jpnn.com, JAKARTA - Putra Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto saat ini mempunyai momentum yang sangat bagus dalam pusaran polemik internal Partai Golkar.
Partai berlambang pohon beringin itu diketahui tengah diterpa isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) menjelang Pemilu 2024.
BACA JUGA: Tommy Soeharto Dinilai Layak Pimpin Golkar
Sejauh ini, muncul sejumlah nama yang disebut-sebut akan maju mencalonkan diri menggantikan Airlangga Hartarto.
Mereka adalah Luhut Binsar Panjaitan, Bahlil Lahadalia hingga Bambang Soesatyo alias Bamsoet.
BACA JUGA: Tampil di Vesak Festival 2023, Tommy Hong Gaungkan Toleransi Beragama
Namun, harus diketahui bersama bahwa Golkar sejak Era Reformasi ada perubahan orientasi kepemimpinan sehingga semua kader mempunyai peluang menjadi Ketua Umum Golkar.
“Golkar sekarang tidak lagi berorientasi pada tokoh, tetapi pada kader. Dengan melihat Golkar yang berorientasi pada kader, ini peluang bagi kader-kader Golkar, siapapun dia. Ini pintu masuk, andaikata Mas Tommy (Tommy Soeharto) mau masuk (jadi Caketum Golkar)," kata Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof DR I Gde Pantja Astawa dalam keterangannya pada Rabu (2/8/2023).
BACA JUGA: Pesan Jusuf Kalla untuk Elite Golkar yang Ngebet Ada Munaslub, Tegas
Namun demikian, soal peluang Tommy Soeharto muncul dan maju sebagai kandidat Ketum Golkar, Prof Gde Pantja memberikan sejumlah catatan.
Pertama, apakah nama Tommy Soeharto masih tercatat sebagai kader partai dan itu diketahui diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.
Hal itu, menurutnya bisa menjadi batu sandungan. Sebab misalnya Tommy sudah bukan bagian dari Golkar, maka otomatis tidak bisa maju dan mencalonkan diri sebagai Calon Ketua Umum di Musyawarah Nasional 2024 dan atau Munaslub yang belakangan didorong sebagian kader Golkar.
“Kalau misalnya Mas Tommy mampu memengaruhi kader-kader Golkar, dia dimunculkan dan kemudian di Munas itu diubah AD dan ART, bisa jadi beliau bisa ikut maju bertarung. Namun, ini urusannya, bagaimana pendekatan Mas Tommy," ujar Prof Gde Pantja.
Catatan kedua, Tommy Soeharto disebutkan mempunyai beban sejarah. Karena akan banyak pihak yang akan melihat dirinya dengan kiprah bapaknya selama memimpin Orde Baru.
Meski secara objektif, selain banyak kelemahan dan kelebihan selama Indonesia dipimpin Soeharto.
"Tommy mampu enggak mengemban beban itu. Kalau nanti mau tampil dipanggung. Dia harus beda performance-nya dengan bapaknya dan itu tidak mudah," kata Prof Gde Pantja.
Dia menambahkan memang Tommy Soeharto mempunyai kepedulian tinggi terhadap lingkungan sosial dan tidak berbeda jauh dengan bapaknya.
Akan tetapi hal itu tidaklah cukup. Publik akan melihat juga bagaimana kemampuan manajerial, leadership, termasuk dibidang strategi seperti ayahnya yang membuat Indonesia relatif aman dan stabil baik ekonomi dan keamanan selama puluhan tahun.
"Mampu enggak begitu? Tidak mudah menurut saya, tetapi bukan tidak mungkin dia menjadi rising star kalau mampu menjawab beban sejarah," tegasnya.
Prof Gde Pantja lantas menyinggung kiprah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Menurut dia, kemunculan Mega dipanggung politik juga menanggung beban yang sangat besar. Bagaimana Mega dihadapkan pada ketokohan ayahnya sebagai pemimpin Orde Lama yang terkenal dengan demokrasi terpimpin, kemudian pemimpin otoriter.
"Mega tampil dengan beban sejarah berat, memang kelebihannya sebagai Proklamator, sebagai Presiden, tetapi sisi kelemahannya juga ada. Toh Mega bisa bangkit dan itu membutuhkan waktu sampai kemudian sekarang menjadi tokoh sentral yang menurut saya kuat, belum tergoyahkan," tuturnya.
"Sekarang kembali kepada Mas Tommy, kalau memang beliau sungguh-sungguh dan serius, demi masa depan Bangsa yang lebih baik dalam politik harus berani menghadapi itu semua. Kalau saya sebagai Mas Tommy misalnya, saya berani maju. Mengapa tidak? Karena kekurangan masa lalu tidak mewarisi ke anak. Ambil kelebihan bapaknya, tetapi kekurangannya jangan," kata Prof Pantja Guru Besar Hukum Tata Negara UNPAD Bandung.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari