Tiongkok Pamer Senjata yang Bisa Lumpuhkan Industri AS

Kamis, 23 Mei 2019 – 17:18 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Foto: Reuters

jpnn.com, BEIJING - Pekan ini Presiden Xi Jinping melakukan kunjungan dalam negeri pertamanya bulan ini. Dia pergi ke Provinsi Jiangxi untuk memperingati momen Long March saat Tiongkok berhasil mengalahkan tentara Uni Soviet. Sebelum itu, dia mampir ke pabrik milik JL Mag Rare-Earth.

"Kita harus memegang erat aset strategis inovasi teknologi. Dengan begitu, kita bisa mencapai posisi tertinggi dalam pengembangan industri," ujar Xi menurut Xinhua. Kala itu, tak banyak yang paham dari pesan tersebut. Namun, seusai pria 65 tahun itu melakukan pidato peringatan Long March, media seluruh dunia ribut.

BACA JUGA: Tidak Level

Dalam pidato resminya, Xi meminta rakyat Tiongkok bersiap berjalan jauh seperti awal perjuangan Tiongkok tahun 1934. Banyak yang mengira itu adalah ajakan pemerintah untuk ikut memerangi AS. Sedangkan kunjungannya ke pabrik mineral langka mengandung ancaman. Bahwa mereka punya kendali terhadap arus perdagangan bahan terpenting bagi industri teknologi AS.

Perlu diketahui, Tiongkok merupakan eksporter terbesar dunia. Dari total produksi 17 jenis mineral yang penting bagi produk teknologi tinggi, 95 persen datang dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Sebanyak 80 persen suplai mineral semikonduktor AS juga diperoleh dari sana.

BACA JUGA: Huawei: Amerika Terlalu Meremehkan Kami

"Ini bukan kebetulan saja. Petinggi politik Tiongkok jelas memperingatkan AS dengan kunjungan ini," ungkap Li Minjiang, koordinator bidang Tiongkok di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Singapura, kepada Agence France-Presse.

BACA JUGA: Trump Ancam Hajar Tiongkok Lebih Keras Lagi

BACA JUGA: Long H-March

Jika hal itu benar terjadi, tentu saja industri teknologi AS bakal kelabakan. Mulai lampu bohlam sampai ponsel butuh komoditas tersebut. Pada 2010, pemerintahan Xi melakukan hal serupa ke Jepang karena konflik penangkapan nelayan ilegal dari Tiongkok.

Tentu saja, rencana itu bukan tanpa risiko. Tiongkok bukan satu-satunya pemasok mineral langka. Masih ada Brasil dengan cadangan 22 juta ton dan Rusia dengan cadangan 18 juta ton. Satu-satunya yang mencegah mereka mengambil cadangan itu hanyalah dampak lingkungan yang luar biasa.

Tiongkok pun jelas akan terkena dampak jika penyerapan mineral mereka berkurang. "Kemungkinan ini baru sekadar ancaman. Mereka tentu tak ingin mengacaukan ekonomi yang sudah lesu," ujar Kokichiro Mio, pengamat ekonomi Tiongkok di NLI Research Institute.

Posisi Tiongkok di konflik dua raksasa ekonomi itu makin berbahaya. AS terus menghantam berbagai bisnis dari Negeri Panda itu. Selain Huawei, produsen drone dan teknologi keamanan dimasukkan daftar hitam AS. Alasannya sama. Yakni, produk Tiongkok membahayakan keamanan negara.

Hasilnya, perusahaan telekomunikasi di Jepang dan Inggris batal menggunakan jasa 5G dan meluncurkan ponsel terbaru Huawei. Saham dua perusahaan produsen teknologi keamanan, Hikvision Digital Technology dan Zhejiang Dahua Technology, turun.

"Kami harus mengecek konsumen aman menggunakan gawai tersebut," ujar Jubir SoftBank Hiroyuki Mizukami.

Seakan tak cukup, perusahaan AS yang masih mempertahankan basis produksinya di Tiongkok juga bersiap minggat. Menurut survei Kamar Dagang AS di Tiongkok, mereka sudah terlalu khawatir dengan ketegangan yang terus meningkat antardua negara. Dua pertiga dari 250 responden setuju bahwa perang dagang memberikan dampak negatif. (bil/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Inikah Akhir Dari Huawei?


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler