jpnn.com, SEMARANG - Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo berharap penanganan kebijakan larangan mudik Ramadan dan Lebaran dilakukan dengan narasi positif.
Ganjar mengatakan penjagaan di jalan-jalan perbatasan mungkin menjadi cara yang bisa ditempuh untuk melaksanakan kebijakan larangan mudik itu.
BACA JUGA: Khusus Warga Perantau asal Jateng di Jakarta, Wajib Baca Ini!
Namun menurutnya, yang paling penting dilakukan adalah mengedukasi para calon pemudik dan menjamin keberlangsungan hidupnya selama mematuhi aturan itu.
"Sekarang narasinya harus diubah, jangan anggap pemudik itu penjahat. Jangan kita (setelah ada kebijakan larangan mudik) seperti ngejar-ngejar buronan. Yang harus dilakukan setelah Presiden melarang mudik itu adalah mengedukasi mereka, caranya adalah kasih insentif agar mereka aman," tuturnya.
BACA JUGA: Janji Menjaga Para Mahasiswa Perantau, Ganjar: Saya Pastikan Dapur Mereka tetap Ngebul
Larangan mudik, lanjut Ganjar, membuat sebagian orang memandang negatif para perantau.
Padahal bagi Ganjar, mereka adalah pahlawan kemanusiaan karena telah mengorbankan dirinya untuk tidak mudik.
BACA JUGA: Sebelum Ada Larangan Mudik, Tercatat 600 Ribu Orang sudah Pulang Kampung
"Mereka adalah pahlawan bagi saya. Bagaimana tidak, rasa rindu dikubur dalam-dalam, rasa lapar ditahan dan rekosone diempet (sakitnya ditahan). Ini pengorbanan luar biasa, jadi jangan anggap mereka penjahat yang harus ditangkap," tegasnya.
Meskipun nantinya dilakukan penjagaan di check point tertentu, misalnya jalan nasional menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, jalan provinsi menjadi kewenangan provinsi hingga jalan kabupaten-kota dijaga pemda setempat, tetapi itu hanya salah satu cara kecil.
"Yang utama itu diberikan insentif dan dijamin hidupnya. Maka sekarang saya dorong terus, ayo didata mereka-mereka yang tidak mudik. Jangan lihat KTP-nya mana, agamanya mana, sukunya apa. Semua harus dibantu dan dijamin," ucapnya.
Menurut Ganjar, banyak warga Jateng di perantauan khususnya Jabodetabek yang mengeluh belum terdata dan belum mendapatkan bantuan.
Mereka sudah memutuskan untuk tidak pulang, tetapi mengeluh karena nasibnya tidak menentu.
"Banyak pertanyaan kepada saya, pak saya oke tidak pulang, tapi yang ngasih makan saya siapa?. Saya buruh harian, tukang ojek online, pedagang yang dapat uang sehari habis untuk kebutuhan sehari. Kalau mereka semua ini didata, dikasih insentif, maka urusan ini bisa selesai," tambahnya.
Untuk itu, Ganjar meminta agar pemerintah benar-benar memerhatikan nasib para perantau yang tidak boleh mudik tersebut.
Apabila memang dibutuhkan gotong royong dari berbagai daerah, Jawa Tengah siap membantu.
"Kami siap kalau memang butuh gotong royong. Ayo rapat soal gotong royong itu dan kita eksekusi bersama," tegasnya.
Terkait pendataan, sampai saat ini lanjut Ganjar masih banyak warganya di Jabodetabek yang mengaku belum terdata.
Pemprov Jateng sudah berkoordinasi dengan Gubernur DKI, Jabar dan Banten terkait permasalahan itu.
"Penghubung kami di Jakarta dan para pengurus paguyuban juga sudah kami minta membantu melakukan pendataan. Kita tidak boleh melempar ini hanya urusan DKI Jakarta atau Jabodetabek saja, ini urusan Indonesia," pungkasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia