LAMONGAN—Saat ini komoditas tanaman kapas di Lamongan terpuruk. Pasalnya, luas arealnya hanya tersisa sekitar 60 hektare (ha). Padahal, sebelumnya mencapai ribuan hektare.
''Luas areal tanaman kapas saat ini tinggal di Kecamatan Sambeng sekitar 31,9 ha dan Kecamatan Mantup 28,04 ha,'' kata Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Lamongan Aris Setiadi.
Kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan era 1990. Saat itu areal tanaman kapas di Lamongan mencapai 1.200 ha yang tersebar di 10 kecamatan. Yakni, Sambeng, Mantup, Kembangbahu, Sugio, Tikung, Ngimbang, Sukorame, Modo, Solokuro, hingga Brondong.
Ketika itu, Lamongan menjadi penghasil kapas terbesar di Jatim dan nomor lima di Indonesia. Menurut Aris, penurunan areal tanaman kapas dipicu harga jual yang anjlok.
BACA JUGA: Istri Setya Novanto Ingin Monumen Angeline Segera Terealisasi
''Pengembangan kapas terkendala harga dari PR (pabrik rokok) Sukun yang sangat rendah,'' ujarnya.
Dia menjelaskan, kapas Lamongan selama ini hanya dipasarkan ke PR Sukun. Dengan begitu, ada kerja sama kemitraan saling menguntungkan. Dulu, harga yang ditetapkan PR Sukun cukup menguntungkan, Rp 12.000 per kilogram.
Namun, lanjut dia, seiring penurunan usaha PR Sukun, harga yang ditawarkan kepada petani kapas juga semakin turun. Bahkan, saat ini hanya Rp 4.800 per kg.
''Dengan harga sebesar itu, petani tidak bisa mendapatkan keuntungan. Karena itu, semakin banyak yang enggan menanam kapas,'' bebernya.
Aris menambahkan, banyak petani kapas yang memilih menanam komoditas lain, seperti kedelai dan jagung. Tentu harga jualnya lebih menguntungkan. (feb/rij/c7/diq/flo/jpnn)
BACA JUGA: Hamil, Calon CJH Batal Berangkat
BACA JUGA: Selamat! Relisasi Anggaran Gorontalo Lampaui Target Nasional
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Sanksi Beratnya Jika TNI Langgar Lalu Lintas
Redaktur : Tim Redaksi