Tjokorda Pemecutan XI dan Eksistensi Kampung Muslim di Tengah Mayoritas Hindu

Sabtu, 25 Desember 2021 – 17:45 WIB
Warga Hindu dan muslim di Bali mengangkat jenazah tokoh masyarakat Bali Ida Tjokorda Pemecutan XI. Foto: Semeton Puri Pemecutan for JPNN.com.

jpnn.com - Tokoh masyarakat Bali Ida Tjokorda Pemecutan XI meninggal dunia pada Rabu lalu (22/12). Kepergian raja Puri Pemecutan itu meninggalkan duka mendalam, termasuk bagi warga Kampung Muslim di Desa Kepaon, Denpasar.

Laporan AS Prayogi & Ni Ketut Efrata, Bali

BACA JUGA: Bali Berduka, Raja Puri Pemecutan Meninggal Dunia, Syukur: Tragedi Pilu

COK Pemecutan -panggilan kondang Ida Tjokorda Pemecutan XI- dikenal sebagai tokoh yang getol menjaga keharmonisan antar-pemeluk agama di Bali. Penerus takhta Puri Pemecutan itu punya peran besar dalam menjaga kerukunan penganut Hindu dengan minoritas umat Islam di Kampung Muslim.

Kiprah Cok Pemecutan dalam membina keharmonisan umat beragama telah terdokumentasikan dalam buku 'Wajah Agama di Media' terbitan Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) pada 2010.

BACA JUGA: Isak Tangis Warga NTT Iringi Pelepasan Jenazah Frans Lebu Raya di Bali

Dalam buku itu, Cok Pemecutan yang bernama asli Anak Agung Ngurah Manik Parasara menuturkan sejarah tentang keharmonisan warga Hindu dan umat Islam di Desa Kepaon.

Menurutnya, hubungan Puri Pemecutan dengan warga muslim di Kepaon sudah terbina sejak ratusan tahun silam.

BACA JUGA: Keajaiban di Wonoagung saat Erupsi Semeru

“Kami tidak akan pernah jauh, karena ada hubungan darah," ujar Cok Pemecutan sebagaimana dinukil dari tulisan berjudul “Tradisi Ngejot dan Megibung Simbol Harmoni Agama di Bali” dalam buku tersebut.

Sejarah keharmonisan warga Hindu dengan umat Islam di Desa Adat Kepaon tak terlepas dari kisah beberapa abad. Hubungan harmonis itu berawal ketika Gusti Ayu Made Rai, putri raja Puri Pemecutan, didera sakit yang tak bisa disembuhkan.

Raja Pemecutan pun menggelar sayembara demi mencari obat bagi kesembuhan putrinya. Siapa pun yang mampu menyembuhkan Gusti Ayu Made Rai akan mendapat hadiah dari Raja Pemecutan.

Jika yang menyembuhkan itu perempuan, Raja Pemecutan akan menjadikan penyembuh itu saudari bagi putrinya.

Bila yang menyembuhkan seorang laki-laki, Raja Pemecutan akan menjodohkannya dengan Gusti Ayu Made Rai.

Syahdan, ada Pangeran Cakraningrat IV sebagai satu-satunya orang yang mampu menyembuhkan sang putri. Pangeran dari kerajaan Madura itu merupakan seorang muslim.

Raja Pemecutan pun memenuhi janjinya. Putrinya menikah dengan Cakraningrat IV.

Pernikahan itu mengantar Gusti Ayu Made Rai menjadi seorang mualaf. Nama muslimatnya ialah Raden Ayu Siti Khotijah.

Keduanya melanjutkan hidup di Madura. Singkat cerita, Siti Khotijah pulang sejenak ke Bali dengan dikawal 40 prajurit untuk menghadiri upacara keagamaan di Puri Pemecutan.

Namun, ada kesalahpahaman di kalangan puri yang menyebabkan kematian sang putri. RA Siti Khotijah dimakamkan di Bali.

Walakin, para prajurit pengawal RA Khotijah tidak pulang ke Madura. Raja Pemecutan lantas menghadiahi mereka sepetak tanah di Kepaon yang kini masuk wilayah Kecamatan Denpasar Selatan.

Para prajurit tersebut menikah dengan warga setempat. Keturunan para prajurit itu membentuk sebuah perkampungan yang warganya memeluk Islam di tengah masyarakat penganut Hindu.

Hubungan darah itulah yang membuat keharmonisan Puri Pemecutan dengan warga Kampung Islam tak pudar. "Mungkin sejarah bisa dilupakan, tetapi darah tidak,” tutur Cok Pemecutan.

Pria ningrat Bali itu tak sekadar mengajukan klaim, tetapi juga bukti. Warga muslim dari Kampung Islam selalu terlibat kegiatan yang digelar keluarga Puri Pemecutan.

“Mereka (warga Kampung Islam, Red) selalu tangkil (datang) ke puri dalam acara-acara," tutur Cok Pemecutan.

Salah satu ahli waris Kerajaan Badung itu juga aktif mendatangi warga Kampung Muslim. Saat ada warga Kampung Muslim meninggal dunia, Cok Pemecutan pun datang melayat.

Ketika Ramadan, Cok Pemecutan juga menyediakan makanan iftar bagi warga Kampung Muslim. "Biasanya di sini saya membuat acara buka puasa bersama, dan mereka salat dahulu, lalu berbuka bersama keluarga di sini,” ucap Cok Pemecutan.

Oleh karena itu, warga Kampung Islam pun berdukacita dengan kepergian Cok Pemecutan. Salah seorang tokoh warga Kampung Islam, Subawai, merasa sangat kehilangan dengan kepergian tokoh yang dikenal sebagai pengayom warga muslim itu.

"Duka yang terjadi di Puri Pemecutan juga menjadi duka kami," kata Subawai kepada JPNN.com.

Mantan kepala dusun di Kampung Muslim itu menuturkan penguasa Puri Pemecutan secara turun-temurun mengayomi warga muslim dan menjaga keharmonisan antara penganut Hindu dengan umat Islam.

"Keberadaan beliau memimpin Puri Pemecutan mengikuti jejak para pendahulunya yang selalu aktif dalam kegiatan masyarakat, terutama di Kampung Islam Kepaon dan Serangan," ujar Subawai.

Memang Cok Pemecutan XI merupakan penganut Hindu. Namun, dia juga dikenal sangat memahami kehidupan Nabi Muhammad SAW.

"Bukan karena beliau mempelajari agama Islam, tetapi sebagai bukti bahwa ia ingin menyatu dengan semua rakyatnya dengan memahami keyakinan yang dianut rakyatnya," ulas Subawai.

Oleh karena itu, meski kini masyarakat tidak lagi hidup seperti pada zaman kerajaan di masa lampau, warga Kampung Islam tetap memperlakukan Cok Pemecutan layaknya seorang raja.

Subawai menganggap hal itu tak terlepas dari kemampuan luar biasa Cok Pemecutan dalam merangkul semua kalangan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung demi menjaga keharmonisan antar-umat beragama.

"Sikap toleransi yang beliau tumbuhkan di Denpasar merupakan wujud keharmonisan kelas dunia. Kami sungguh sangat kehilangan sosok Beliau," kata Subawai.

Duka mendalam atas kepergian Cok Pemecutan juga dirasakan warga muslim Kampung Bugis di Pulau Serangan, Denpasar Selatan.

Tokoh warga Kampung Bugis, Muhammad Syukur, menganggap Cok Pemecutan tetap rajanya.

"Beliau adalah raja kami, orang tua kami, yang selalu menolong dan memberi support kami warga Kampung Bugis Serangan," ucap Syukur.

Menurutnya, Cok Pemecutan selalu menyediakan waktu setiap Kampung Bugis Serangan membutuhkan bantuan materiel maupun imateriel.

Syukur yang kini menjadi juru kunci generasi kelima ahli waris Al-Quran kuno di Kampung Bugis Serangan itu menyebut Cok Pemecutan merupakan salah satu tokoh besar penjaga toleransi di Pulau Dewata.

"Terima kasih banyak atas semuanya, raja kami (Cok Pemecutan, red). Semoga perjuangan beliau untuk Bali dibalas oleh Tuhan dengan kebaikan dan kedamaian," kata Syukur. (jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : Boy
Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler