KOTABUMI – Serangan serangga tomcat benar-benar merisaukan semua daerah. Serangga cilik itu kinia sudah mengusik warga Lampung Utara. Dinas Kesehatan (Diskes) Lampung Utara bergerak cepat menindaklanjuti serangan kumbang rove (paederus riparius) atau yang biasa disebut tomcat. Didampingi pihak Kelurahan Tanjungharapan, Kecamatan Kotabumi Selatan, tim Diskes mendatangi kediaman korban tomcat, Dedi, kemarin.
Tim ini datang untuk memastikan serangga itu benar-benar tomcat atau bukan. Kepada korban, tim menanyakan lokasi penemuannya. Setelah itu, rombongan memeriksa area kediaman Dedi guna memastikan keberadaan serangga tersebut. Tim juga mengambil sampel seekor tomcat untuk diperiksa di laboratorium.
Ketika dihubungi tadi malam, Kepala Diskes Lampura dr. Maya Natalia Manan, M.Kes. membenarkan jika timnya telah ke rumah Dedi. ’’Ya, tadi (kemarin, Red) tim kami langsung turun memastikan kebenaran kasus tersebut,” ujarnya, seperti diberitakan Radar Lampung (Grup JPNN).
Maya juga mengakui telah mengambil sampel seekor tomcat untuk diperiksa di lab. ’’Nanti kami tanyakan kepada Dinas Pertanian tentang serangga itu. Apakah tomcat atau serangga sejenisnya,” kata mantan direktur RSUD Ryacudu Kotabumi ini.
Dia pun mengimbau kepada masyarakat apabila menemukan gejala serangan tomcat agar segera melapor ke puskesmas terdekat untuk mendapat tindakan medis. Selain Dedi, ternyata tomcat juga pernah menyerang rekannya, Hasan (26). ’’Saya kena dua minggu lalu. Gejalanya sama seperti yang dialami oleh Bang Dedi,” ucap dia kemarin.
Sementara Dedi (31), warga Kelurahan Tanjungharapan, mengaku pada bulan ini sudah dua kali terkena cairan tomcat di dalam rumahnya. Pertama sekitar dua minggu lalu dan terakhir pada Rabu (21/3). Akibatnya, kulit tangan serta kakinya terasa gatal dan seperti melepuh. Kemudian pada Jumat (23/3), ia menemukan serangga itu melintas di atas meja komputernya.
Terpisah, akademisi Fakultas Pertanian Universitas Lampung Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S. meminta masyarakat tidak panik dengan keberadaan serangga ini. Menurutnya, peristiwa-peristiwa seperti itu sering terjadi. Sebut saja ulat bulu yang sempat meresahkan penduduk Pulau Jawa tahun lalu. Untuk tomcat memang agak berbeda dengan ulat bulu sebab merupakan serangga predator. Namun, predator untuk sesama serangga.
Tomcat ini, menurut Prof. Purnomo, sangat bermanfaat. Terutama untuk bidang pertanian. Tomcat merupakan musuh alami wereng dan kutu-kutuan. ’’Tahun lalu, saya pernah melakukan penelitian tentang tomcat untuk pengendalian kutu kebul di tanaman cabai. Selain di areal persawahan, tomcat juga banyak dijumpai di areal perkebunan hortikultura,” terangnya.
Ia melanjutkan, sehari-hari petani padi bergaul dengan tomcat di sawah, namun tidak ada masalah. Habitat asli tomcat memang di sawah. Sehingga tidak ada yang bermasalah dan terganggu dengan keberadaannya. ’’Di setiap sawah pasti ada, namun beda populasinya,” ujar dia.
Dijelaskan, tomcat memang bisa menyebabkan luka jika mendapat perlakuan tertentu. Namun, biasanya tomcat tidak bertujuan melukai manusia.
Saat ini, sambung Purnomo, terdapat berbagai jenis serangga yang digunakan sebagai musuh alami bagi hama untuk pengendalian hayati. Pengendalian hayati memang terus digalakkan terutama oleh kalangan pencinta alam untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan dan dampak negatif lain dari penggunaan pestisida yang berlebihan. Menurutnya, ada kemungkinan pihak-pihak tertentu yang mendramatisasi isu keganasan tomcat untuk tujuan tertentu.
Lebih lanjut ia menjelaskan, keberadaan tomcat di luar habitat aslinya ini dapat disebabkan jumlah makanan yang berkurang serta perubahan iklim yang terjadi saat ini. ’’Namun selama terdapat pakan yang cukup dan ekosistemnya tidak terganggu, maka keberadaannya tak akan bermasalah bagi manusia,” tegasnya.
Prof. Purnomo juga menyatakan keberadaan tomcat bukanlah suatu ledakan serangga yang berlebihan. Dikarenakan secara kebetulan masuk permukiman warga dan melukai manusia, sehingga tanggapannya menjadi berlebihan. ’’Tidak usah panik, nanti reda sendiri,” ungkapnya.
Sedangkan untuk Kota Bandarlampung, tomcat belum menjadi gangguan serius. Hal ini ditegaskan Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan Agustina kemarin. ’’Potensi serangan tomcat tidak membahayakan. Peluang serbuan seperti yang terjadi di Jawa tidak akan terjadi di sini,” ujarnya yakin.
Agustina mengatakan, penyemprotan hanya akan dilakukan bila serangan sudah di atas ambang batas. ’’Baru kita lakukan (penyemprotan) bila itu memang sudah dibutuhkan. Ini karena bahan kimia yang digunakan untuk menyemprot terbilang kurang ramah lingkungan," terangnya.
Diketahui, tomcat tidak menggigit atau menyengat, tetapi hanya mengeluarkan cairan hemolimf yang terdapat di dalam tubuhnya. Jika cairan itu menempel di baju atau benda lain, maka saat menyentuhnya, manusia akan merasakan gatal-gatal.
Tomcat ini termasuk serangga kosmopolitan yang bisa hidup di mana-mana, seperti di sawah, taman kota, atau halaman rumah dan aktif pada malam hari. Serangga ini sangat menyukai tempat yang lembab dan begitu tertarik pada cahaya (lampu, Red). Dampak gatal-gatal akibat cairannya hanya berlangsung paling lama satu bulan. (RL/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demo Panas jika Tentara Diturunkan
Redaktur : Tim Redaksi