jpnn.com, JAKARTA - Sidang paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua Utut Adianto, Kamis (5/9) menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), menjadi hak inisiatif DPR. Keputusan ini sukses menimbulkan pro dan kontra baru di tengah publik.
"Keputusan ini akan ditindaklanjuti sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku," kata Utut setelah mengetok palu tanda disetujuinya revisi UU KPK yang diusulkan Badan Legislasi (Baleg) DPR.
BACA JUGA: Rizal Djalil: Banyak Orang Bertanya, Mengapa Peluncuran Buku Digelar di DPR?
BACA JUGA: Baleg DPR Pastikan Tidak Ada Revisi UU KPK
Dalam sidang itu, laporan Baleg maupun pandangan fraksi-fraksi terhadap revisi UU KPK secara tertulis langsung diserahkan kepada pimpinan. Dari dokumen yang diperoleh JPNN, setidaknya asda 6 poin penting dari usulan revisi UU lembaga antirasuah tersebut. (fat/jpnn)
BACA JUGA: Bamsoet: Korupsi Bisa Dilawan dengan Sistem Audit Keuangan Negara yang Profesional
Berikut 6 poin Perubahan UU KPK dari dokumen laporan Baleg DPR:
Materi muatan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disepakati meliputi hal-hal sebagai berikut:
BACA JUGA: Bamsoet Berharap Pemilihan Pimpinan KPK Segera Tuntas
1. Kedudukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan. Meskipun KPK merupakan bagian dari cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan, namun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK bersifat independen. Pegawai KPK merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan di bidang ASN.
2. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan penyadapan. Namun pelaksanaan penyadapat dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK.
3. KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia (integrated criminal justice system). Oleh karena itu, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.
4. Di dalam upaya meningkatkan kinerja KPK di bidang pencegahan tindak pidana korupsi, setiap instansi, kementerian dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan setelah berakhir masa jabatan.
5. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah 5 (lima) orang. Dewan Pengawas KPK tersebut, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh organ pelaksana pengawas.
6. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama (satu) tahun. Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut apabila ditemukan bukti baru yang berdasarkan putusan praperadilan.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Firli Bahuri Janji Ubah Kinerja KPK
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam