jpnn.com, JAKARTA - PP Muhammadiyah melalui Fatwa Tarjih menyatakan mata uang kripto hukumnya haram, baik sebagai investasi dan alat tukar.
Dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.or.id PP Muhammadiyah menimbang hukum kripto lewat kerangka Etika Bisnis yang diputuskan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dalam Musyawarah Nasional XXVII di Padang 2003 sebagai seperangkat norma yang bertumpu pada akidah, syariat, dan akhlak yang diambil dari Al Qur’an dan Sunah Al Maqbulah yang digunakan sebagai tolok ukur dalam kegiatan bisnis serta hal-hal yang berhubungan dengannya.
BACA JUGA: Indodax Kembali Raih Startup Aset Kripto Terbaik dari Duniafintech Awards
Adapun pandangan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah terkait kripto terbagi menjadi dua, yakni sebagai berikut:
1. Kripto sebagai alat investasi memiliki banyak kekurangan jika ditinjau dari syariat Islam.
BACA JUGA: Binance Menjadi Platform Blockchain & Kripto Pertama yang Bergabung dengan NCFTA
Adapun kekurangan itu seperti sifat spekulatif yang sangat kentara. Nilai Bitcoin salah satu mata uang kritpo sangat fluktuatif dengan kenaikan atau keturunan yang tidak wajar.
Selain sifatnya yang spekulatif menggunakan Bitcoin juga mengandung gharar (ketidakjelasan). Bitcoin hanyalah angka-angka tanpa adanya underlying-asset (aset yang menjamin Bitcoin, seperti emas dan barang berharga lain).
BACA JUGA: Ramai Blockchain, Kripto dan NFT, Calon Investor Perlu Berhati-hati
Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat sebagaimana Firman Allah dan hadis Nabi SAW serta tidak memenuhi nilai dan tolok ukur etika bisnis menurut Muhammadiyah, khususnya dua poin ini, yaitu: tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90).
2. Kripto sebagai alat tukar sebenarnya hukum asalnya adalah boleh sebagaimana kaidah fikih dalam bermuamalah.
Penggunaan mata uang kripto sebenarnya mirip dengan skema barter, selama kedua belah pihak sama-sama rida, tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku. Namun, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah.
Bagi Majelis Tarjih, standar mata uang yang dijadikan sebagai alat tukar seharusnya memenuhi dua syarat diterima masyarakat dan disahkan negara yang dalam hal ini diwakili oleh otoritas resminya seperti bank sentral.
Penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar sendiri, bukan hanya belum disahkan negara kita, tetapi juga tidak memiliki otoritas resmi yang bertanggungjawab atasnya. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia