Tiongkok Inves Smelter Rp 110 T

Senin, 02 Juni 2014 – 07:35 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah bersikukuh menegakkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara yang melarang ekspor bahan tambang mentah sejak 12 Januari 2014. Tiongkok dan Jepang sebagai negara importir utama mineral mentah Indonesia menunjukkan reaksi yang berbeda.

Menteri Perindustrian Muhammad S Hidayat mengatakan, hingga saat ini masih terdapat pihak yang pro dan kontra atas kebijakan tersebut. Setidaknya ada dua negara industri besar yang berbeda menyikapi ketentuan itu, yaitu Tiongkok dan Jepang.

BACA JUGA: Pertamina Resmi Kelola Blok Siak

"Pro dan kontra pasti ada tapi kami tegaskan bahwa kebijakan itu tidak salah, dan tentu akan tetap kita pertahankan," ujarnya kemarin (1/6).

Hidayat senang melihat Tiongkok, negara yang selama ini mengimpor hasil tambang mentah dari Indonesia secara besar-besaran ikut mendukung UU tersebut. Semua smelter yang telah terbangun saat ini berasal dari investor Tiongkok.

BACA JUGA: Penerbangan Rute NTB Batal, Garuda Imbau Penumpang Reschedule

"Kita senang karena salah satu industri besar dunia, yaitu Tiongkok telah ikut mendukung dan mengimplementasi Undang-Undang ini," katanya.

Setelah mengetahui kebijakan Indonesia mengenai larangan ekspor bahan mentah akhirnya perusahaan Tiongkok satu per satu nembangun smelter (pabrik pengolahan).

BACA JUGA: Jelang Puasa, Kebutuhan Pokok Naik

"Hingga saat ini sudah enam perusahaan Tiongkok yang membangun smelter dengan total investasi mencapai USD 10 miliar (sekitar Rp 110 triliun). Tiga besar dan tiga lagi kecil," ungkapnya.

Menurut dia, kebijakan larangan ekspor mineral mentah telah mendorong perusahaan Tiongkok melakukan investasi di Indonesia. Selain itu, penurunan harga komoditas mentah internasional menjadi momentum yang baik untuk investasi di sektor pengolahan.

"Kalau Undang-Undang Minerba implementasinya konsisten, mereka tentu akan menambah investasi," sebutnya.

Namun hal itu berbeda dengan Jepang yang telah menimbun nikel dari Indonesia selama puluhan tahun, ternyata masih belum bisa menerima keputusan tersebut.

"Kalau Jepang sampai sekarang masih komplain terus. Tapi kami melayani yang komplain, bahkan sampai WTO (world trade organization). Apalagi tujuan larangan itu untuk kepentingan nasional," tegasnya.

Menperin mengatakan, penerapan Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tersebut dapat berjalan atas kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan industri lokal. Sebab larangan tersebut untuk menggiatkan industri pengolahan dalam negeri.

"Itu hak kita untuk melarang sesuai amanat Undang-undang (UU) nomor 4 tahun 2009," jelasnya. (wir)

Beberapa Investasi Smelter Tiongkok
1. Shandong Nanshan Aluminum Co Ltd, membangun smelter aluminium di Teluk Bintan, Riau senilai USD 5 miliar.
2. China Hongqiao Group Ltd membangun smelter bauksit di Kalimantan Barat senilai USD 1 miliar
3. Tsingshan Group, membangun smelter nikel di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, senilai USD 1,5 miliar

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hadapi Lebaran, Pelni Tambah Pelayaran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler