Tolong, Jangan Naikkan Tarif Cukai Tembakau Saat Petani Belum Sejahtera

Senin, 09 November 2020 – 21:27 WIB
Pekerja di pabrik rokok. Foto: Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Institute for Foods and Agriculture Development Studies (IFADS) menilai kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau seharusnya tidak dilakukan saat situasi petani tembakau tidak sejahtera.

Sebab, rencana pemerintah untuk menaikkan cukai hasil tembakau dinilai kurang bijaksana di saat situasi petani tembakau masih belum makmur.

BACA JUGA: Khawatir Terjadi PHK, Bupati Tegal Berharap Tarif Cukai SKT 2021 tidak Naik

Chairman IFADS Andi Nuhung menyebut tingkat kesejahteraan petani tembakau masih rendah walaupun tembakau termasuk komoditi yang menjanjikan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa komoditi lainnya.

Akan tetapi, lantaran areal yang kecil dan tidak ada subsidi, petani tembakau akhirnya kerap memperoleh margin yang kecil.

BACA JUGA: Video 30 Detik Mirip Jessica Iskandar Viral, Mbah Mijan Berkomentar Begini

Sementara selama ini kebijakan di bidang pertanian, termasuk tembakau, sering ditujukan untuk mencapai target-target pemerintah, misalnya untuk meningkatkan penerimaan negara.

“Tetapi justru kebijakan itu relatif  kontraproduktif dengan pembangunan kesejahteraan petani tembakau. Areal bertaninya sudah kecil, biaya inputnya mahal, dan dibebankan pajak/cukai tinggi lagi, pasti petani akan berteriak,” katanya.

BACA JUGA: Dylan Sada, Model Cantik Asal Indonesia Meninggal Dunia

Hal ini tidak sejalan dengan target pemerintah dalam sektor pertanian yakni meningkatkan kesejahteraan petani.

Dia melihat saat ini pengembangan tembakau nasional agak kendor, sehingga kebutuhan serapan tembakau tidak terpenuhi.

Jika serapan rendah akibat kenaikan cukai, industri hasil tembakau pasti akan kesulitan juga karena petani akan menuntut harga tembakau dinaikkan.

“Artinya, cost-nya akan bergeser dari petani ke pabrik,” ujarnya. 

Selain itu, petani tembakau juga sulit untuk beralih ke komoditi lain karena bertani tembakau sudah menjadi bagian budaya turun temurun.

“Sayangnya ini  sering kali tidak diperhitungkan, padahal tidak mudah untuk beralih ke komoditi lain karena petani tersebut sudah menyatu dengan budidaya tembakau, sama seperti petani padi dan petani singkong,” serunya.

Dia menilai pemerintah semestinya mengambil kebijakan dengan menggali pendekatan sosiologis dan budaya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler