Tolak Impor Beras 1 Juta Ton, Politikus PAN Minta Bulog Segera Lakukan Penyerapan

Jumat, 12 Maret 2021 – 14:30 WIB
DPR Minta pemerintah batalkan impor beras karena stok cukup. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Slamet Aryadi menolak kebijakan impor beras.

Menurut Slamet, kebijakan itu yang telah melukai hati petani dan merusak kondisi harga di lapangan.

BACA JUGA: Kementan Dukung Kehadiran Smart Farming untuk Petani Milenial

"Intinya saya menolak impor beras karena sangat merugikan petani. Apalagi mereka sedang menghadapi panen raya. Harusnya diserap," ujar Slamet, Selasa, (9/3).

Slamet mengatakan, kebijakan impor beras merupakan cerminan kerja keras petani yang selama ini tidak dihargai sama sekali.

BACA JUGA: Dijodohkan dengan Mantan Kekasih Kaesang, Nicholas Sean Merespons Begini

Padahal, petani adalah tulang punggung atas berbagai proses jalanya pembangunan pertanian nasional.

"Saya kira yang harus dilakukan saat ini adalah membatalkan kebijakan impor dan mulai melakukan penyerapan hasil panen. Terutama peranan Bulog yang sangat dibutuhkan," tuturnya.

BACA JUGA: Suryo Minta Bulog Serap Hasil Panen Raya Padi di Jawa Tengah

Sebelumnya, Anggota Komisi IV lainya dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Andi Akmal Pasluddin juga meminta pemerintah agar membatalkan kebijakan impor beras 1 jura ton yang dialokasikan melalui Perum Bulog.

Menurut Andi, sebaiknya pemerintah membenahi setiap kebijakan agar tidak menyakiti para petani yang tengah berjuang meningkatkan produksi dalam negeri.

"Kami Fraksi PKS menolak kebijakan impor beras 1 juta ton. Bukan kami anti impor, tapi kalau impor ini malah menyengsarakan petani yang sekaligus menguntungkan para pemburu rente sungguh sangat keterlaluan. Jangan lagi pemerintah melakukan kebijakan yang malah merugikan petani dalam negeri," katanya.

Oleh karena itu, Andi mendesak agar pemerintah tidak melakukan sandiwara pada persoalan impor beras.

Apalagi, kata dia, pemerintah pernah melakukan kebijakan sunyi, di mana setahun lalu tiba-tiba ada impor, tanpa pembahasan dan penjelasan yang masuk akal.

"Kebijakan beras ini selalu banyak kontradiktif bila menyangkut persoalan impor. Alasannya dibuat-buat dan bertentangan dengan kondisi dalam negeri," katanya.

Senada dengan Komisi IV, Sekretaris Jenderal Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor meminta pemerintah agar meninjau kembali kebijakan impor beras.

Yadi menilai, kebijakan tersebut tidakk tepat, mengingat saat ini para petani di sejumlah daerah sedang menghadapi panen raya tahunan.

"Di beberapa wilayah pada saat ini sudah memasuki masa panen, seperti di Aceh, Sumut, Sumsel, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Papua, Sulsel, Sulteng, Sulut, Gorontalo, Kaltim, Kalteng serta Kalsel. Maka itu diharapkan pemerintah melalui Perum Bulog segera menyerap dan menampung hasil produksi padi di daerah-daerah tersebut," katanya.

Menurut Yadi, penyerapan Bulog menjadi sangat penting karena para petani di masa pandemi ini sudah bersusah payah memanfaatkan waktu, tenaga, dan modal usahanya untuk meningkatkan produksi, terutama dalam mengantisipasi kelangkaan pangan dengan merujuk anjuran Kementerian Pertanian.

Apalagi, kata Yadi, data BPS menyatakan bahwa pergerakan produksi beras pada 2020 lebih tinggi dari 2019.

Selain itu BPS juga merilis adanya peningkatan produksi padi pada 2021, yaitu potensi produksi padi subround Januari hingga April 2021 sebesar 25,37 juta ton GKG.

"KTNA sangat mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi agar berhati-hati dengan impor. Pak Presiden minta agar tidak menambah impor serta meningkatkan hasil produksi dalam negeri," tukasnya.(ikl/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siapa yang Bakal Mendampingi Aurel Hermansyah di Pelaminan, Ashanty atau Krisdayanti?


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler