jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha menyebut Indonesia harus melakukan berbagai upaya setelah Tiongkok mengklaim perairan Laut Natuna sebagai wilayahnya. Pemerintah, kata dia, perlu memaksimalkan upaya diplomasi hingga ke Persatuan Bangsa-bangsa (PBB)
"Khususnya perlu dimaksimalkan di organisasi PBB, di mana Tiongkok bersama empat negara lainnya yaitu Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB," kata Tamliha dalam pesan singkatnya kepada jpnn.com, Minggu (5/1).
BACA JUGA: Media Massa Tiongkok Lebih Tertarik Beritakan Banjir Jakarta Daripada Isu Natuna
Selain diplomasi, Indonesia juga perlu menunjukkan kekuatan militer setelah klaim Tiongkok atas Laut Natuna. Indonesia perlu mengerahkan kapal militer ke area Laut Natuna yang disebut Tiongkok sebagai Laut China Selatan.
"Tetap pengerahan kapal militer untuk menjaga perairan Laut China Selatan," ucap dia.
BACA JUGA: Tiongkok Klaim Laut Natuna, Iwan Fals: Enak Aja
Di samping itu, kata dia, Indonesia secara konsisten harus meningkatkan anggaran militer. Menurut Tamliha, anggaran militer idealnya 1,5 persen dari PDB atau sebesar Rp 300 Triliun. Tahun ini anggaran militer Indonesia baru Rp 131 Triliun.
"Peningkatan anggaran militer ini tidak hanya dibutuhkan untuk menjaga wilayah Indonesia lainnya yang sangat luas, baik laut, darat, dan udara, khususnya untuk wilayah-wilayah sensitif seperti Laut China Selatan dan perairan Papua," timpal dia.
BACA JUGA: Nurul Arifin Minta Pemerintah Tegas Melawan Arogansi Tiongkok di Natuna
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Keamanan Nasional dan Global Universitas Padjadjaran Yusa Djuyandi menyebut Indonesia perlu melakukan tindakan tegas dengan hard power (pendekatan militer), selain soft power (diplomatik), dalam menyikapi Tiongkok yang mengklaim Laut Natuna sebagai wilayahnya.
"Sudah sepatutnya Pemerintah Indonesia mengambil kembali tindakan tegas, baik secara diplomatik maupun militer," ujar Yusa dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (4/1).
Menurut Yusa, Natuna salah satu pulau terluar di Indonesia yang memiliki arti penting bagi kedaulatan negara. Pulau tersebut menjadi semakin penting karena secara langsung juga bersinggungan dengan batas laut wilayah negara-negara lain di ASEAN.
"Tidak jarang beberapa kapal nelayan kita dihalau oleh kapal patroli negara lain, seperti Malaysia dan Vietnam, padahal sesungguhnya kapal nelayan kita masih berada di dalam batas wilayah Zone Eksklusif Indonesia. Bahkan tidak jarang pula kapal patroli kita yang juga harus berhadapan dengan kapal nelayan asing yang dilindungi oleh kapal patroli negaranya," ujar Yusa. (mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan