TPA Jadi Destinasi Wisata? Pati Sudah Membuktikannya

Kamis, 27 April 2017 – 16:19 WIB
Menpar Arief Yahya. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, PATI - Ada ide baru dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Sukoharjo, Kabupaten Pati Jawa Tengah.

Umumnya TPA kumuh dan bau tak sedap. Namun, TPA di Desa Sukoharjo, Kecamatan Margorejo ini malah menjadi objek wisata. Kok bisa? Ya, TPA ini disulap menjadi arena hiburan satwa dan mainan anak. 

BACA JUGA: Kemenpar-BKPM Promosikan Indonesia di Investment Forum Malaysia

Mereka sukses mengubah image TPA menjadi obyek wisata, dan ini membuat masyarakat berbondong-bondong mencari hiburan di TPA seluas 12,5 hektare tersebut.

Hampir setiap harinya, ratusan orang baik personal maupun rombongan sekolah mengunjungi lokasi sampah yang sudah mirip kebun binatang itu. Banyak aneka satwa yang dipelihara disana. Ada aneka burung, kera, ayam, kijang dan lain-lain. Arena mainan anak, tanaman buah dan berbagai jenis bunga taman. Dilengkapi wahana bermain seluas satu hektare, lapangan tembak, musala, MC, dan kios yang menjual jajanan dan oleh-oleh.

BACA JUGA: Tolong Jaga Menteri Anda, Dia Sangat Hebat

“Para penjual jajanan itu merupakan pihak keluarga para pekerja yang bekerja di TPA Sukoharjo,” kata pengelola TPA Sukoharjo Agus Sudarmono sambil memerinci jumlah petugas yang dilibatkan dalam pengelolaan TPA itu.

Pekerja yang terlibat terdiri  18 orang  tenaga harian dan  empat PNS dari DPUPR Pati. Mereka ini yang mengelola TPA, dari bagian penggalian lubang, pengelolaan gas metan, perawatan hewan dan taman, serta timbangan sampah.

BACA JUGA: Garap Homestay Danau Toba, Tanjung Lesung, Bromo-Semeru-Tengger

Menurut Agus, TPA Sukoharjo setiap harinya menampung 60 ton sampah yang berasal dari kota Pati, kecamatan Wedarijaksa, Trangkil dan Gabus.

“Tetapi kalau pas ada hari besar nasional atau keagamaan, terjadi peningkatan sampai 20 persen ” ujar alumnus Universitas Widya Mataram Yogyakarta ini.

Adapun sampah yang berasal dari Kecamatan Juwana yang jumlahnya diperkirakan mencapai 20 ton dan dikelola TPA Pekuwon.

Sedangkan sampah dari Kecamatan Tayu dan Margoyoso ditangani di TPA Sampok Kecamatan Gunungwungkal. TPA Sukoharjo dibuat pada tahun 1985 oleh mantan Bupati Pati Saoedji.

Kemudian ditata lebih rapi sejak tahun 1994.  Kemudian sejak tahun 2002, dikelola maksimal pihak DPU Pati, karena untuk mendukung penilaian Adipura.

Hasilnya memang sangat luar biasa. Karena  pada tahun  2017 atau masuk tahun ke delapan dalam  partisipasi (penilaian) Adipura, posisi  TPA Sukoharjo ternyata mampu menghantarkan kabupaten Pati merebut juara kategori kota kecil.

Pada awalnya, TPA Sukoharjo menangani  sampah dengan sistim Open Dumping. Yaitu sampah ditumpuk dan tidak ditutup.  Lalu ditangani dengan sistim Control Landfield, yakni gundukan sampah ditutup dengan jeda waktu setiap dua hari sekali.

“Penutupan sampah dimaksudkan supaya  mematikan perkembangan lalat dan menyalurkan gas” katanya.

Sekarang TPA Sukoharjo menggunakan sistem  Sanitary Landield. Sistem ini memasukkan sampah ke dalam lobang namun hanya sampah jenis organik atau yang terdiri dari daun saja.

Kepala DPUPR Pati Suharyono menambahkan, anggaran untuk sanitary landfiled didapat dari bantuan APBN sebesar Rp 15 miliar.

“Namun untuk penambahan jumlah satwa ternyata sulit dilakukan, karena jika mau menambah harus ada ijin khusus dari menteri ingkungan hidup,” kata Suharyono.

Adapun sampah  di TPA Sukoharjo ini diolah di tiga kawasan. Zona pertama dan ke dua sudah tidak  aktif lagi karena lobangnya sudah ditutup.

Sehingga yang aktif hanya di zona  tigaseluas  1,5 hektare. Pelobangan mencapai kedalaman  12 meter.

Lalu dibuatkan  tanggul setinggi 15 m (sistem terasiring) karena untuk  menahan bau dan lalat. Keberadaan TPA Sukoharjo Pati saat ini menjadi yang terbaik di pulau Jawa, karena berhasil mengalahkan pengelolaan sampah di Bandargebang Jakarta Timur.

Maka tidak heran TPA Sukoharjo sekarang ini berubah menjadi distinasi wisata baru.

Menpar Arief Yahya menyebut, pengelolaan sampah itu sangat penting dan mendesak di semua kota. Healty and Hygiene itu satu dari 14 pilar yang dikalibrasi travel and ourism competitiveness index (TTCI) oleh WEF World Economic Forum.

"Kalau tidak dikelola dengan baik, maka ini menjadi faktor pelemahan daya saing pariwisata Indonesia," kata Arief.

Selain itu, sampah bisa diubah menjadi energi listrik atau green energy. Mengubah gas metan yang bisa merusak lingkungan, menjadi energi yang ramah lingkungan. Juga bisa menjadi kompos yang bermanfaat buat tanaman.

"Saya kira sudah saatnya semua kota memikirkan manajemen sampah yang baik san sehat," kata Arief. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Cara Kemenpar Dongkrak Wisata MICE Belitung


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler