Tjiptono Setyobudi: Migrasi TV Analog ke Digital Suatu Keharusan

Jumat, 17 Desember 2021 – 02:35 WIB
Praktisi televisi Tjiptono Setyobudi dalam acara Bincang Santai Teras LPPM Akademi Televisi Indonesia (ATVI) melalui channel Youtube, Kamis malam (16/12/2021). Foto: Tangkapan layar channael Youtube

jpnn.com, JAKARTA - Migrasi dari siaran analog ke TV digital merupakan suatu keniscayaan sekaligus bagian dari perkembangan teknologi yang ada.

Oleh karena itu, pada 2 November 2022, siaran TV analog yang sudah mengudara 60 tahun di tanah air, tidak dapat dinikmati lagi dan digantikan dengan digital TV.  

BACA JUGA: Siaran TV Analog Mulai Dipadamkan 17 Agustus, Pemerintah Kasih Solusi Begini

“Untuk saat ini, para penyelenggara TV pada umumnya melakukan apa yang disebut  simulcast, yaitu melakukan siaran simultan antara analog dan digital, sambil menunggu Analog Switch Off 2 November 2022,” kata praktisi televisi Tjiptono Setyobudi dalam acara Bincang Santai Teras LPPM Akademi Televisi Indonesia (ATVI) melalui channel YouTube, Kamis malam (16/12/2021).

Dalam acara yang dipandu praktisi televisi yang juga Sekretaris Program Studi ATVI Frisca Artinus ini, Tjiptono mengatakan makna simulcast berarti Siaran analog dan digital masih bisa dinikmati bersamaan atau paralel. Pada 2 November 2022, siaran analog sudah tidak bisa dinikmati sama sekali

BACA JUGA: 5 Daerah ini Siap-siap ya, Siaran TV Analog Mulai Dipadamkan 17 Agustus Nanti

Dengan perubahan mendasar ini, tentu banyak pertanyaan, apakah migrasi ini berdampak pada masyarakat.

Menurut Tjiptono yang juga Wakil Direktur ATVI, pada prinsipnya, masyarakat tidak mengalami perubahan. Apa yang ditonton saat ini gratis akan tetap gratis atau istilahnya free to air, tetapi kualitas gambar yang lebih jernih dan teknologi canggih, memungkinkan interaktif juga ke depannya dan yang pasti gratis dan aman. 

BACA JUGA: Munarman Bilang jika Dirinya Teroris, Presiden, Panglima TNI, Kapolri, Sudah Pindah ke Alam Lain

“Kenapa aman? Karena masih dalam pengawasan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk semua tayang-tayangan siaran televisi digital,” katanya. 

Tjiptono menjelaskan hanya sedikit menambah alat set top box untuk mengonversi dari sinyal digital ke analog karena TV di masyarakat kita pada umumnya masih analog.

Kalau TV kita sudah memiliki fasilitas digital televisi (DTV) akan dapat langsung menikmatinya.

Acara Bincang Santai Teras LPP ATVI ini sesungguhnya mengandung konten yang bermanfaat bagi banyak kalangan, apalagi mahasiswa dan dosen.

Kegiatan dwi mingguan ini merupakan kolaborasi dengan Mastepedia, Taman Bacaan Bukit Duri Bercerita dan didukung oleh Dana, penerbit Prenada Jakarta dan Penerbit Diomedia, Solo. 

Bagi penanya terpilih, mendapat suvenir berupa buku, dan juga voucer Dana.

Manfaat Migrasi TV Digital

Dalam perbincangan di Teras LPPM ATVI ini banyak pertanyaan yang berkembang, terutama informasi apa dan bagaimana bagi masyarakat. 

Menurut Tjiptono, masyarakat akan mendapatkan banyak manfaat. Di samping tontonan tayangan dengan kualitas yang bersih dengan teknologi cangih, juga akan mendapatkan banyak pilihan channel hiburan dan informasi.

Selain itu, mudah mengakses di mana pun dan kapan pun selama di dalam coverage area yang terdapat sinyal digital televisi secara terestrial.

“Secara institusi, akan berkembang banyak kanal TV baru, sehingga memungkinkan para pengelola stasiun televisi membuat kanal-kanal televisi yang lebih spesifik dan tersegmentasi,” kata dia.

Dia mencontohkan kanal untuk televisi anak-anak, rohani, olahraga, musik dan lain-lain. Dari sini nanti akan berkembang atau tumbuh content–content creator baru, sehingga akan tumbuh juga keperluan sumber daya manusia (SDM).

Menanggapi pertanyaan, apakah migrasi ke TV digital ini akan mengubah pola siaran dan pola menonton di masyarakat.

Tjiptono menjelaskan secara fisik untuk menonton siaran televisi digital akan lebih fleksible. Kalau sebelumnya mungkin hanya terdiam di ruang tamu, ke depan akan lebih bisa leluasa dalam memindah-mindahkan perangkat penerima digital televisi (mobile). 

“Secara program, para pengelola bisa membuat rangkaian acara yang berkesinambungan, membuat kebiasaan baru dalam menonton dan menciptakan primetime acara,” kata dia.

Dari sisi persaingan industri Over The Top (OTT) dan Video On Demand (VOD) lebih  terbuka juga dipertanyakan.

Untuk hal ini, Tjiptono menjelaskan secara prinsip, untuk saat ini segmentasi DTV, OTT dan VOD masih agak berbeda. Para pengelola media pada umumnya lebih menyukai dengan mengonvergensi media, sehingga saling melengkapi dan bersinergi. 

“Biasanya para pengelola televisi akan memberikan keuntungan pada pengiklan dengan menyiarkan secara bersamaan, antara yang berbasis frekuensi dan berbasis jaringan (data),” katanya. 

Terkait mahasiswa, karena peserta obrolan Teras LPPM ATVI ini juga banyak mahasiswa, apa yang perlu disikapi para mahasiswa yang belajar broadcast televisi, apakah masih mempunyai relevansi?

Menurut Tjiptono, pendekatan pembelajaran produksi media masih sangat mempunyai relevansi yang sangat tinggi. Karena yang berbeda hanyalah platform tayangannya. 

“Sebab, tahapan proses produksi praproduksi, proses produksi dan pascaproduksi tetap digunakan, bahkan akan berkembang pesat karena keperluan akan banyaknya konten acara yang diperlukan sebagai konsekuensi dari banyaknya kanal televisi yang akan hadir,” ujar Tjiptono.(fri/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler