Tolong Jangan Istimewakan Perusahaan yang Rusak Hutan

Selasa, 22 November 2016 – 23:04 WIB
Kebakaran hutan. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah diingatkan untuk tidak memberi keistimewaan terhadap PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Pasalnya, tidak lama lagi sanksi penghentian sementara izin operasional perusahaan itu di Desa Bagan Melibur, Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau segera berakhir.

BACA JUGA: Diminta jadi Ketua DPR Lagi, Setya Novanto Lapor Jokowi

Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari mengatakan, pemerintah tidak bisa menutup mata bahwa PT. RAPP telah terbukti melakukan kejahatan lingkungan.

Di antaranya menghancurkan hutan alam dan membuka kanal baru secara massif dari Juni-Agustus 2016.

BACA JUGA: KPK Pastikan Mantan Bos Lippo Group Tersangka

"Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut (BRG) harus menjatuhkan sanksi penghentian permanen kegiatan pembangunan kanal-kanal di lahan gambut Pulau Padang oleh PT RAPP. Bukti-bukti pelanggaran RAPP sudah sangat terang benderang," kata Woro dalam keterangan persnya, Selasa (22/11).

Woro menegaskan, salah satu alasan kuat penghentian permanen adalah surat edaran S 494/MENLHK-PHPL/2015 yang berisi larangan pembukaan lahan gambut.

BACA JUGA: Ini Alasan KPK Belum juga Tahan Irman

Kisruh penghadangan Kepala BRG Nazir Foead oleh sekuriti berseragam Kopassus sekaligus mengungkap bahwa perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto itu masih melakukan praktik pembukaan lahan gambut.

Ironisnya, pascainsiden tersebut, RAPP hanya diminta menghentikan sementara pembukaan lahan dan kanal di lahan gambut Desa Bagan Melibur selama tiga bulan sampai peta hidrologis rampung.

"Sanksi ringan ini menjadi bukti pemerintah memberikan karpet merah kepada RAPP untuk kembali merusak hutan di Pulau Padang," imbuhnya.

Dasar kedua, lanjut Woro, adalah surat edaran S 495/2015 tentang instruksi pengelolaan gambut dan surat edaran Menteri LHK S 661/Menlhk-Setjen/Rokum/2015.

"Dua surat itu sangat jelas melarang perusahaan HTI membuka lahan gambut untuk penanaman baru walaupun sudah mengantongi izin konsesi,’’ ujarnya.

Woro menambahkan, pemerintah perlu lebih tegas dalam menindak perusahaan yang masih melakukan perusakan di area gambut.
Surat edaran yang diberikan misalnya, perlu menyertakan sanksi.

''Selama ini, surat hanya berisi larangan dan enforcement-nya juga kurang gencar. Korporasi melihatnya sebagai sesuatu yang tidak wajib," katanya.

Terpisah, Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) juga menyayangkan keputusan penghentian sementara pembukaan lahan dan kanal di Desa Bagan Melibur.

Menurut Isnadi Esnan, Sekjen JMGR  PT RAPP jelas membuka wilayah gambut yang punya kedalaman 5-12 meter antara Juli-Agustus 2016.

"Itu kategori gambut yang harusnya dilindungi. Ini seharusnya menjadi titik balik bagi Pemerintah untuk secara serius menyelamatkan gambut dan mengembalikan ruang hidup dan  ruang kelola kepada rakyat,“ tegasnya. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anak Buah Sri Mulyani dan Sang Penyuap Tegang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler