KASUS perceraian di kota Medan setiap tahun mengalami peningkatan. Tahun 2011, kasus perceraian yang terjadi mencapai 1.900 kasus. Sedangkan sampai pertengahan Februari 2012, kasus perceraian yang tengah ditangani Pengadilan Negeri (PN) Agama Medan, mencapai 321 kasus. Menariknya, dari kasus yang ada didominasi kaum istri yang lebih banyak menuntut perceraian dibandingkan suami.
Hal itu terungkap saat pertemuan yang dilakukan Ketua PN Agama Medan, Noer Hudlrien dengan Wali Kota Medan, Rahudman Harahap di kantor Kota, Jumat (17/2) siang. "Perkara yang ditangani Pengadilan Negeri Agama tiap tahunnya terus mengalami kenaikan, tidak pernah mengalami tren penurunan. Ini berarti menunjukkan ada permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat, khususnya masalah menyangkut rumah tangga maupun keluarga," kata Noer.
Permasalahan ini, lanjutnya, tentunya harus dipecahkan bersama. Pengadilan Agama sifatnya pasif, artinya hanya menerima perkara saja. Untuk tindakan preventifnya merupakan tugas bersama dari semua jajaran terkait dan keselurahan masyarakat punya tanggung jawab yang sama. "Sekali lagi saya sampaikan pengadilan agama hanya bersifat pasif, begitu ada perkara baru kita selesaikan," jelasnya.
Begitupun, Pengadilan Agama mengharapkan adanya mediasi. Hal ini sesuai dengan arahan dari Mahkamah Agung No.1/2008, sebelum perkara itu diperiksa harus lebih dahulu melalui tahapan mediasi sehingga diharapkan adanya perdamaian. Di Pengadilan Agama, tambahnya, ada 10 mediator dari luar baik itu berasal dari advocate maupun perguruan tinggi yang ikut membantu memberikan mediasi.
"Melalui mediasi ini kita harapkan bisa menyelesaikan masalah yang terjadi dengan cepat dan berakhir dengan perdamaian. Jangan sampai perkara yang diajukan diputuskan Pengadilan Agama. Artinya, perkara yang terjadi diselesaikan dengan perdamaian sehingga saling menguntungkan kedua pihak," ungkapnya.
Dijelaskannya, berdasarkan data yang ada di Pengadilan Agama, kasus perceraian yang terjadi mencapai 1.900 kasus. Sedangkan sampai pertengahan Februari 2012, perkara perceraian yang ditangani sudah mencapai 321 kasus. Kasus itu tidak hanya perceraian saja tetapi juga masalah warisan, harta bersama, hak asuh anak dan nafkah anak.
Dari jumlah itu, paparnya, kasus perceraian yang terjadi lebih banyak didominasi kaum istri. "Perceraian itu ada dua yakni perceraian yang diajukan suami dan perceraian yang diajukan istri. Kalau yang diajukan istri namanya cerai gugat, sedangkan yang diajukan suami permohonan izin talak. Dari perkara yang masuk, justru ada kecendrungan istri yang mengajukan perceraian. Presentasenya, 60 : 40," ujarnya.
Dikatkaan Noer, banyaknya kaum istri mengajukan gugatan cerai mungkin disebabkan karena sudah mengetahui hak-haknya sebagai istri atau karena sekarang banyak suami yang tidak bertanggungjawab dengan istri. Karenanya, persoalan ini harus segera disikapi sehingga persoalan perceraian ini dapat diminimalisir.
Wali Kota Medan, Rahudman Harahap, merasakan perlunya dilakukan kerjasama, terutama dengan Kementrian Agama Kota Medan. Mengingat kasus-kasus yang terjadi di Pengadilan Agama, termasuk perceraian, warisan serta hak asuh anak menunjukkan trend meningkat.
"Kasus perceraian yang terjadi saat ini tidak hanya disebakan faktor ekonomi tapi terkadang sudah menyangkut masalah moral dan mentalitas. Di sini kita berharap peran kita bersama, terutama Kementrian Agama untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan. Kita berharap perkawinan itu sekali dalam seumur hidup," harap Wali Kota.
Dikatakan, Rahudman yang menjadi perhatian saat ini, terkait semakin meningkatnya jumlah pihak perempuan yang mengajukan gugatan cerai kepada suami. Oleh karena itulah, diharapakan perlu adanya pemikiran-pemikiran mengapa hal itu bisa sampai terjadi. "Saya kita ini perlu introspeksi kita, terutama kepala rumah tangga supaya memberikan suasana lebih kondusif dan lebih aman dalam rumah tangga. Terutama, bagaimana meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT," sarannya.
Di tempat terpisah, Kepala Kantor Kementarian Agama Medan, Iwan Zulhami mengatakan, sebenarnya pemerintah memiliki lembaga resmi yang berperan untuk menekan laju tingkat perceraian, yaitu BP4.
Namun, setelah Pengadilan Agama lepas dari Kementerian Agama lima tahu lalu, lembaga ini hampir tidak berfungsi lagi. "Karena itu kita berharap Pengadilan Negeri Agama menganjurkan kepada pasangan yang bersengketa untuk meminta penasihatan ke BP4," kata Iwan Zulhami.
Di BP4, kata Zulhami, pasangan akan dimediasi untuk memecahkan permasalahan mereka dengan pendekatan agama. "Ini lembaga resmi dan tidak dipungut biaya," katanya.(adl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Patah Hati Bisa Sebabkan Jantung Akut
Redaktur : Tim Redaksi