemberantasan Korupsi Kita: Membedah Visi Misi Capres' yang berlangsung di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (13/12).

Ari berpendapat kehendak politik (political will) dari seorang presiden menjadi krusial agar pemberantasan korupsi lebih akseleratif.

BACA JUGA: Analisis Reza soal Penuntasan Kasus KM 50 hingga Penembakan Harun Al Rasyid yang Disoal Anies

Anies dan Muhaimin sendiri, menurut Ari, memastikan akan menjadi panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi.

“Itulah yang menjadi komitmen pasangan AMIN jika kelak diamanahi menjadi pemimpin negeri ini,” tegas Ari dalam diskusi yang digelar Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK LPT).

Dalam diskusi tersebut, panitia mengundang perwakilan tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, namun hanya AMIN dan Ganjar-Mahfud yang hadir memenuhi undangan.

Ari mengatakan seorang presiden tidak boleh hanya berbicara pada tataran normatif dalam rangka pemberantasan korupsi.

Lebih jauh Ari mengatakan seorang presiden harus bisa memobilisasi seluruh kekuatan sosio-politiknya untuk memerangi korupsi.

“Sebab perang melawan korupsi sangat krusial, apalagi pemberantasan korupsi, dan juga kolusi serta nepotisme, adalah salah satu amanat Reformasi 1998 yang kini belum tuntas,” tegas Ari.

Terlebih situasinya, lanjut Ari, praktik korupsi di tanah air sudah sangat mengerikan.

Dia mengutip data Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi/IPK) 2022, di mana Indonesia memperoleh skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara.

Sebelumnya, pada 2021, skor IPK Indonesia adalah 38.

“Pada level ASEAN, kita termasuk negara terkorup kelima. Skor IPK kita jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunei, Vietnam, Timor Leste, dan Thailand,” ungkap Ari.

Ari juga menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah organ penting dalam pemberantasan korupsi.

Justifikasinya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 yang secara tegas menyatakan bahwa KPK adalah organ penting konstitusi (constitutional importance) yang harus dijamin independensinya.

Dalam kedudukan itu, baik secara kelembagaan maupun kepegawaian, KPK harus independen dan bebas dari intervensi kekuasaan.

Sebab kerja-kerja KPK dalam memberantas korupsi sebagian besar berkaitan dengan kekuasaan.

“Kami bahkan berpandangan KPK harus dipermanenkan. Sebab, pemberantasan korupsi membutuhkan badan khusus dan dengan cara-cara yang luar biasa untuk mencegah dan menindaknya,” ujarnya.

Selain itu, menegaskan kembali pernyataan Anies Baswedan, Ari mengatakan koruptor harus dibuat jera dengan perampasan aset dan harus dimiskinkan.

Gerakan Bersama

Ari berpandangan korupsi berpengaruh langsung terhadap turunnya kesejahteraan atau terciptanya kemiskinan karena melemahkan perekonomian, menutup lapangan pekerjaan dan menciptakan ketimpangan.

Melihat dampak kerusakan yang ditimbulkan, kata Ari, korupsi hanya bisa diatasi melalui gerakan bersama serta tidak hanya menjadi domain negara atau pemerintah.

Dia menegaskan seluruh rakyat Indonesia harus bergerak dan menjadikan korupsi sebagai musuh bersama.

Karena itu, kubu AMIN menyerukan gerakan antikorupsi harus dimulai dari keluarga, sekolah, kampus, komunitas, dan tempat kerja.

“Karena itu, Pak Anies sejak menjabat sebagai Rektor Paramadina membuat terobosan dengan mengadakan mata kuliah antikorupsi. Mata kuliah ini sifatnya wajib bagi seluruh mahasiswa tanpa kecuali, bukan mata kuliah pilihan seperti di beberapa kampus lain,” pungkas Ari. (mar1/jpnn)


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler