jpnn.com, JAKARTA - Para pakar kesehatan membolehkan salat Idul Fitri atau Id di luar rumah secara berjemaah pada masa pandemi.
Syaratnya, jemaah maupun penyelenggara salat Idulfitri mematuhi beberapa syarat terkait protokol kesehatan.
BACA JUGA: Bahaya Menyantap Gulai Daging, Opor Ayam, Rendang, Sambal Goreng Ati Sekaligus!
Para pakar mengemukakan pandangannya, ketika berbagai varian serta mutasi corona muncul.
Beberapa waktu lalu, E484Q dengan sedikit banyak ada kemiripan dengan mutasi E484K yang pertama kali di deteksi di Afrika Selatan dan Brasil, kemudian B1351 dan B117, misalnya sudah ditemukan di Indonesia.
BACA JUGA: Konsumsi Telur Ayam Jenis ini Memberikan Ketenangan, Coba deh!
Mutasi dan varian ini diketahui lebih menular ketimbang virus aslinya, sehingga mungkin saja berpengaruh pada efikasi vaksin.
Dokumen resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut vaksin AstraZeneca kemungkinan kurang efektif untuk B1351.
BACA JUGA: Antisipasi Kanker Kulit Pada Anak Sejak Dini, Begini Caranya!
Selain itu, belum ada laporan penelitian yang cukup memadai tentang efikasi Sinovac dan Sinopharm terhadap varian baru tersebut.
Karena itu, para pakar sepakat protokol kesehatan secara ketat menjadi hal wajib.
Demi menurunkan angka penularan dan menghindari klaster baru COVID-19, termasuk saat Lebaran.
Guru Besar Paru dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, masyarakat penting menjaga jarak.
Setidaknya satu meter dengan orang lain dan semua orang harus mengenakan masker, termasuk saat salat Id.
Hal ini sebenarnya juga berlaku saat melaksanakan salat tarawih selama ramadan dan salat wajib berjemaah di masjid.
Sementara itu, Ketua Tim Pedoman dan Protokol dari Tim Mitigasi PB IDI Eka Ginanjar menekankan pentingnya jemaah dan penyelenggara salat Id memperhatikan areanya.
Apakah masuk zona merah atau bukan, banyak pendatang dari luar area atau tidak, sehingga risikonya dapat dinilai.
Hal ini sesuai dengan isi surat edaran dari kementerian agama tentang panduan ibadah ramadan dan Idulfitri yang menyatakan, kegiatan-kegiatan ibadah dengan kapasitas 50 persen ruangan untuk wilayah berzona hijau dan kuning.
Sementara untuk wilayah yang masuk zona merah dan oranye, maka segala macam kegiatan ibadah dilarang karena dikhawatirkan akan menyebabkan klaster baru penularan di masyarakat.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga sudah mengatakan, pelaksanaan salat Id berjemaah hanya boleh dilakukan di zona hijau dan kuning dengan protokol kesehatan dan pembatasan 50 persen jemaah.
Menurut Eka yang mengambil spesialisasi penyakit dalam, sebelum jemaah melaksanakan shalat, perlu adanya pemeriksaan suhu tubuh.
Dia juga mengingatkan jangan sampai melanggar aturan menjaga jarak.
"Protokol kesehatan dilaksanakan ketat dengan mewajibkan pakai masker, screening suhu, mencuci tangan dan jangan berkerumun," kata dia kepada ANTARA.
Kemudian pada pelaksanaannya, semua orang wajib memerhatikan sejumlah hal. Yakni, memiliki ventilasi bagus apabila di dalam ruangan, durasi pendek, serta jarak terjaga dengan pengaturan shaf yang baik.
Soal masker dan tips aman lainnya sebelum salat
Lebih khusus mengenai masker, para pakar kesehatan mengutamakan masker bedah yang pas di wajah ketimbang masker kain.
Masker bisa menghalangi partikel air liur yang keluar dari mulut dan hidung mengenai orang lain.
Masker bedah khususnya memiliki kemampuan filtrasi lebih baik dengan memblokir partikel lebih kecil dan menawarkan lebih banyak perlindungan pada pemakainya daripada masker kain satu lapis.
Fungsi ini akan baik apabila Anda mengenakannya secara benar, termasuk menggantinya rutin.
Dokter spesialis gizi klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional "Veteran", Jakarta, Yohan Samudra mewajibkan Anda tidak melepas masker hingga kembali ke rumah masing-masing.
"Tentu saja semua diwajibkan memakai masker dan tidak dilepas hingga kembali ke rumah masing-masing," kata Yohan.
Kemudian mengenai lokasi pelaksanaan shalat, para pakar termasuk Tim Mitigasi COVID-19 PB IDI, dr. Ulul Albab merekomendasikan tempat terbuka.
Seperti lapangan sepak bola atau parkiran, sehingga sirkulasi udara cukup serta dapat menjaga jarak dengan baik, ketimbang di dalam ruangan di tempat terbuka.
"Salat Id di tempat terbuka dianjurkan dibandingkan di tempat tertutup, dan penggunaan masker bedah lebih diutamakan dibandingkan masker kain," kata Ulul.
Kalaupun berlangsung di ruang tertutup, Yoga yang pernah menjabat Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Kepala Balitbangkes itu menyarankan pihak penyelenggara salat Id memastikan ada aliran udara di dalam ruangan yang memadai, demi menurunkan kemungkinan penularan COVID-19 saat salat.
Yohan yang berpraktik di Primaya Hospital Tangerang itu juga menyarankan mengambil wudhu dahulu di rumah dan segera mencuci perlengkapan salat saat sampai di rumah.
Di sisi lain, Ulul mengingatkan Anda tidak memaksakan diri berangkat ke lokasi shalat padahal kondisi tubuh tak fit semisal ada gejala batuk, pilek atau demam.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, dr. Muh. Khidri Alwi menambahkan, pelaksanaan shalat dengan menerapkan protokol kesehatan diharapkan tidak menempatkan jemaah pada risiko terkena COVID-19.
"Betul-betul patuhi protokol kesehatan. Kalau salat berdempet-dempetan, kita ragu juga. Risiko jauh lebih berkurang kalau di lapangan dibandingkan di masjid karena terbuka. Apabila ada tanda-tanda sakit semisal batuk atau demam sebaiknya tidak salat (Id berjamaah)," tutur dia.
Jadi, walau pemerintah sudah membolehkan pelaksanaan shalat Id berjemaah di masa pandemi ini, namun orang-orang tetap harus menerapkan protokol kesehatan.
Pelaksanaan salat dianjurkan dilakukan di tempat terbuka dan orang-orang sebaiknya mengenakan masker bedah selama ibadah berlangsung hingga kembali ke rumah masing-masing.
Walau begitu, sebenarnya tidak ada masalah juga bila menunaikan salat Id di rumah dan tak membuat kerumunan.
Pilihan ini bisa menjadi upaya Anda menghindari diri, keluarga dan lingkungan dari terpapar COVID-19.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang