jpnn.com, JAKARTA - Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun ini sangat berbeda dengan sebelumnya. Semuanya dilakukan secara virtual.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pada puncak peringatan Hardiknas 2020 dengan tema "Hari Pendidikan Nasional Belajar dari COVID-19" yang disiarkan langsung di TVRI, memberikan banyak arahan bagi para guru dan orang tua dalam menjalankan belajar dari rumah.
BACA JUGA: Pesan Menyentuh Mendikbud Nadiem di Peringatan Hardiknas
Mendikbud Nadiem meminta guru dan orang tua berkolaborasi menciptakan pembelajaran dari rumah yang menyenangkan bagi siswa.
Mendikbud membagi tips bagi para guru agar bisa menciptakan pembelajaran daring yang menyenangkan bagi siswa. Ada 7 tips yang dibagi Mendikbud Nadiem, yaitu:
BACA JUGA: Si Doel Minta Semua Kalangan Bantu Mas Nadiem Memajukan Rumah Belajar
Pertama, jangan stres. Menurut Mendikbud Nadiem ini adalah masa adaptasi, pasti tidak mudah, penuh dengan kebingungan, ketidakpastian. Ini normal. Jadi jangan khawatir tetapi yakini bahwa cara terbaik untuk belajar suatu hal baru adalah keluar dari zona nyaman tersebut.
Dan, itu satu-satunya cara untuk memperbaiki diri. Jadi walaupun banyak guru, orang tua, ataupun murid yang masih asing dengan teknologi misalnya, tidak apa-apa. Itu perasaan yang normal tetapi yang penting kita setiap hari mencoba untuk mempelajari bagaimana metode terbaik. Sebab tidak ada satu jalan untuk menemukan cara paling tepat.
BACA JUGA: Hardiknas Belajar dari COVID-19 dan Strategi Kemendikbud Tegakkan KBM
Kedua, cobalah membagi kelas menjadi kelompok yang lebih kecil. Ini mungkin menjadi sesuatu yang baru bagi guru-guru. Namun, ini saatnya kita mencoba hal baru. Janganlah takut bereksperimen dengan cara-cara baru. Ini adalah kesempatan kita untuk berinovasi.
Banyak pengajar sekarang sebatas memberikan materi/tugas lalu hasilnya dievaluasi. Ini memang wajar dalam situasi sulit seperti ini, pasti banyak yang main aman saja, memberikan tugas secara tertulis.
Setelah selesai dikerjakan siswa kemudian dikoreksi guru dan diberikan angka. Cara ini kemudian dilakukan besok dan besoknya lagi. Namun, mungkin ada cara lain yang lebih efektif. Tidak semua murid punya level kompetensi yang sama. Yang unggul di satu bidang belum tentu di bidang lain.
"Cobalah membagi kelompok belajar berdasarkan kompetensi yang sama," ujarnya.
Dia mencontohkan, kalau dalam sehari ada 5 jam mengajar, kenapa harus satu kelas diajar serentak lewat video conference atau diskusi virtual. Kenapa satu kelas diberikan tugas yang sama.
Sebagai contoh juga, 5 jam mengajar dalam sehari itu bisa dibagi menjadi 5 kelompok yang lebih kecil, masing-masing 1 jam lewat video converence. Namun, setiap kelompok fokus pada topik yang mungkin paling menyulitkan bagi siswa, materi paling menarik bagi siswa.
Ketiga, project based learning. Belajar dari rumah kata Mendikbud, bukan berarti belajar sendiri. Kalau kelas sudah dibagi menjadi kelompok yang lebih kecil, para pengajar bisa memberikan grup project science.
Dengan ini para siswa belajar bertanggung jawab dalam grup yang lebih besar. Angka mereka terikat satu sama lain. Dan ini menciptakan suatu tantangan untuk berkolaborasi. Mereka terpaksa untuk bekerja sama dan ini melatih empati siswa serta kemampuan mendorong teman-temannya lain untuk maju.
Dari sini azas gotong royong siswa terbentuk. Jadi membagi kelas menjadi kelompok kecil ini membuka banyak kesempatan untuk projects based learning yang luar biasa.
"Ini memang tidak langsung lancar. Saya jamin itu, tetapi sudah harus mulai dicoba. Jangan remehkan kemampuan anak untuk mengatur dirinya jika mereka saling bergantung pada murid lainnya. Pasti banyak guru dan orang tua yang terkejut melihat level motivasi mereka yang meningkat," bebernya.
Keempat, alokasikan lebih banyak waktu bagi siswa yang tertinggal. Mungkinkah ini kesempatan memberikan fokus lebih banyak bagi murid-murid yang tertinggal di kelas sehingga mereka lebih percaya diri saat mereka bergabung lagi di kelas, saat krisis COVID-19 ini sudah berakhir. Jadi mereka bisa mengejar dalam waktu ini.
Mungkinkah ini kesempatan untuk melibatkan orang tua memahami dan membantu apa tantangan anak-anak mereka yang mungkin tertinggal di kelas. Yang mungkin pembelajarannya terganggu atau lebih lambat di satu topik tertentu. Sebab, ada beberapa anak-anak jelas butuh bantuan lebih banyak. Ada juga anak-anak yang mungkin lebih independen.
"Jadi kenapa guru harus membagi waktu secara rata bagi semua anak. Mungkinkah ini kesempatan untuk membantu anak-anak yang tertinggal dan lebih membutuhkan bantuan," ujarnya.
Kelima, fokus pada yang terpenting. Kalau kita mau mengerjakan semuanya kejar tayang silabus saja pasti akan sub obtimal dan tidak akan efektif. Ini saatnya bereksperimentasi di mana alokasi waktu. Kenapa semua mata pelajaran harus diberikan waktu yang sama di metode online learning ini.
Mungkinkah ini kesempatan untuk mengejar konsep-konsep mendasar yang tadinya tertinggal. Daripada kejar tayang semua topik, mungkin ini kesempatan emas untuk menguatkan konsep-konsep fundamental yang mendasar kemampuan murid-murid untuk bisa sukses di mapel apapun. Contohnya literasi, atau pendidikan karakter.
Keenam, sering mencontoh antarguru. Guru, kata Nadiem, harus sering-sering meniru pengajar lain. Ada banyak guru berinovasi dengan metode belajar online. Sama seperti murid, ada guru yang lebih cepat, lebih lambat beradaptasi dengan teknologi. Jangan ragu-ragu meminta tolong pada guru lain.
Jangan malu-malu meminta contoh-contoh dari guru yang lain. Sekarang dengan video conference mudah sekali untuk nimbrung di classroom yang lain. Minta izin pada guru tersebut, boleh tidak saya mengobservasi kelas anda melalui diskusi virtual. Apa yang guru itu lakukan, bagaimana mereka menyampaikan bahan, bagaimana mereka meggunakan fitur-fitur software.
Bagi guru-guru yang sudah akrab dengan teknologi, Nadiem meminta agar mengajak pengajar lain masuk dalam kelas virtual agar bisa melihat dan menginspirasi mereka. Ini adalah kesempatan emas untuk guru-guru nimbrung secara digital dalam kelas virtual tenaga pengajar yang sudah canggih.
"Ini yang saya maksudkan mencontoh guru-guru yang sudah canggih. Ini akan meningkatkan semangat guru karena mereka bisa melihat apa yang dilakukan pengajar di kelas virtual berbeda dengan kelas biasa," bebernya.
Ketujuh, have fun. Nadiem mengatakan, mengajar itu tidak mudah tetapi siapa bilang harus membosankan. Walaupun kita di dalam krisis, ini saatnya mencoba hal-hal dari dulu yang mungkin kita masih ragu. Di dalam hati kita mungkin merasa ini yang terbaik untuk para guru dan siswa.
Inilah saatnya kita mendengarkan insting kita sebagai guru dan orang tua. Bukan hanya mengikuti proses seadanya saja. Seperti murid, inilah saatnya guru dan orang tua berinovasi dengan melakukan banyak mencoba serta berkarya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad