jpnn.com - Sekilas tak ada yang spesifik dari bangunan kantor Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat, yang terletak di Jalan Asia Afrika, Bandung. Kemegahan arsitektur bangunan peninggalan Belanda di sekelilingnya, lebih mencuri perhatian daripada memerhatikan secara seksama prasasti yang ada di depan gedung tersebut.
Ken Girsang, BANDUNG
BACA JUGA: Masih Satu Suku, Hanya Dipisahkan Batas Dua Negara
Apalagi di sekitar Jalan Asia Afrika Bandung terdapat sejumlah bangunan tua. Di antaranya, Gedung Merdeka, tempat berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika 1955. Gedung ini diketahui dibangun pada 1895.
Kemudian Gedung Sate, Hotel Savoy Homann dan Gedung De Vries. Gedung ini pada masa lampau dikenal sebagai toko serba ada pertama di Kota Bandung, milik orang Belanda bernama Andreas de Vries.
Ia datang ke Bandung pada 1899 lalu. Gedung De Vries kini disebut milik OCBC NISP. Bangunan masih menyerupai bentuk asli, karena pemugaran tak diizinkan mengubah model bangunan.
Banyaknya bangunan klasik di Jalan Asia Afrika, membuat sebongkah tugu kecil yang tingginya kurang dari satu meter bertuliskan BDG (Bandung) 0 (Nol) di depan kantor Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat, luput dari perhatian.
Beberapa pengunjung yang berjalan-jalan di sekitar Jalan Asia Afrika baru tergelitik untuk mendekat, karena persis di depan kantor tersebut terdapat sebuah mesin penggilingan (stoomwals) kuno, menyerupai lokomotif tua.
Di depan monumen itu juga terdapat dua huruf kapital KM dan satu angka 0 (nol) yang tingginya sekitar satu meter. Membuat pengunjung yang lewat tergelitik untuk sekadar berfoto di tempat tersebut.
Begitu mendekat, barulah terlihat sebuah prasasti yang diberi judul, 'Prasasti Bandoeng "0" (Nol)'. Dalam prasasti dikisahkan, "HW (Herman Willem) Daendels, Gubernur Jenderal (1808-1811) yang ditugaskan oleh Pemerintah Hindia Belanda, mengemban tugas salah satunya harus membangun Jalan Raya Pos (Grote Postweg) dari Anyer (Banten) sampai ke Panarukan (Jawa Timur)".
Disebutkan, tujuan utama membangun Jalan Raya Pos untuk memperlancar komunikasi antar daerah dalam rangka memperkuat pertahanan di Pulau Jawa.
Selain itu juga dijelaskan, seusai pembangunan jembatan sungai Cikapundung pada sekitar 1810, untuk pertama kalinya Daendels dan Bupati Bandung RAA Wiranatakusumah II melanjutkan berjalan kaki.
"Sesampainya di tempat itu, Daendels sambil menancapkan tongkat kayu berkata, 'zorg, dat als ik terug kom hier een staad is gebouwd. Artinya 'usahakan jika aku kembali ke sini, di daerah ini telah dibangun sebuah kota".
Atas perintah itu, Wiranatakusumah akhirnya memindahkan pusat pemerintahan kabupaten Bandung ke wilayah dimana Daendels menancapkan tongkatnya. Tepatnya pada 25 September 1810. Tanggal itu kemudian diperingati sebagai hari jadi Kota Bandung.
Pada bagian akhir prasasti dijelaskan, di tempat itu pula masyarakat membuat patok berupa tugu yang menyatakan tanda kilometer nol Kota Bandung.
Di area titik nol kilometer yang luasnya hanya beberapa meter persegi tersebut, juga terdapat patung replika wajah empat tokoh. Di bagian kiri monumen mesin penggilingan (stoomwals) kuno, terdapat dua patung replika wajah.
Masing-masing HW Daendels, Gubernur Jenderal Hindia-Belanda ke-36. Daendels lahir di Hatem, Belanda pada 21 Oktober 1762.
Di sampingnya terdapat patung replika wajah RA Wiranatakusumah II, Bupati Bandung ke-6 yang menjabat dari 1794-1829. Pria yang memiliki nama kecil Indradireja ini disebut-sebut sebagai pendiri Kota Bandung.
Di sebelah kanan monumen terdapat patung replika wajah proklamator kemerdekaan Indonesia, Bung Karno. Persis di sebelahnya patung replika wajah Mas Soetardjo Kartohadikusumo, Gubernur Jawa Barat pertama.
Soetardjo merupakan suku Jawa, yang lahir di Kunduran, Blora, Jawa Tengah pada 22 Oktober 1892. Ia juga dikenal sebagai tokoh nasional yang aktif di Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Soetardjo pernah menjabat ketua Persatuan Pegawai Bestuur Bumiputera (PPBB) pada 1936.
Penempatan patung replika Daendels di area titik nol kilometer Bandung ini cukup menggelitik. Pasalnya, sejumlah pejabat Belanda yang menentang Daendels dikabarkan menulis laporan bahwa pria tersebut sangat kejam.
Demi membangun Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan sejauh seribu kilometer, Daendels memberlakukan kerja rodi.
Kabarnya, banyak pekerja yang merupakan masyarakat Sunda meninggal saat membangun jalan tersebut. Umumnya karena kelelahan. Kabar lain juga menyatakan pekerja yang meninggal tidak dikuburkan secara layak.
Karena itu, tidak heran jika kemudian penempatan patung Daendels di antara tiga patung lainnya cukup menggelitik rasa keingintahuan.
Kabarnya, untuk mengingat jasa Daendels di luar akibat yang ditimbulkan. Keberadaan Jalan raya Pos Anyer-Panarukan diyakini membawa Bandung berkembang menjadi kota yang maju.
Oh iya, Tugu nol kilometer diresmikan Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan pada 18 Mei 2004. Didedikasikan bagi korban kerja paksa pembangunan Jalan raya Pos Anyer-Panarukan.
Tugu itu telah direnovasi pada 2016 lalu, sejak itu pula ada penambahan patung replika wajah empat tokoh di lokasi tersebut.***
Redaktur & Reporter : Ken Girsang