Tragedi Kanjuruhan, PRIMA: Puncak Gunung Es Problem Kepribadian Bangsa

Rabu, 05 Oktober 2022 – 23:42 WIB
Ketua Umum DPP Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono. Foto. Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) menilai hilangnya ratusan nyawa dalam tragedi Kanjuruhan merupakan puncak gunung es dari sekian banyak problem kepribadian bangsa Indonesia.

Sebelumnya, ratusan nyawa suporter Arema FC melayang akibat kerusuhan yang melibatkan aparat keamanan dengan suporter di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

BACA JUGA: Warga Jember Korban Tragedi Kanjuruhan Dapat Santunan

Kerusuhan tersebut terjadi setelah pertandingan antara Arema FC vs Persebaya pada Sabtu (1/10) malam.

“Hati kita semua serasa teriris sembilu, pedih teramat perih. Betapa mudahnya nyawa saudara-saudara kita melayang, tragedi ini akan terus menghantui dan menjadi sejarah paling kelam dalam persepakbolaan nasional, bahkan mungkin juga dunia,” ujar Ketua Umum PRIMA  Agus Jabo Priyono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (5/10).

BACA JUGA: Tragedi Kanjuruhan: Semoga Status RI sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U-20 Tak Dicabut

Agus Jabo mengatakan kepribadian bangsa Indonesia saat ini mengalami kemunduran dan jatuh ke titik paling nadir.

Menurut dia, ada yang tidak beres dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dia juga meyinggung sebelumnya terdapat empat institusi yang mengatur moral masyarakat juga terlibat dalam beberapa kasus, di antaranya pembunuhan yang melibatkan petinggi Polri, penangkapan rektor perguruan tinggi, penangkapan bendahara ormas keagamaan terbesar dan penangkapan salah satu Hakim Agung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Sedemikian akut kerusakan kultur dan struktur bangsa dan negara. Kerusakan kepribadian bangsa,” imbuhnya.

Agus Jabo mengungkapkan, hitam putihnya kepribadian bangsa sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi politik yang diterapkan oleh sebuah negara.

Menurut dia, sistem yang baik juga akan menghasilkan kepribadian bangsa yang luhur.

Sebaliknya, sistem yang buruk juga akan menghasilkan kepribadian yang buruk pula.

Dia memandang nilai-nilai luhur Pancasila yang menjadi dasar kepribadian berbangsa telah lama hilang, ‘sirna ilang kertaning bumi’.

Menurut dia, akar persoalan rusaknya kepribadian bangsa dan hilangnya nilai-nilai luhur Pancasila diakibatkan oleh penggunaan uang dan kekayaan untuk menguasai ekonomi, politik dan sosial.

“Reformasi 1998 dengan agenda demokrasi, kesejahteraan sosial dan pemerintahan bersih, yang kita harapkan mengubah sistem ekonomi, politik dan sosial, justru terjerumus ke lembah dekadensi. Alam liberal menjadi sumber segala persoalan, siapa yang kapitalnya kuat, dialah yang berkuasa,” ujar dia.

Pria asal Magelang Jawa Tengah tersebut menuturkan bahwa setelah reformasi 1998 tidak ada perubahan berarti struktur ekonomi maupun politik. Alam liberal hasil reformasi justru menghasilkan segelintir kecil kelompok masyarakat yang sangat kuat yang menguasai sumber daya ekonomi. Segelintir orang super kaya inilah yang kemudian dikenal dengan oligarki.

“Segelintir orang penguasa sumber ekonomi ini dengan kekuatan uangnya kemudian mempengaruhi serta meguasai lembaga politik, akibatnya aturan dan UU yang berlaku, cenderung membela kepentingan orang-orang superkaya ini,” ujar Agus Jabo.

Agus Jabo menyampaikan, berdasarkan laporan World Inequality Lab 2022, dalam dua dekade terakhir kesenjangan ekonomi di Indonesia tidak mengalami perubahan signifikan.

Laporan itu mencatat, selama periode 2001-2021 sebanyak 50 persen penduduk Indonesia hanya memiliki kurang dari 5 persen kekayaan rumah tangga nasional. Sedangkan 10 persen penduduk lainnya memiliki sekitar 60 persen kekayaan rumah tangga nasional.

Sumber daya seperti emas, gas, batubara, nikel, sawit dan lain-lain bukan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, tetapi hanya dinikmati oleh segelintir orang.

“Situasi ini menimbulkan kesenjangan, kekecewaan dan keresahan umum,” tambahnya.

Oleh sebab itu, Agus Jabo menyatakan sebelum Pemilu 2024 harus ada koreksi total terhadap konsep, sistem, struktur berbangsa dan bernegara, dengan jalan konsensus.

Konsensus itu mempertemukan unsur-unsur pimpinan negara dengan unsur-unsur masyarakat untuk merumuskan haluan baru, kembali ke jati diri bangsa, dengan landasan Preambule UUD 1945.

Jika tidak, Pemilu 2024 hanya akan menjadi ritual pergantian komposisi dan susuanan kekuasaan, tanpa mengubah apapun yang menjadi akar persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu struktur ekonomi dan politik yang hanya dikuasai segelintir orang, yang bertentangan dengan tujuan dan dasar negara yang termaktub dalam Preambule UUD 1945.

“Tujuan utama konsensus tersebut adalah terwujudnya keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat Indonesia agar terbentuk kepribadian bangsa yang luhur, sesuai dengan nilai Pancasila,” ujar Agus.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler