Tragedi Oktober di Kanjuruhan

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Minggu, 02 Oktober 2022 – 08:00 WIB
Skuad Persebaya terpaksa dikeluarkan menggunakan kendaraan taktis setelah suporter mengamuk di Stadion Kanjuruhan, Malang. Foto: Antara/Prabowo/abs/rwa

jpnn.com - Dunia sepak bola Indonesia berduka.

Liga 1 yang mempertandingkan Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Minggu (1/10) berakhir menjadi tragedi.

BACA JUGA: Aremania Ricuh di Kanjuruhan, 127 Orang Meninggal Dunia, Termasuk 2 Polisi

Arema kalah dari Persebaya 2-3, suporter marah, dan kerusuhan meledak menjadi huru-hara yang menewaskan sedikitnya 134 orang.

Ini merupakan jumlah korban kerusuhan terbesar dalam sejarah sepak bola Indonesia. Sangat mungkin jumlah ini merupakan yang terbesar dalam sejarah kerusuhan sepak bola di seluruh dunia.

BACA JUGA: Kecam Kericuhan Suporter di Stadion Kanjuruhan, PSSI Bakal Kirimkan Tim Investigasi

Jumlah korban di Malang masih sangat mungkin bertambah, karena sampai pagi ini masih tercatat 180 orang dirawat di rumah sakit.

Tragedi Kanjuruhan jauh lebih mengerikan dari Tragedi Heysel di Brussel, Belgia pada 1985. Ketika itu berlangsung final Piala Champions mempertemukan Juventus vs Liverpool.

BACA JUGA: Aremania Ricuh di Kanjuruhan, Korlap Suporter Bicara Soal Data Korban Meninggal

Juventus menang dengan skor 1-0. Suporter Liverpool mengamuk dan membuat kerusuhan. Ratusan orang terluka akibat dinding stadion yang berjatuhan dan 39 meninggal dunia.

Otoritas sepak bola Eropa, UEFA, bertindak tegas dengan menjatuhkan sanksi keras berupa larangan bagi seluruh klub Inggris untuk mengikuti kompetisi apa pun di level Eropa. Bukan hanya Liverpool yang dikenai sanksi, tetapi seluruh klub Inggris.

Yang berbuat onar adalah suporter Liverpool, yang menanggung sanksi adalah seluruh klub sepak bola Inggris.

Dengan sanksi tegas dan keras tanpa kompromi itu seluruh klub di Eropa berbenah dan menata hubungan dengan suporter. Organisasi suporter di seluruh Eropa berbenah dengan memperbaiki manajemen dan memberikan edukasi terhadap suporter-suporter yang menjadi anggota.

Sanksi keras yang dijatuhkan oleh UEFA membawa efek jera yang kongkret.

Di Inggris suporter Hooligan yang terkenal fanatik dan beringas akhirnya bisa memperbaiki diri. Mereka kemudian berubah menjadi kelompok suporter yang punya fanatisme tinggi, tetapi tidak lagi beringas dan anarki.

Demikian halnya dengan kelompok suporter garis keras klub-klub Italia yang dikenal sebagai ‘’ultras’’. Mereka berbenah dan memperbaiki manajemen, sehingga berhasil menjadi kelompok suporter yang militan, tetapi tidak brutal.

Di Indonesia tragedi kematian suporter sangat sering terjadi, baik akibat perkelahian antarsuporter maupun karena kecelakaan di dalam atau di luar stadion. Namun, sejauh ini sanksi yang dijatuhkan oleh PSSI, sebagai otoritas tertinggi sepak bola Indonesia, tidak memberikan efek jera yang bisa membawa reformasi total dalam pengelolaan suporter di Indonesia.

Sebelum kompetisi Liga 1 dimulai sudah terjadi korban tewas dalam pertandingan pra-musim Piala Presiden 2022, Juni lalu.

Dalam laga di Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Bandung, antara Persib melawan Persebaya, dua bobotoh, suporter Persib, meninggal dunia akibat terjatuh dan terinjak-injak oleh penonoton lain.

Dari laporan match summary terungkap bahwa kerusuhan terjadi karena penonton berdesak-desakan berebut memasuki stadion.

Kapasitas GBLA yang 38 ribu full house hampir 100 persen. Data yang terungkap dari penjualan tiket menunjukkan bahwa jumlah penonton mencapai 37.872 orang. Ini berarti 99,7 persen stadion dipenuhi suporter.

Hal ini merupakan pelanggaran karena aturan Piala Presiden menyebutkan bahwa kapasitas stadion maksimal hanya boleh diisi 75 persen. Dalam pernyataan resmi juga disebutkan bahwa panitia hanya mencetak 19.000 tiket setiap pertandingan.

Pada kenyataannya tiket yang beredar jumlahnya dua kali lipat. Semua penonton yang hadir dalam pertandingan itu diketahui memegang tiket resmi.

Pelanggaran prosedur penjualan tiket, dan antisipasi keamanan yang tidak maksimal, menyebabkan dua nyawa melayang. Seharusnya ada evaluasi dan ada sanksi atas kejadian ini. Namun, ternyata keputusan yang diambil hanya formalitas saja.

Alarm tanda bahaya juga sudah muncul di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo dua minggu yang lalu.

Ketika itu ratusan suporter Bonek mengamuk setelah Persebaya kalah 1-2 dari Rans Nusantara. Bonek mengamuk, turun ke lapangan, merusak fasilitas stadion, dan melakukan penjarahan. Akibat kerusuhan ini Persebaya harus mengganti kerusakan stadion sampai seratus juta lebih.

Persebaya dijatuhi sanksi lima kali bermain tanpa penonton dalam pertandingan home.

Peristiwa di GBLA dan Gelora Delta menjadi alarm tanda bahaya akan munculnya tragedi yang lebih dahsyat.

Tragedi itu pun akhirnya menjadi kenyataan di Stadion Kanjuruhan.

Sampai sekarang masih belum diketahui penyebab jatuhnya korban yang begitu besar.

Namun, bisa dipastikan bahwa korban meninggal bukan karena bentrok dengan suporter Bonek Persebaya, karena pihak keamanan sudah melarang suporter Bonek untuk datang ke Malang.

Kemungkinan yang terjadi adalah suporter meninggal karena mengalami sesak napas, karena dari video dan foto-foto yang beredar tidak terlihat korban tewas yang mengalami luka parah.

Dugaan sementara korban tewas karena sesak napas oleh gas air mata. Jika benar bahwa gas air mata dipakai untuk membubarkan kerusuhan di stadion maka hal ini merupakan pelanggaran terhadap aturan FIFA, federasi sepak bola internasional, yang tidak memperbolehkan gas air mata dipakai di stadion.

PSSI menghadapi risiko sanksi dari FIFA jika terbukti melakukan pelanggaran.

Tragedi Kanjuruhan terjadi ketika publik sepak bola Indonesia masih menikmati sisa-sisa euforia karena penampilan timnas Indonesia yang mengesankan. Dua kemenangan dalam pertandingan FIFA Match Day melawan Curacao, pekan lalu, membuat publik sepak bola nasional terhibur.

Di level kompetisi internasional Indonesia sedang menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.

Polesan pelatih timnas Shin Tae-yong membawa timnas senior berhasil lolos ke Piala Asia 2023. Timnas junior U-20 juga lolos ke Piala Asia 2023 di Uzbekhistan. Timnas Indonesia U-20 juga lolos otomatis dalam Piala Dunia U-20 yang bakal digelar di Indonesia, Mei tahun depan.

Tragedi Oktober di Kanjuruhan dikhawatirkan akan membawa sanksi yang memengaruhi keikutsertaan Indonesia di ajang kompetisi internasional itu.

PSSI harus segera melakukan antisipasi terhadap hal ini. Sanksi tegas harus dijatuhkan terhadap siapa pun yang bersalah, tanpa pandang bulu.

Tim gabungan ‘’fact finding’’ dari PSSI, Polri, dan unsur lain harus dibentuk untuk mengungkap tragedi ini secara tuntas.

Selama ini, PSSI selalu gamang dalam mengambil keputusan tegas, karena adanya konflik kepentingan di internal PSSI. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa banyak petinggi PSSI yang mempunyai klub yang berkompetisi di liga Indonesia.

Kali ini PSSI tidak punya pilihan lain kecuali bertindak tegas dan menyingkirkan berbagai konflik kepentingan.

Publik tahu bahwa seorang petinggi PSSI mempunyai saham pribadi di Arema Malang. Konflik kepentingan ini harus disisihkan. Kalau tidak, PSSI akan terancam disisihkan dari perhelatan sepak bola internasional. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aremania Mengamuk di Kanjuruhan, 5 Suporter Tergeletak Ditutupi Kain dan Koran


Redaktur : Mufthia Ridwan
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler