JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebagai Ketua Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), siap mengeksekusi putusan Mahkaman Konstitusi. Larangan politisi menjadi anggota KPU/Bawaslu akan dijadikan pedoman pada proses seleksi selanjutnya. "Putusan MK kami pedomani," ujar Gamawan, di Jakarta, kemarin (5/1).
Pendaftaran calon anggota KPU dan Bawaslu telah dibuka sejak 16 Desember 2011. Dan, rencananya, akan ditutup, hari ini (6/1). Menurut dia, sekitar 222 orang sudah mengambil formulir pendaftaran calon anggota KPU dan 94 formulir untuk Bawaslu.
Meski demikian, hingga kemarin, baru belasan orang yang mengembalikan formulir. Diperkirakan, pengembalian formulir akan banyak dilakukan pada hari ini, sebagai hari terakhir. "Berdasarkan data sementara tim seleksi, belum ada anggota partai politik yang mendaftar sebagai calon, baik KPU maupun bawaslu," imbuh Gamawan.
Secara terpisah, menanggapi putusan MK, sejumlah partai menyatakan kekecewaannya secara terbuka. Termasuk, diantaranya Partai Golkar. Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono menyatakan, bahwa seharusnya parpol tidak terus dianggap sebagai sesuatu pihak yang berbahaya.
Putusan MK soal larangan politisi menjadi anggota KPU/Bawaslu dianggap menguatkan kesan tersebut. "Jangan begitu, ini UU-kan yang membuat parpol juga, jangan jadikan parpol dianggap berbahaya sehingga harus lima tahun," ujar Agung Laksono.
Dia tetap yakin, bahwa masuknya orang parpol tidak akan mempengaruhi independensi KPU maupun bawaslu. Dengan masuknya anggota parpol, menurut dia, pengawasan terhadap kebijakan dua lembaga penyelenggara pemilu nantinya akan lebih terbuka. "Makanya, saya juga nggak ngerti kalau pertimbangannya untuk lebih klirm, maka justru sebaiknya ada sebanyak mungkin elemen di dalamnya," tandas menkokesra tersebut.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya Nurul Arifin juga menegaskan kekecewaan partainya dengan putusan MK. Menurut dia, pembuatan UU terutama pasal yang dibatalkan MK sudah melalui perdebatan alot dan panjang. "Kami tidak sembarangan, kami berangkat dari hal-hal empiris dan evaluasi penyelenggaraan pemilu 2004 dan 2009," ujar Nurul.
Nurul menyatakan, keputusan itu bukan sepihak dilakukan oleh Pansus Revisi UU Penyelenggara Pemilu. Pansus saat itu juga mengundang forum konstitusi untuk mendapatkan masukan terkait calon anggota KPU. "Risalahnya ada, mereka mengatakan bahwa independen dan mandiri adalah lembaganya, artinya tidak merupakan sub lembaga lainnya," sorot Nurul.
Nurul menilai, alasan yang dibuat MK sumir. Kenyataannya, orang-orang independen yang disebut non partisan ternyata adalah orang titipan partai atau ijonisasi dari partai. "Seperti Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati, apa betul mereka independen" sorot Nurul.
Dalam hal ini, lanjut Nurul, para pembuat UU justru ingin melihat hasil pemilu nanti bisa lebih baik dari pemilu sebelumnya. "Apa kita nanti tidak dikelabui oleh tingkah para anggota KPU lagi," sorotnya tak kalah tajam.
Terkait dibatalkannya pasal bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Nurul menyatakan masih bisa mengerti. Dalam hal ini, unsur civil society atau tokoh masyarakat ditambah menjadi lima orang. "Saya berharap yang ini bisa benar-benar bebas dari subyektivitas keberpihakan," tandasnya.
Meski demikian, tidak semua kalangan parpol kecewa dengan putusan MK tersebut. Ketua Umum DPP PKB A. Muhaimin Iskandar justru menyambut baik. Padahal, saat dalam pembahasan di parlemen, posisi sikap Fraksi PKB juga ikut mendukung masuknya orang parpol menjadi anggota KPU atau bawaslu.
"Tidak ada masalah bagus-bagus saja, agar objektif independen dan tidak berpihak," kata Muhaimin Iskandar, di komplek istana kepresidenan. Disinggung sikap fraksi PKB saat pembahasan, dia hanya menyatakan bahwa persoalannya saat ini bukan sekedar masalah dukung-mendukung. "Bukan begitu memahaminya," imbuhnya, pendek. (dyn/fal/bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wabup Langkat Diusulkan Dipecat dari PDIP
Redaktur : Tim Redaksi