Tolak RUU Sisdiknas, Guru Honorer & Swasta Siap Gabung Demo Buruh 6 September

Senin, 05 September 2022 – 14:42 WIB
Massa honorer K2 unjuk rasa menuntut diangkat menjadi CPNS. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Dewan Pembina Forum Pendidikan Tenaga Honorer Swasta Indonesia (FPTHSI) Didi Suprijadi meminta pemerintah dan DPR RI untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Ssistem Pendidikan Nasional atau RUU Sisdiknas.

Dia menilai pembahasan RUU Sisdiknas kurang tepat jika dilakukan sekarang.

BACA JUGA: Mahasiswa Tolak Kenaikan BBM, Demo di Depan Gedung DPRD NTB Sempat Tegang

"RUU Sisdiknas kurang tepat dibahas DPR RI sekarang dalam kondisi masyarakat resah akibat kenaikan BBM dan UU Omnibuslaw Cipta Kerja yang inkonstitusional," kata Didi kepada JPNN.com, Senin (5/9).

Eks pengurus Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) ini menegaskan jika pemerintah dan DPR mengotot membahas RUU Sisdiknas, maka tidak ada jalan lain guru-guru honorer dan swasta akan bergabung dengan buruh melakukan aksi serentak di seluruh Indonesia pada 6 September 2022.

BACA JUGA: Mahasiswa Demo Tolak Kenaikan BBM, 900 Personel Gabungan Bersiaga di Gedung DPRD Sumsel

Di tingkat pusat, demo buruh 6 September 2022 dalam rangka menolak kenaikan harga BBM akan dipusatkan di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta.

"Hanya satu kata lawan #tolak RUU Sisdiknas. #tolak omnibuslaw. #tolak kenaikan BBM," tegas Didi.

BACA JUGA: Guru Honorer & Swasta Menolak RUU Sisdiknas, 3 Alasannya Kuat

Dia menambahkan rencana pemerintah mengelola guru non-ASN menggunakan UU Ketenagakerjaan tidaklah lebih baik dibandingkan dengan UU Guru dan Dosen, terutama dalam kontrak kerja serta upah.

Dalam UU Omnibuslaw disebutkan pekerja akan dikontrak seumur hidup. Tidak ada pekerja tetap serta bisa melalui mekanisme alih daya (outsourcing).

Oleh sebab itu, terang Didi, karena status karyawan kontrak dan outsourcing berpotensi seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka hilang.

Begitu juga hak cuti hilang, hak upah atas cuti hilang. Cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan terancam hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang.

"Begitu pun dengan cuti panjang dan hak cuti panjang, juga berpotensi hilang," ucapnya.

Lebih lanjut dikatakan guru-guru non-ASN mengacu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas saja belum merasakan manfaatnya, apalagi dengan menggunakan UU Cipta Kerja Omnibuslaw yang kontroversial itu.

"UU Omnibuslaw saja ditolak oleh FPTHSI bersama afiliasi serikat pekerja lainnya dalam organisasi Konfederasi Pekerja Serikat Indonesia (KSPI ), apalagi RUU Sisdiknas dikaitkan, maka wajar para guru menolak RUU tersebut," tegas Didi Suprijadi. (esy/jpnn)


Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler