jpnn.com, SURABAYA - Pencurian data secara digital kian marak, contohnya beberapa hari lalu yang menimpa warga Amerika Serikat. Modusnya, pun, berbagai macam, bisa lewat media sosial, sms hingga website palsu.
Dosen Fakultas Sains dan Teknologi (FST) warga Universitas Airlangga (Unair) Badrus Zaman membagikan tips agar terhindar dari hal tersebut. Terutama di media sosial.
BACA JUGA: Aldi Taher Pansos di Media Sosial, Begini Tanggapan Sang Istri
Badrus mengimbau dalam bermedia sosial tidak membagikan informasi secara rinci karena semakin rentan data tersebut dicuri oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.
Social engineering menjadi awal mula maraknya penipuan dan pencurian data di media sosial. Artinya, data yang tersedia tidak harus dicuri, karena pengguna secara sadar atau tidak telah membagikan informasi miliknya.
BACA JUGA: 4 Bahaya Media Sosial Terhadap Hubungan Asmara
"Pemanfaatan informasi itu bisa membuat orang lain mengakuisisi akun pengguna, sehingga pemilik asli tidak bisa masuk ke akun media sosialnya," ujar dia, Kamis (22/4).
Untuk mencegah itu pengguna dapat memanfaatkan fitur double cross check yang berfungsi mengetahui apabila ada perangkat baru yang mengakses akun pengguna.
BACA JUGA: Gara-Gara Kasar di Media Sosial Kevin Durant Kena Denda Rp 726 Juta
Badrus menilai masih banyak pengguna yang tidak mengetahui adanya fitur tersebut. Sehingga kerentanan dicuri tergantung pemilik akun itu sendiri.
"Biasanya dipicu dengan pemiliknya yang kurang aware. Rata-rata sebagian besar menggunakan social engineering dengan pendekatan mengelabui pengguna yang asli,” jelas dia.
Selain akuisisi data, ada cara lain untuk mencuri data dengan memberikan informasi melalui kiriman link. Link itu akan menggiring seseorang yang mengekliknya menuju aplikasi atau script.
Misalnya, mencuri histroy aktivitas browser dan informasi yang tersimpan di folder ponsel atau laptop. Justru cara yang satu ini mudah diketahui dengan melihat linknya resmi atau tidak.
"Jadi, sederhananya lihat saja link-nya. Misalkan ada link detik dot com, sebelum detik dot com itu ada tambahan seperti detik blabla dot com. Biasanya yang sebelum dot com atau dot net itu enggak jelas berarti itu penipuan,” pungkas Badrus. (mcr12/jpnn)
Redaktur & Reporter : Arry Saputra