Analisis Reza soal Penuntasan Kasus KM 50 hingga Penembakan Harun Al Rasyid yang Disoal Anies

Rabu, 13 Desember 2023 – 17:14 WIB
Reza Indragiri Amriel. Foto/Arsip: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti penuntasan tiga kasus hukum yang disoal Capres RI Anies Baswedan dalam debat kontestan Pilpres 2024 di KPU RI, Selasa (12/12) malam.

"Ketika Ganjar dan Prabowo merasa 'ngilu' menyentuhnya, pada debat di KPU semalam, Anies justru eksplisit menyebut tiga kasus hukum," kata Reza melalui keterangan tertulis yang diterima JPNN.com, Rabu (13/12).

BACA JUGA: Setara Institute: Gagasan Ganjar Lebih Membumi dan Realistis Ketimbang Prabowo & Anies

Ketiga kasus itu, pertama, penembakan terhadap anak-anak di tengah aksi demonstrasi pendukung Prabowo saat kerusuhan di Slipi, Jakarta barat pada 22 Mei 2019.

Salah satu korban ialah Harus Al Rasyid (15) yang tewas tertembak."Orang tua korban bahkan duduk di belakang Anies," ucap Reza.

BACA JUGA: Prabowo Langsung Mengelap Dahi dan Pipi saat Ditanya Ganjar soal Pelanggaran HAM Berat

Kedua, penembakan terhadap anggota laskar FPI atau dikenal luas sebagai kasus KM 50. Ketiga, tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan suporter sepakbola.

"Ketiga kejadian memilukan itu sudah dianggap final. Final dalam arti terlupakan maupun sudah inkracht putusannya. Namun, Anies malah mendesak negara mengusut tuntas ataupun melakukan investigasi ulang," tutur Reza.

BACA JUGA: Waspadai Penularan Covid-19 Varian ERIS saat Nataru, Begini Gejalanya

Dengan pesan sedemikian rupa, kata Reza, Anies menerobos ke area paling rawan dalam dunia penegakan hukum: penghormatan HAM dan ketuntasan pengungkapan kasus.

Pada peristiwa penembakan Harun, dia menilai kasusnya melayang-layang sebagai extrajudicial killing atau unlawful killing. Semakin serius karena yang menjadi korban adalah anak-anak.

Reza mengingatkan bahwa anak-anak adalah kelompok usia yang PBB pun sampai mengeluarkan konvensi khusus untuk melindunginya.

"Namun, boleh jadi juga karena mereka masih anak-anak, maka upaya pengungkapan kasusnya tidak terlihat seolah mereka adalah warga kelas dua," ucapnya.

Sementara, kasus KM 50 dan tragedi Kanjuruhan sudah selesai, tetapi dianggap sebatas selesai dari sisi kepastian hukum, belum soal keadilan.

Oleh karena itu, Anies sebagaimana pandangan banyak kalangan, menilai kemanfaatan hukum apalagi keadilan hukum masih jauh dari kenyataan pada kasus itu.

Reza berpendapat ketika Anies juga mengangkat narasi tentang Indonesia sebagai negara kekuasaan, bukan negara hukum, maka 'selesai'-nya kasus KM 50 dan tragedi Kanjuruhan dapat ditafsirkan sebagai penyelesaian kasus hukum yang lebih dikendalikan oleh kekuasaan. Bukan oleh hasrat luhur untuk mencapai keadilan.

Pertanyaannya, kata Reza, kelak jika Anies ingin menginvestigasi maupun melakukan investigasi ulang ketiga kasus tadi, adakah insan Tribrata yang sanggup melakukannya?

"Siapakah anggota Polri yang mampu menjadi Kapolri dan mengemban tugas tersebut? Bayangkan Presiden Anies berkata ke Kapolri, 'Saya berikan anda waktu seratus hari. Lewat dari itu, anda saya copot'. Mari kita tinjau tiga situasi," tutur Reza.

Pertama, Reza mengatakan secara umum, di organisasi kepolisian terdapat Blue Curtain Code atau Kode Tirai Biru. Ini adalah subkultur menyimpang yang ditandai oleh kecenderungan personel kepolisian untuk menutup-nutupi kesalahan sesama kolega.

Kedua, sekiranya fakta tentang faksi-faksi di institusi Polri adalah benar adanya, maka potensi obstruction of justice dari internal Polri juga bisa menjadi batu sandungan bagi Kapolri mendatang untuk menuntaskan tiga kasus itu.

Ketiga, dalam praktik di sekian banyak negara maju, ketika terjadi misconduct, lembaga kepolisian dihukum dengan keharusan membayar police misconduct compensation.

Alhasil, lanjut Reza, jika investigasi ulang atas kasus-kasus dimaksud menyimpulkan telah terjadi police misconduct, maka betapa besarnya ganti rugi yang harus dibayar oleh Polri.

"Berangkat dari tiga situasi tersebut, tampaknya 'mencari Kapolri' akan menjadi agenda yang lebih berat bagi Presiden Anies (jika terpi?lih, red) ketimbang 'memberikan tugas kepada Kapolri'," ujar Reza.

Walakin, Reza meyakini hal itu bukan ber?a?rti mustahil. Tetap harus dipompa keyakinan bahwa jumlah polisi yang baik lebih banyak daripada polisi yang tidak baik alias oknum.

"Jadi, asumsikan nantinya pasti ada jenderal yang cakap dan bernyali kuat untuk melaksanakan perintah presiden terkait tiga kasus tadi," kata Reza yang pernah menjadi pengajar di STIK/PTIK itu.

Di sisi lain, DPR RI juga akan punya kontribusi besar jika punya komitmen yang sama pada ketiga kasus di atas. Begitu pula lembaga-lembaga pada sistem peradilan pidana pun tidak perlu resisten.

"Ini momentum baik bagi revitalisasi profesionalisme, integritas, dan akuntabilitas institusi penegakan hukum," ucap Reza Indragiri.(fat/jpnn.com)?

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasil Autopsi Ungkap Bocah Harun Al Rasyid Tewas Akibat Luka Tembak


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler