jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Taruna Merah Putih (TMP) kembali menyelenggarakan Pelatihan Menulis dan Fotografi Jurnalistik Angkatan II yang menyasar kadernya di Jawa Tengah, Sabtu (16/10).
Kegiatan yang diselenggarakan secara virtual ini menghadirkan dua narasumber yakni Fotografer Dokumenter dan Dosen Jurnalistik Taufan Wijaya dan Jurnalis Vivanews sekaligus penulis buku Di Balik Layar Jokowi, Agus Rahmat.
BACA JUGA: Kantor DPD Taruna Merah Putih Jabar Akan Diresmikan Minggu Ini
Pelatihan ini juga melibatkan para mentor yang mendampingi peserta dalam pelatihan tersebut yakni Sekjen DPP TMP Restu Hapsari, Ketua DPP TMP Bidang Seni dan Budaya Edo Kondologit, Ketua DPP Taruna Merah Putih Bidang Perempuan dan Anak Maya Sofia, Ketua DPD Taruna Merah Putih Provinsi DKI Jakarta Rolas Sitinjak, Ketua DPD Taruna Merah Putih Jawa Tengah Hendrar Prihadi, dan Pemimpin Umum Genial.id, Yayan Sopyani.
Sekjen DPP TMP Restu Hapsari dalam sambutannya mengatakan kita mengenal 4 pilar demokrasi yakni legislatif, eksekutif, yudikatif, dan pers. Pilar keempat demokrasi (pers) menjadi pilar penting untuk menyuarakan agar demokrasi bertumbuh makin baik.
BACA JUGA: Laksamana Yudo Pimpin Ziarah Serentak di Lima TMP Jelang HUT ke-76 TNI
Untuk itu, kata Restu, TMP menyadari bahwa para pemuda harus menjadi bagian dari yang akan menyuarakan demokrasi dengan berbagai konten terkait isu-isu ideologi dan kebangsaan, kebudayaan serta peradaban bangsa.
“Konteks hari ini terkait dengan dinamika berbangsa dan bernegara, para pemuda tidak hanya menjadi bagian dari penikmat hawa demokrasi yang sudah sangat bebas, tetapi juga harus menjadi bagian dari perkembangan peradaban bangsa," tegas Restu.
BACA JUGA: Taruna Merah Putih Bagikan 1.000 Paket Sembako Kepada Warga Terdampak Pandemi di Jabodetabek
Dengan pelatihan ini, kata Restu, kader TMP diharapkan dapat berkontribusi memublikasikan program-program keorganisasian TMP dan kepartaian PDI Perjuangan, menyampaikan pesan-pesan ideologi dan kebangsaan, kebudayaan dan peradaban bangsa.
Menurut Restu, kontribusi di bidang media dari para kader Taruna Merah Putih ini juga diharapkan akan berdampak besar dalam upaya pemenangan PDI Perjuangan di 2024 untuk makin dikenal program-programnya dan makin dicintai oleh rakyat.
Restu menilaiu demokrasi pasca reformasi perkembangannya sangat luar biasa, termasuk di bidang pers. Namun demikian ada tanggung jawab bagi insan pers.
Hal ini, menurut Restu, pernah ditegaskan oleh Bung Karno dalam silaturahmi insan pers Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tanggal 20 November 1965 di Bogor.
Bung Karno mengingatkan agar terus meng-upgrade kualitas dan memperdalam literasi melalui peningkatan budaya membaca.
“Dengan semangat membaca yang tinggi, maka kita dapat memilah isu-isu atau konten hoaks dan bernuansa SARA yang berseliweran di media sosial. Sebab, jika kita tidak menjadi bagian sebagai pemberi informasi yang benar atau menyuarakan kebenaran, maka kita sebenarnya telah membiarkan demokrasi Indonesia jatuh dan mengalami kemunduran,” kata dia.
Sementara itu, Agus Rahmat menyampaikan berita mempunyai arti cerita atau keterangan terkait kondisi realitas masyarakat yang tengah terjadi.
Agus menilai jurnalis adalah orang yang memberikan informasi, menggali informasi atau mencari fakta-fakta yang benar untuk disampaikan kepada masyarakat.
Jurnalis Vivanews itu menjelaskan unsur-unsur berita harus melingkupi keaktualan, kedekatan (proximity), penting (urgen), ketokohan, eksklusif, human interest, sedang trending, atau mengandung humor.
“Sebuah tulisan layak disebut berita jika mengandung 5W1H yaitu What (apa), Who (siapa), When (kapan, Where (di mana), Why (mengapa), dan How (bagaimana). Keenam unsur tersebut merupakan unsur yang paling dasar dan sebaiknya dikandung oleh sebuh berita," ujarnya.
Di sisi lain, menurut Agus, keingintahuan seorang jurnalis harus terus dibangun agar ia dapat menggali informasi secara mendalam dan detil dari sebuah kejadian atau peristiwa.
Agus berpesan agar jangan kaku ketika di lapangan. Seorang jurnalis harus mampu membangun kedekatan emosional dengan orang yang mau diwawancara.
Sebab, menurut Agus, ketika jurnalis tidak kaku dengan orang yang mau diwawancarai, maka dapat membangun faktor kedekatan secara personal sehingga akan dapat menggali informasi yang lebih dalam, dan hal ini akan menghasilkan nilai lebih dari sebuah berita.
“Hal-hal kecil akan menghasilkan sebuah nilai berita yang lebih baik dan kuat jika kita dapat menggali informasi dari berbagai sisi. Kemampuan wartawan tidak hanya menggambarkan apa yang diungkapkan oleh narasumber, tetapi mampu menggambarkan apa yang dia lihat dan apa yang dia rasakan. Hal itu akan memiliki bobot berita yang lebih kuat ketika diberitakan kepada khalayak ramai,” ungkapnya.
Adapun Taufan Wijaya selaku fotografer dokumenter dan dosen pengajar ilmu jurnalistik memaparkan foto jurnalistik (photojournalism) pertama kali dipopulerkan Clifton Edom lewat bukunya “Photojournalism Principles and Practices", 1976, yang kemudian karyanya dipakai sebagai referensi di kalangan fotografi jurnalisitik.
Dalam memahami dunia fotografi jurnalistik, menurut Taufan, perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, freedom: menyangkut independensi agar objektif. Kedua, technical ability: kemampuan teknis fotografi dan reportase. Ketiga, aeshetic sensitivity: dimaknai sebagai jiwa seni atau peka terhadap keindahan.
Keempat, energy and ethics yakni energi fisik maupun psikis serta berpedoman pada etika profesi. Kelima, intellectual curiosity yakni selalu penasaran, selalu bertanya-tanya untuk mencari jawaban.
Selain itu, tambahnya, dalam menulis caption di foto yang mau diangkat ke media, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah dengan mencantumkan unsur 5W1H. Nama orang yang dicantumkan dalam caption harus jelas, What narasinya pendek, untuk Where, mencantumkan nama lokasi dengan jelas.
When, mencantumkan tanggal dan tahun, tetapi jika ada peristiwa penting seperti kebakaran atau peristiwa gempa bumi harus lebih spesifik dengan mencantumkan waktu kejadian, ditambah dengan Why, menjelaskan alasan yang difoto dengan narasi yang tepat.
“Untuk mendapatkan bahan fotografi, sumber informasi bisa diperoleh dari penggunaan media sosial, pemantauan media untuk follow up, pemonitoran grup percakapan, undangan dan press release juga relasi atau kedekatan dengan membina hubungan baik," ungkap Taufan.
Taufan menambahkan hal yang layak difoto antara lain harus yang baru, yang berkaitan dengan isu faktual dan yang menarik bagi pembaca. Hal ini penting karena pembaca membutuhkan informasi yang penting mengenai lingkungan dan dunia tempat tinggal mereka.
“Fotografi juga harus menampilkan suasana yang menarik, karena segala hal yang menarik adalah berita bagi pembaca. Nilai berita juga bisa memuat ketenaran, konflik dan teroris. Hal ini sering menjadi perhatian pembaca,” ungkap Taufan.
Selanjutnya, aktor film Red CobeX, Edo Kondologit yang sekaligus mentor dalam pelatihan ini menegaskan medan pertempuran para kader TMP ke depan adalah bagaimana konsisten menampilkan berita dan narasi-narasi positif untuk menghalau narasi-narasi negatif seperti hoaks, isue SARA, dan radikalisme.
“Para kader TMP harus dibangun keteguhan memegang prinsip untuk terus melawan narasi-narasi hoaks, isue SARA, dan radikalisme. Pelatihan ini juga memberikan pembelajaran yang sangat penting dengan mengubah mindset para kader TMP untuk memiliki semangat perlawanan terhadap berita-berita negatif dan provokatif, dengan menyebarkan semangat-semangat positif di ranah digital,” tegas penyanyi nasional penggemar musik jazz tersebut.
Wali Kota Semarang yang sekaligus Ketua DPD TMP Jawa Tengah Hendrar Prihadi mengatakan pelatihan jurnalistik untuk kader TMP menjadi sangat penting dalam era digital. Pasalnya, kader-kader TMP dapat memberikan semangat positif di ranah media dan media sosial untuk menggalang narasi positif dalam konteks pewarta penggerak, bukan pewarta penggertak.
Sebagai kader TMP, tentu gerakan yang dibangun adalah gerakan positif dengan menetralisir berita-berita hoaks dan provokatif. Pengalaman di Kota Semarang, pewarta penggerak menjadi salah satu pilar pembangunan di Kota Semarang.
Dia menyebut anak muda tidak hanya digembleng untuk memproduksi tulisan-tulisan positif terkait Kota Semarang, tetapi dilatih membuat konten, film, dan melahirkan karya-karya yang inovatif dan edukatif untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Era digital membuat semua orang dapat memiliki media pewarta sendiri dengan menulis konten dan berita yang positif dalam konteks pembangunan. Hal ini akan menjadi magnet bagi daerah lain. Makin banyak narasi positif yang diwartakan dalam media, maka sebuah kota akan menjadi perhatian dan dapat menarik wisatawan,” ujar Wali Kota Semarang itu.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich