jpnn.com, MADRID - Liverpool dan Jurgen Klopp punya kenangan buruk di babak final kompetisi Eropa. Musim 2015-2016 atau periode pertama Klopp, Liverpool kalah 1-3 oleh Sevilla di final Liga Europa. Kemudian masih hangat dalam ingatan pada final musim 2017-2018, lagi-lagi Klopp dan The Reds takluk 1-3 oleh Real Madrid.
“Saya berharap angka tiga menjadi angka keberuntungan,” kata Klopp berharap seperti ditulis Liverpool Echo awal pekan ini. Ya, dini hari nanti (2/6) di Stadion Wanda Metropolitano, pelatih 51 tahun itu akan menyongsong final ketiga Eropa-nya bersama Liverpool. Kali ini, Liverpool akan bersua Tottenham Hotspur di final Liga Champions.
BACA JUGA: Kesempatan Terbaik Hugo Lloris Menyandingkan Trofi Piala Dunia dengan Si Kuping Besar
Angka tiga bukan hanya menandai jumlah final kompetisi Eropa Klopp bersama Liverpool. Melainkan juga jumlah final Liga Champions. Selain final 2018, saat masih bersama Borussia Dortmund, Klopp juga merasakan kepedihan ketika takluk 1-2 oleh Bayern Muenchen di Wembley pada final 2013.
“Saya belajar banyak ketika memulai karier (melatih) di Mainz 05. Kekalahan yang menyakitkan akan membuatmu kembali dan menjadi semakin kuat,” tutur Klopp dalam wawancara dengan UEFA.
BACA JUGA: Tottenham Vs Liverpool: Sudah 6 Musim Pemain Afrika Puasa, Bagaimana, Salah?
Pelatih dengan persentase kemenangan 59,72 persen bersama Liverpool ini menyadari kalau asa Kopites kepadanya untuk meraih trofi memuncak musim ini. Setelah kalah dalam perebutan titel juara Premier League dari Manchester City dengan margin satu poin (97-98) di akhir musim, maka satu-satunya penawar luka kegagalan di domestik adalah titel Liga Champions.
(Baca Juga: Fan Tottenham dan Liverpool Menikah di Hari Final Liga Champions)
BACA JUGA: Apa pun Hasil Final Liga Champions, Jurgen Klopp Boleh Sesukanya
Musim ini, dalam dua pertemuan di Premier League Liverpool selalu menang dengan skor 2-1 atas Spurs. Namun secara keseluruhan rekor pertemuan Klopp lawan Mauricio Pochettino, pelatih Spurs adalah empat kali menang, empat kali seri, dan sekali seri.
“Spurs dan Liverpool saling mengerti kelebihan dan kelemahan masing-masing. Ini adalah final dan tentu lawanmu mempersiapkan diri sebaik-baiknya,” ujar Klopp. “Karena sering berjumpa buat apa terlalu sibuk memikirkan apa yang harus diubah agar jadi tim yang berbeda? Tampil yang terbaik saja,” tambah Klopp.
Daily Mail memperkirakan Klopp akan memakai 4-3-3 sebagai formasi andalannya. Sedangkan Spurs punya kans besar menurunkan skema 4-2-3-1 seiring fitnya Harry Kane dari cedera engkel.
Pahlawan Liverpool di semifinal Georginio Wijnaldum kepada ESPN mengatakan harus menghapus trauma kekalahan di Kiev tahun lalu. Gini, sapaan Georginio Wiknaldum, berharap hasil tahun ini akan berbeda dibanding tahun lalu.
“Final kali ini adalah pertandingan yang lain, kesempatan yang berbeda, jadi buat apa mengingat apa yang terjadi tahun lalu. Kalian pasti setuju tak ingin terus mengingat hal negatif dalam karir kalian,” ucap pemain bernomor punggung lima itu.
Di antara daftar skuad Liverpool yang masuk final tahun ini 90 persen masih sama. Nama baru hanya Alisson Becker, Fabinho, Xherdan Shaqiri, Fabinho, dan Naby Keita. Nama terakhir mengalami nasib apes karena mengalami cedera pangkal paha saat leg pertama semifinal versus Barcelona (2/5) di Camp Nou.
Fabinho dalam wawancara dengan Express berujar kalau sebagai pemain baru dirinya sadar akan kenangan pahit pada final Liga Champions musim lalu. Karena itu Fabinho menjaga ucapan dengan tak mengungkit memori Kiev pada rekan-rekannya.
“Kami tak terlalu membahas (kekalahan final di Kiev) saat berada di ruang ganti. Saya juga tak pernah bertanya-tanya bagaimana rasanya berada di sebuah final kejuaraan Eropa,” ujar Fabinho.
Kiper Liverpool Alisson kepada The Guardian mengatakan merasa berempati kepada pendahulunya Loris Karius yang melakukan dua blunder di final Kiev tahun lalu. Kesalahan krusial oleh Karius itu terus menempel kepadanya sepanjang perjalanan karirnya.
Alisson sadar benar menjalani kutukan kiper seperti yang dialami Karius. Apalagi kisah kelam kiper timnas Brasil Moacir Barbossa terus hidup di rakyat Brasil, negara asalnya. Barbossa adalah kiper yang jadi kambing hitam tragedi Maracanazo atau saat Brasil kalah 1-2 oleh Uruguay di final Piala Dunia 1950.
“Saya tak sepakat jika kesalahan disandarkan ke bahu satu orang saja karena dalam permainan ada sebelas nama. Tahun lalu bukan Karius yang kalah, melainkan Liverpool,” ujar kiper yang tahun lalu memperkuat AS Roma dan kalah oleh Liverpool di semifinal.
Sementara itu, di tubuh Spurs bek Toby Alderweireld juga memiliki ingatan hitam mengenai bermain di final Liga Champions. Alderweireld pada final 2013-2014 membela Atletico Madrid. Los Colchoneros kalah 1-4 di tangan Real Madrid dalam masa perpanjangan.
“Kami sangat dekat dengan kemenangan akan tetapi pada menit ke-90 sekian (Sergio) Ramos mencetak gol. Dan perasaan kalah, gagal, sangatlah sulit dilupakan,” tutur Alderweireld dikutip Daily Mail. “Saya akan membawa perasaan sakit ini ke final dan saya ingin tunjukkan tak mau kalah lagi,” tambah bek berusia 30 tahun itu.
Alderweireld pada final lima tahun lalu masuk menggantikan Filipe Luis di menit ke-83. Sepuluh menit kemudian, Ramos mencetak gol yang menyamakan kedudukan menjadi 1-1. Dan di akhir laga dalam babak tambahan, Atletico kalah 1-4.
Karir Alderweireld setelah final menyakitkan di Lisbon itu membuatnya tersisih dari Atletico. Musim berikutnya Alderweireld dipinjamkan ke Southampton sebelum akhirnya dilego ke Spurs. (dra)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tottenham Vs Liverpool: Alisson Becker Terinspirasi Jerzy Dudek, tetapi Tak Punya Kode
Redaktur : Tim Redaksi