jpnn.com, JAKARTA - Program tol laut secara tak langsung mendorong kebutuhan terhadap penggunaan kapal di Indonesia.
Namun, kapal-kapal tersebut tak semuanya memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sesuai dengan keinginan pemerintah.
BACA JUGA: Budi Karya Dorong Percepatan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Api-Api
Deputi Teknologi Industri Rancang dan Rekayasa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Wahyu Widodo Pandoe mengakui sulitnya meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) bagi industri maritim di tanah air.
”Saat ini TKDN industri maritim kita masih di angka 30–35 persen. Masih butuh waktu hingga 2045 untuk meningkatkan TKDN di angka 70 persen,” paparnya saat acara The 2017 International Symposium on Hydrodynamics Testing Facilities for Supporting Indonesia Local Content Maritime Industry di Surabaya, Selasa (5/9).
BACA JUGA: Dukung Konektivitas, Kemenhub Bangun Daerah Pinggiran
Wahyu menambahkan, masalah paling utama untuk meningkatkan TKDN adalah terbatasnya suplai komponen maupun minimnya kemampuan industri dalam negeri untuk membuat mesin.
”Kita belum memiliki standardisasi terhadap komponen kapal dan penggunaan material. Saat ini kami masih melakukan kajian untuk hal tersebut. Untuk material, pemerintah seharusnya mewajibkan industri dalam negeri menggunakan besi dan baja domestik,” jelasnya.
BACA JUGA: Lewat Cara ini Pelni Tingkatkan Pelayanan Tol Laut
Karena itu, upaya peningkatan TKDN dinilai membutuhkan sinergi antarlembaga seperti Kemenristekdikti, Kemenperin, dan Kemenkomaritim.
”Ini tugas nasional, bukan hanya tugas satu lembaga. Sebagai negara maritim dan untuk memajukan program tol laut, sudah sewajarnya industri maritim kita terus ditingkatkan,” ujarnya.
Apalagi, saat ini industri kapal Indonesia baru berkontribusi kurang dari satu persen dibanding produksi kapal dunia.
Industri perkapalan nasional terus meningkat dengan jumlah galangan kapal sekitar 250 perusahaan hingga akhir 2016.
Total kapasitas produksi mencapai sekitar satu juta dwt (deadweight tonnage) per tahun untuk pembangunan baru.
Selain itu juga sekitar 12 juta dwt per tahun untuk reparasi kapal.
BPPT melalui salah satu unitnya yaitu Balai Teknologi Hidrodinamika (BTH) menjalankan tupoksinya sebagai laboratorium penunjang kemandirian industri maritim nasional.
Salah satu tantangan yang dihadapi BTH adalah kondisi alat-alat teknologi yang digunakan saat ini sudah cukup lama.
”Tahun ini kami menganggarkan Rp 110 miliar untuk revitalisasi alat-alat, terutama revitalisasi alat ukur, serta mesin pembuat baling-baling kapal, dan power meter,” ujar Kepala Balai Teknologi Hidrodinamika-BPPT Taufiq A. Setyanto. (vir/c21/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Guspurla Koarmabar Tangkap Kapal Tanpa Dokumen Lengkap
Redaktur & Reporter : Ragil