jpnn.com, WASHINGTON DC - Pemerintah Amerika Serikat, Selasa (13/10), memberi tahu Kongres mengenai rencana penjualan sejumlah senjata dan peralatan pertahanan berteknologi tinggi ke Taiwan. Termasuk di antaranya drone/pesawat nirawak MQ-9 dan sistem pertahanan dari serangan rudal.
Informasi itu disampaikan oleh sejumlah narasumber yang mengetahui rencana penjualan senjata tersebut.
BACA JUGA: Ilmuwan Amerika Sebut Kultur Masyarakat Tiongkok Faktor Krusial dalam Penanganan COVID-19
Penjualan alat pertahanan itu disampaikan ke Kongres setelah Gedung Putih menyampaikan rencana penjualan tiga sistem persenjataan buatan AS ke Taiwan, Senin (12/10).
Satu dari delapan narasumber yang bersedia berbicara mengatakan total nilai penjualan mencapai kurang lebih USD 5 miliar (sekitar Rp 73,5 triliun). Seringkali, nilai penjualan senjata buatan AS untuk negara lain mencakup biaya pelatihan, suku cadang, dan biaya pengamanan senjata.
BACA JUGA: Tesla Pangkas Harga Sedan Long Range Model S di Amerika Serikat
Reuters pada September 2020 memberitakan untuk pertama kalinya tujuh sistem persenjataan utama buatan AS telah melalui sejumlah tahapan ekspor ke Taiwan. Aksi itu dilakukan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump demi meningkatkan tekanan ke Tiongkok.
Penjualan MQ-9, drone buatan General Atomics, kemungkinan akan jadi ekspor senjata pertama yang dilakukan AS ke Taiwan setelah pemerintahan Trump berusaha mewujudkan rencananya menjual lebih banyak drone ke negara lain. Penjualan itu dilakukan dengan memaknai kembali perjanjian pengendalian senjata internasional yang disebut Rezim Kontrol Teknologi Misil (MTCR).
BACA JUGA: COVID-19 Hajar Militer Amerika, Jenderal-Jenderal Senior Masuk Karantina
Tidak hanya drone, Gedung Putih juga menyampaikan rencana penjualan sistem pertahanan pesisir, yang dapat mengantisipasi serangan rudal dari kapal, buatan Boeing Co. Seorang narasumber mengatakan nilai 100 rudal jelajah yang masuk dalam daftar rencana penjualan ke Capitol Hill, gedung Kongres AS, mencapai kurang lebih USD 2 miliar (sekitar Rp 29,4 triliun).
Departemen Luar Negeri AS belum menanggapi pertanyaan terkait rencana penjualan tersebut.
Komite Hubungan Internasional Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat AS berkewajiban mengevaluasi dan menghentikan rencana penjualan senjata dari pemerintah lewat proses peninjauan informal sebelum Departemen Luar Negeri melayangkan surat pemberitahuan resmi ke legislatif.
Sejumlah narasumber mengatakan rencana penjualan senjata itu telah disetujui oleh Departemen Luar Negeri dan informasi itu telah disampaikan ke ketua komite terkait di Senat.
Reuters pada Senin (12/10) memberitakan Kongres telah menerima pemberitahuan tidak resmi mengenai penjualan truk peluncur roket, yang disebut Sistem Artileri Roket Mobilitas Tinggi (HIMARS), buatan Lockheed Martin Corp.
Tidak hanya itu, senjata lain yang akan dijual antara lain, rudal jelajah udara ke darat jarak jauh yang dinamakan SLAM-ER buatan Boeing, serta alat sensor/pelacak eksternal untuk jet tempur F-16 yang memungkinkan pengiriman data visual secara langsung (real time) dari stasiun pengawas di lapangan ke pilot di ketinggian.
Sementara itu, Kedutaan Besar Tiongkok di Washington memilih mengutip pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijiam saat diminta tanggapannya terkait rencana penjualan senjata dari AS ke Taiwan.
Zhao mengatakan penjualan senjata itu akan mengancam kedaulatan Tiongkok serta tujuan menjaga keamanan wilayah. Ia mendesak Washington untuk mengakui ancaman dan risiko di balik penjualan senjata itu serta segera membatalkannya.
“Tiongkok akan memberi tanggapan yang sah dan diperlukan sesuai dengan bagaimana situasi ini berkembang nantinya,” kata Zhao.
Tiongkok masih menganggap Taiwan sebagai provinsinya yang akan disatukan dengan wilayah daratan. Otoritas di Tiongkok menunjukkan pihaknya tidak ragu menggunakan cara-cara yang memaksa jika itu dibutuhkan. Namun bagi Washington, Taiwan merupakan wilayah demokratis yang strategis sehingga AS, sebagaimana dimandatkan oleh Undang-Undangnya, berkewajiban membantu Taiwan untuk membela diri.
Seorang pejabat di Taiwan pada Agustus 2020 mengatakan otoritas terkait membahas perlunya menyiapkan ladang ranjau di laut demi mengantisipasi kendaraan amfibi dan serangan mendadak tentara Tiongkok.
Walaupun demikian, ia mengatakan Taiwan tidak berencana mendatangkan sistem ranjau laut dari AS.
Sejumlah narasumber yang mengetahui masalah itu mengatakan dua pihak telah membahas teknis alih teknologi dari AS ke Taiwan untuk produksi berbagai jenis senjata di dalam negeri.
AS cukup aktif membantu Taiwan meningkatkan kapasitas pertahanannya di tengah sikap Tiongkok yang kian agresif.
Penasihat keamanan nasional AS, Robert O’ Brien minggu lalu mengatakan Taiwan harus segera menunjukkan ke Tiongkok bahwa ada risiko yang akan diterima jika negara itu bersikeras menduduki pulau swaotonom tersebut.
O’ Brien mengatakan Taiwan sebaiknya berinvestasi di sektor peningkatan kapasitas pertahanan, termasuk di antaranya pembelian sistem pertahanan pesisir, ladang ranjau laut, alat tempur cepat, artileri bergerak, dan sejumlah perlengkapan pengawasan yang dibuat dengan teknologi tinggi. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil