"Kami khawatir kalau Pak Tito tidak bijaksana, kekerasan di Papua terus berlanjut," ujar Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Haris Azhar di Jakarta kemarin. Kontras selama ini aktif mendampingi korban kekerasan di Papua.
Menurut Haris, Papua butuh pendekatan non kekerasan. "Dipilihnya seorang komandan Densus menjadi Kapolda menjadi sinyal bahwa kekerasan bisa saja digunakan. Kami harap pak Tito bijak," katanya.
Densus 88 selama ini tidak tepat jika digunakan untuk memberantas separatisme. "Kita juga berharap tidak ada sentiment negatif antar otoritas keamanan, misalnya antara TNI dan Polri di Papua," katanya.
Kondisi Papua memang saat ini berada dalam level yang selalu siaga. Penembakan misterius kerap terjadi. Bahkan seorang Kapolsek Mulia Ajun Komisaris Polisi Dominggus Oktavianus Awes tewas ditembak orang tak dikenal. Korban tewas saat sedang menjaga Bandara Mulia, Papua oleh senjatanya sendiri yang berhasil dirampas oleh si penyerang.
Sebelum resmi bertugas sebagai Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Karnavian, mantan Kepala Densus 88 kini menjabat Deputi Penindakan dan Peningkatan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT). Jika dibandingkan kapolda-kapolda seluruh Indonesia, Tito Karnavian adalah kapolda termuda. Apalagi statusnya yang memimpin Polda Papua, wilayah yang dikategorikan tipe A, yang berarti tingkat gangguan keamanannya tinggi sehingga pejabat kapoldanya berpangkat inspektur jenderal alias bintang dua.
Tito Karnavian merupakan lulusan Akpol tahun 1987. Dia lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 26 Oktober 1964. Di umurnya yang 47 tahun, di angkatannya, dialah yang pertama menembus level bintang dua. Dia mendapat kenaikan pangkat dari brigjen pada 22 Maret 2012 lalu.
Selepas Akpol, karier Tito lebih banyak dihabiskan di bagian reserse dan kemudian intelijen. Dia sempat mengenyam pendidikan di University of Exeter di Inggris tahun 1993 dan meraih gelar MA dalam bidang police studies. Tito juga menyelesaikan pendidikan di Massey University Auckland di Selandia Baru tahun 1998 dalam bidang strategic studies, dan mengikuti pendidikan di Nanyang Technological University, Singapura, tahun 2008 sebagai kandidat PhD juga dalam bidang strategic studies.
Nama Tito mulai dikenal publik ketika tahun 2001, saat berhasil menangkap Tommy Soeharto yang menjadi buron dalam kasus pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita. Berpangkat komisaris ketika itu, dia memimpin sebuah tim yang selama berbulan-bulan mengejar Tomy. Atas keberhasilan tim tersebut menangkap Tommy, Kapolri Jenderal S Bimantoro menaikkan pangkat semua anggota tim.
Jadilah Tito berpangkat ajun komisaris besar polisi (AKBP). Umurnya baru 35 tahun ketika itu saat menjadi perwira termuda yang menyandang dua melati di pundaknya. Tahun 2004, ketika saat Densus 88 Antiteror dibentuk oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Firman Gani, Tito dipercaya menjadi perwira yang memimpin salah satu tim yang terdiri dari 75 personel.
Puncak prestasinya adalah mengungkap jaringan teroris Dr Azahari dan kelompoknya di Batu, Malang, Jawa Timur, 9 November 2005. Di bawah pimpinannya, Densus 88 Antiteror juga berhasil menangkap 19 dari 29 warga Poso yang masuk dalam DPO di Kecamatan Poso Kota, 2 Januari 2007.
Tito dan sejumlah perwira Polri lainnya juga sukses membongkar konflik Poso dan meringkus orang-orang yang terlibat di balik konflik tersebut. Tito dan timnya juga berhasil melumpuhkan jaringan Noordin M Top dalam pengepungan teroris di Solo pada 17 September 2009 yang menewaskan empat orang.
Tito mencapai karier tertingginya di Densus 88 ketika memimpin detasemen itu sejak November 2009 menggantikan Brigjen Pol Saud Usman Nasution. Selang setahun, Tito digeser menjadi Deputi Penindakan dan Peningkatan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).
Saat dikontak Jawa Pos, Tito belum mau berkomentar banyak soal penugasannya di tempat yang baru. "Kuncinya berdoa, bismilah saja, ini penugasan negara yang tentu siap saya jalani apapun resikonya," katanya.(rdl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Janji Bantu Pulangkan Buronan BLBI
Redaktur : Tim Redaksi