Lena Li, seorang mahasiswi asal Tiongkok menyiman harapan tinggi ketika mendarat di Australia untuk mempelajari teknik telekomunikasi.
Dalam bayangannya, Australia, sebagai negara di mana wi-fi pertama kali ditemukan adalah negara yang maju dalam hal teknologi.
BACA JUGA: Australia Akan Larang Usaha Peternakan Ayam Petelur yang Dikandangkan
Namun kenyataannya tidaklah seindah yang ia bayangkan.
"Waktu saya video call dengan orangtua saya di WeChat, sering muncul di layar pesan bahwa koneksi internet tidak bagus, di layar ibu saya, dikatakan internet saya buruk," ujar Lena yang berusia 25 tahun.
"Dalam lingkaran pertemanan mahasiswa internasional dari Tiongkok, kami sering bergurau tentang internet di Australia. Kami sering menyebutnya secepat 'kura-kura'."
Ketika Australia masih mengembangkan jaringan seluler 5G, Tiongkok telah mengumumkan bahwa jaringan seluler 6G nya akan tersedia di pasar komersil sembilan tahun lagi, menurut surat keterangan yang dirilis awal bulan ini.
Lena ingin bekerja di perusahaan telekomunikasi raksasa Huawei di Australia, namun perusahaan tersebut dilarang menjual barang 5G di Australia karena masalah keamanan nasional.
Kini, perusahaan Huawei dilaporkan akan mengirimkan dua satelit bulan depan untuk mengetes teknologi 6G yang akan diluncurkan.
Sementara itu, Amerika Serikat yang dikenal dengan kemajuan teknologinya, berusaha merebut kembali gelar tersebut dengan membuat peraturan baru dan mengerahkan uang mereka untuk keperluan penelitian demi bersaing dengan teknologi Tiongkok.
Walau 6G di titik ini masih sangat teoritis, karena kemungkinan akan baru muncul 10 tahun lagi, perebutan dominasi takhta teknologi nirkabel sedang memanas. Apa sih 6G itu? Dan apa bedanya dengan 5G?
6G berarti generasi keenam konektivitas seluler nirkabel.
Standar jaringan seluler diperbaharui setiap sepuluh tahun, bermula dari 1G di tahun 1980 hingga 5G di tahun 2020.
Jadi, 6G diperkirakan akan mulai beredar di tahun 2030 dan menjanjikan jaringan internet yang lebih cepat dari jaringan sebelumnya.
Pakar komunikasi Profesor Branka Vucetic, direktur Pusat IoT (Internet of Things) dan Telekomunikasi di University of Sydney, berada di garis terdepan pengembangan dan penelitian jaringan 5G dan 6G di Australia.
Ia mengatakan jaringan 6G akan memenuhi janji yang tidak dipenuhi jaringan 5G, dengan kemampuan yang bisa lebih diandalkan dan harga yang murah.
"Rasanya akan seperti [hidup] di dunia sains fiksi."
"Jaringan 6G akan menjadi saluran utama bagi beberapa fitur baru, misalnya, integrasi otak manusia dengan komputer ... robot yang menolong aktivitas manusia di rumah, dan merawat orang sakit atau lanjut usia," katanya.
"Mobil yang berjalan sendiri akan terkenal di tahun 2030-an dan akan terhubung dengan jaringan 6G." Sejauh manakah pengembangan teknologi 6G di Tiongkok saat ini?
Tiongkok memulai penelitian jaringan 6G di tahun 2018, di saat yang bersamaan dengan Amerika Serikat.
Tiongkok memang sudah menetapkan pengembangan jaringan 6G sebagai prioritas dalam rencana lima tahunnya.
Pemerintah Tiongkok mengatakan teknologi 6G akan digunakan untuk pembangunan kota pintar, pencegahan bencana alam, dan perlindungan terhadap lingkungan.
Profesor Greg Austin, pakar Institut Keamanan Siber dari University of New South Wales mengatakan meskipun hanya ada sedikit informasi di tahap mana pengembangan 6G Tiongkok, ada kemungkinan jaringan tersebut juga akan digunakan dalam bidang militer dan inteligensi.
"Diskusi publik Tiongkok mengenai 6G selalu seputar bagaimana masyarakat akan diuntungkan hingga kemajuan manusia secara umum," katanya.
"Terlalu awal untuk mengidentifikasi aplikasi 6G terhadap keperluan militer atau inteligensi tertentu." Akankah Tiongkok memenangkan pertandingan 6G?
Menurut Administrasi Properti Intelektual Nasional, Tiongkok memegang 35 persen pengajuan hak paten berkaitan dengan 6G, diikuti Amerika Serikat dengan angka 18 persen.
Awal bulan ini, Senat Amerika Serikat telah meloloskan rancangan undang-undang baru untuk keperluan penelitian dan inovasi sebesar US$250 miliar, atau lebih dari Rp3 triliun.
April lalu, Amerika dan Jepang telah mengumumkan rencana kerjasama dengan biaya US$4,5 miliar, lebih dari Rp65 miliar untuk keperluan penelitian, pengembangan, dan uji coba 6G.
"Pemerintah Tiongkok terkunci dalam perang kemajuan teknologi dengan Amerika Serikat dalam setiap hal berbau politik strategis dan keperluan militer," kata Profesor Greg.
"Jadi kita tidak dapat memisahkan ketertarikan Tiongkok pada 6G dengan ketertarikannya pada kecerdasan buatan atau penjelajahan luar angkasa, atau bahkan laut."
Profesor Branka mengatakan saat ini Tiongkok memang paling unggul dalam teknologi 5G dan berhasil mendapat investasi besar dari perusahaan produksi smartphone, telcos, dan Pemerintah Tiongkok dalam pengembangan 6G.
"Kepentingan strategis 5G sering terlewatkan oleh negara-negara Barat," katanya.
"Kini banyak negara lain yang mulai berinvestasi untuk 6G karena menurut saya mereka akhirnya sadar bahwa mereka tertinggal jauh dengan Tiongkok dalam hal 5G."
Next G Alliance, koalisi yang dipimpin oleh Amerika Serikat seperti Apple, Google, At&T, didirikan pada Oktober tahun lalu untuk "memajukan kepemimpinan Amerika Serikat dalam Bidang 6G".
Perusahaan jaringan nirkabel dan pabrik smartphone di Korea Selatan dan Eropa juga sudah bergabung dalam pertandingan 6G dengan mendirikan proyek pengembangan dan penelitian dalam jumlah besar.
"Jika Tiongkok siap berinvestasi di tingkat di mana Amerika dan negara lain tidak berinvestasi, mungkin Tiongkok akan memimpin teknologi 6G di tahun 2025 atau 2030," ujar Profesor Greg.
"Namun yang lebih pentingnya lagi, kemanusiaan akan mengalahkan teknologi 6G. Akan ada terobosan baru."
Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporannya dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Desak Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi di Kanada, Tiongkok Ditekan 40 Negara Soal Minoritas Muslim