TPNPB Tantang TNI-Polri Perang Gerilya, Ha Ha

Selasa, 21 November 2017 – 06:02 WIB
Desa Kimbely (lingkaran kuning) dan Kampung Banti (lingkaran biru). Foto: GOOGLE EARTH

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah memastikan Satgas Terpadu TNI-Polri terus mengejar kelompok kriminal separatisme bersenjata (KKSB) yang kabur ke hutan.

Menanggapi hal itu, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambom mengatakan bahwa dari dulu pemerintah Indonesia selalu mengancam untuk mengejar sampai tuntas.

BACA JUGA: Namanya Saja KKSB, Ya Dihabiskan, Selesaikan!

Namun, kenyataannya TNPPB masih ada hingga puluhan tahun. ”Bahkan, kita siap kasih hancur Freeport,” paparnya.

Untuk melawan TNI-Polri, lanjutnya, TPNPB akan mengumpulkan 29 Komando Daerah Pertahan (Kodap) dari Sorong hingga Wamena.

BACA JUGA: 30 Anggota KKSB Kabur ke Hutan, TNI-Polri Terus Kejar

Dalam setiap Kodap itu jumlahnya lebih dari 200 personel. ”Kami siap melawan,” terangnya dihubungi Jawa Pos kemarin.

Dalam waktu dekat, TPNPB akan melakukan serangan balasan terhadap TNI-Polri. ”Kalau TNI-Polri berani, silakan perang gerilya dengan kami. Namun, kalau mereka menggunakan roket dan serangan udara itu merupakan tindakan pengecut,” ujarnya.

Saat kembali ditanya soal kemungkinan perdamaian, dia mengaku bahwa hanya ada opsi perundingan antara Indonesia dengan TPNPB.

Dalam perundingan itu harus ada opsi referendum bagi rakyat Papua. ”Kami tidak akan tempuh perdamaian, kami hanya ingin berunding,” paparnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengapresiasi aparat TNI dan Polri yang telah bekerja keras menyelamatkan warga di dua desa, Banti dan Kimbely, Distrik Tembagapura, Mimika. ’

’Terima kasih yang sebesar-besarnya atas nama rakyat kepada TNI dan Polri yang telah melakukan pembebasan sandera tanpa ada satupun masyarakat yang cedera di sana,’’ ujar jokowi di Balai Kartini kemarin.

Meskipun demikian, Jokowi mengakui kalau aksi penyanderaan itu tidak lepas salah satunya dari ketimpangan yang dialami Papua selama bertahun-tahun.

’’Kalau lihat lapangannya, memang Indonesia bagian timur sangat tertinggal sekali di bidang infrastruktur,’’ lanjut mantan Wali Kota Solo itu.

Jokowi menuturkan, selama ini pembangunan infrastruktur selalu dikaitkan dengan ekonomi. Khususnya terkait mobilitas logistik, barang, dan orang yang bisa berdampak ekonomis.

Padahal, infrastruktur dibangun juga agar ada pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia. Bila infrastruktur dibangun secara merata, itu akan mampu menyatukan bangsa.

Dia mencontohkan, tidak sedikit yang mempertanyakan urgensi pembangunan jalur Trans Papua. Khususnya, dampak terhadap perekonomian Papua. ’’Ini bukan urusan ekonomi saja, ini urusan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,’’ tutur Jokowi.

Mantan Gubernur DKI itu menuturkan, pada 2015 dia hendak terbang ke Nduga, salah satu kawasan paling terisolir di Papua yang menjadi zona merah.

Sempat dilarang oleh Panglima TNI dan Kapolri, dia tetap memutuskan berangkat. Di kawasan tersebut dia mendapati kondisi yang benar-benar timpang dibandingkan wilayah di luar Papua.

’’Jalan aspal satu meter pun tidak ada,’’ tuturnya. Bahkan, kantor Kabupaten saat itu sedang dalam proses pembangunan.

Jumlah penduduk yang diklaim bupati sebanyak 129 ribu, pada kenyataannya tidak sampai 200 orang yang tinggal di ibu kota kabupaten. Selebihnya menurut bupati tinggal di hutan.

Berdasarkan fakta tersebut, Jokowi meminta ada pembangunan infrastruktur besar-besaran di Papua. Minimal jalur aspal yang bisa menghubungkan satu titik ke titik lainnya.

Sehingga, masyarakat yang tadinya tinggal di hutan tidak lagi terisolasi. Lebih dari itu, pembangunan tersebut penting bagi keindonesiaan di Papua. (byu/idr/syn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler