TPF Pemukulan Sipir Dinilai Berlebihan

Kamis, 05 April 2012 – 10:06 WIB
JAKARTA - Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam pengungkapan kasus pemukulan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana masih diragukan. TPF itu bisa menutupi pokok persoalan utamanya, yakni maraknya peredaran narkoba di Lapas.

Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, DR. A Bakir Ihsan memstikan pembentukan TPF itu tak bakal bekerja optimal. Bahkan terkesan berlebihan dalam menuntaskan perkara yang tidak serius. "Kasus seperti itu saja di bentuk TPF segala. Masih satu lembaga lagi. Kan Lapas itu dibawah kendali Menkumham, untuk apa TPF," ujar A Bakir Ihsan mengkritisi pembentukan TPF Kasus Wamenkumhan oleh Kemenkumham di Jakarta.

Menurut dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah ini, penyelesaian kasus pemukulan Wamenkumham dapat dituntaskan melalui peran Menteri Hukum dan HAM. Tanpa harus membentuk TPF yang lebih tidak jelas manfaatnya.

Apalagi, lanjut dia, keberadaan TPF itu membenarkan tidak adanya peran pimpinan Kemenkumham dalam penyelesaian kasus internal. Sekaligus menunjukan ada persoalan dalam struktur Kemenkumham. "Kok bisa berpikir begitu ya. Menteri sebagi pimpinan puncak apa manfaatnya kalau tak bisa menyelesaikan kasus sesederhana ini," pungkasnya.

Dia mengatakan, kasus pemukulan itu cukup hanya dengan Menkumham memanggil semua pihak terkait. Meminta keterangan dan mengambil sikap atas informasi yang ada. Dengan begitu, dia melihat peran Menkumham bisa lebih kentara. Berbeda dengan membentuk TPF yang seolah melepaskan peran sebagai pemimpin tertinggi Kemenkumham yang paling bertanggung jawab.

"Jika ada bukti kuat dan cukup, Menkumham tinggal jatuhkan sanksi saja. Begitu saja harus bikin TPF, nggak efektif sekali pola kerjanya," ketus dia.

Apalagi, lanjut dia, perkara itu terjadi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Lembaga pemerintah itu menjadi ujung tombang penegakan hukum, tetapi malah tak mampu menyelesaikan persoalan hukum internalnya.

Bakir merasa kejujuran Wamenkumham dan saksi lain menjadi kunci persoalan yang tak penting ini. Denny Indrayana sebagai pejabat publik harus berani mengungkapkan kenyataan, meskipun dibantah. "Kan ada BNN, ada petugas polisi, ada sipir. Banyak saksinya, kok malah sulit ungkap perkara. Beda dengan kondisi miskin saksi, perkara menajdi sulit terungkap," tuturnya.

Ketua Presidium Indonesian Police Watch, Neta S Pane menilai pembentukan TPF bisa menjadi kontra produktif. Karena fokus perkara menjadi bergeser pada kejadian pemukulan Wamenkumham saja. "Yang kita persoalkan itu adalah peredaran narkoba di Lapas, bukannya pemukulan. Itu tak perlu besar-besarkan," ujar Neta S Pane di Jakarta, RAbu (4/4).
Menurutnya, keberadaan TPF itu bakal menyedot energi publik dan internal saja. Meskipun, menurut Neta S Pane keberadaan TPF bisa memperjelas pokok persoalannya. Siapa saja yang dianggap bertanggung jawab terkait pemukulan itu. Sekaligus memperkarakannya di pengadilan. "Prinsipnya pemukulan itu tidak boleh. Tetapi perkara seperti ini harusnya bisa dituntaskan di internal saja," terangnya.

Seperti diketahui, Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). Hal ini dilakukan guna mengetahui kejelasan terkait peristiwa dugaan penamparan yang dilakukan Wamenkumham, Denny Indrayana terhadap seorang petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II Pekanbaru, Riau, Senin (2/4/2012) ini hari.

"TPF itu dipimpin Inspektorat Jenderal Kemenkumham Sam L Tobing," ujarnya. Tim tersebut, lanjut Amir, juga dibentuk untuk menata dan menjaga semangat dari para petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di berbagai wilayah Indonesia. Oleh karena itu, peristiwa perselisihan ini, tidak boleh terulang kembali ke depannya.  (rko)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Denny Dianggap jadi Aib Kemenkumham

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler