"Undang-Undang Perlindungan Konsumen sangat keras memperkarakan produsen yang merugikan konsumen, baik secara isi produk, tampilan, atau kemasan. Karena prinsipnya semua produk yang beredar di pasaran harus terjamin," kata Tulus Abadi, Pengurus Harian YLKI di Jakarta.
Disebutkan Tulus, perusahaan yang melakukan pelanggaran dalam merk dagang pun bisa dituntut menggunakan UU no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Regulasi tersebut secara utuh memberikan ketenangan, ketenteraman dan kepastian bagi konsumen yang menggunakan produk.
Tulus menegaskan, perlindungan konsumen juga menjadi tanggung jawab pemerintah, termasuk BPOM. Dalam hal ini pemerintah memiliki kewenangan penuh mengatur arus distribusi dan lalu lintas produk di pasaran. Pemerintah pun berhak melarang produk tertentu beredar.
Desakan YLKI ini merupakan bentuk perlindungan bagi konsumen agar tidak terjebak terhadap klaim dari Kino, selaku pemegang lisensi, produsen dan distributor produk "Cap Kaki Tiga" dari Wen Ken Drugs Co Pte Ltd sejak Juni 2011. Mereka mengklaim bahwa produknya merupakan minuman kesehatan yang mengandung obat atau bertujuan untuk pengobatan. Namun, Ditjen HAKI membantah klaim tersebut. HAKI memasukkan produk "Cap Kaki Tiga" produksi Kino sebagai kelas barang minuman yang tidak mengandung obat atau bertujuan untuk pengobatan atau tergolong Jenis Barang 32.
Kenyataan di pasaran, produk "Cap Kaki Tiga" produksi Kino menampilkan komposisi dan cara pakai seperti layaknya produk yang mengandung obat untuk kesehatan atau pengobatan. Produk tersebut masih beredar dengan gambar badak yang menyerupai produk "Larutan Penyegar" produksi PT Sinde Budi Sentosa. Padahal kedua produk tersebut diproduksi dua perusahaan yang berbeda dengan komposisi yang berbeda dan termasuk dalam jenis barang yang berbeda; produk untuk kesehatan termasuk dalam "Jenis Barang 05" dalam ketetapan Ditjen HAKI.
Karena itu Tulus meminta pemerintah, khususnya BPOM, dapat segera proaktif. Tindakan lambat pemerintah dapat membuat konsumen terjebak pada kebingungan membeli produk tertentu. Akibatnya dapat memicu keraguan terhadap produk di pasaran. “Pemerintah itu lebih ngerti. Kalau sudah diputuskan melalui pengadilan, maka laksanakan. Jangan menunggu lama. Sama saja membuat situasi semakin buruk,” pungkasnya sambil menenteng tas backpack hitam.
Seperti diketahui, Wen Ken Drug Co Pte Ltd, sempat memiliki merek dagang Cap Kaki Tiga plus Lukisan Badak yang masuk kelas barang 05 untuk minuman kesehatan yang mengandung obat dengan No IDM-000199185. Namun, izin tersebut telah dicabut Ditjen HAKI dengan surat tentang Pembatalan Pandaftaran Merek "CAP KAKI TIGA+Lukisan Badak" dengan Daftar Nomor IDM-000199185, tertanggal 20 Februari 2012. "Itu merupakan penerapan Pasal 71 UU No 15/2001 tentang Merek," jelas Direktur Merek Ditjen HAKI Mohammad Adri. Karena itu, Adri menegaskan sertifikat merek tersebut (CAP KAKI TIGA+Lukisan Badak) dianggap tidak berlaku lagi sejak pencoretan merek tersebut dari Daftar Umum Merek.
Sementara itu, Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI), Aris Yunanto, menjelaskan, merk dagang itu sangat penting bagi perusahaan. Merk dagang merupakan identitas produk yang dihasilkan. Artinya sangat menjadi ciri khas yang bakal terus dikenang konsumennya.
Aris menerangkan, dalam persaingan dagang memang koridor ini kerap terjadi persinggungan. Masing-masing perusahaan merasa memiliki merk dagang tersebut. Apalagi jika merk dagang itu sudah cukup popular di masyarakat.
“Secara umum konsumen memang tak begitu mengerti persoalan ini. Terkadang sulit membedakan produk sejenis dengan merk dagang yang hampir mirip. Semua dianggap sama,” tuturnya.
Hal itu berbeda bagi sejumlah konsumen yang sangat fanatik. Merk dagang yang membingungkan itu bisa membuat konsumen seperti dibohongi. Sewajarnya merek dagang itu beredar untuk satu produk saja. “Ya…saya harap pemerintah bisa melindungi konsumennya. Dengan memberikan kepastian terhadap produk yang telah dikalahkan di pengadilan,” pungkasnya. (rko)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Laguna Kebut Rights Issue Semester I
Redaktur : Tim Redaksi