Tragedi Tanker Sanchi Sebabkan Kerusakan Lingkungan Parah

Selasa, 09 Januari 2018 – 21:47 WIB
Tanker berbendera Iran tabrakan dengan kapal kargo Hongkong di perairan Tiongkok. Foto: Reuters

jpnn.com - Tim penyelamat berlomba dengan waktu untuk memadamkan api yang melahap kapal tanker Sanchi. Setiap detik sangat berharga.

Jika api tak segera padam, kapal nahas itu akan meledak dan sangat mungkin tenggelam. Dan, ledakan bakal membuat kerusakan lingkungan lebih masif.

BACA JUGA: Tanker Iran Tabrak Kapal Hong Kong, Puluhan ABK Hilang

Pemadaman api di kapal tanker yang dioperasikan National Iranian Tanker Co itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Sanchi yang bertabrakan dengan kapal kargo CF Crystal di Laut China Timur tersebut membawa hampir 1 juta barel kondensat yang mudah terbakar.

Itu membuat api kian sulit dijinakkan. Cuaca buruk dan asap pekat hasil pembakaran menambah buruk situasi. Hingga hari ini, Selasa (8/1), api masih membara.

BACA JUGA: Tambang Pasir Merajalela Ancam Sumber Air Warga

’’Situasi dan kondisi di lapangan tidak menguntungkan untuk proses pencarian dan penyelamatan, serta beberapa kru masih hilang,’’ ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lu Kang sebagaimana dilansir Reuters.

Dari 32 kru Sanchi, baru satu orang yang berhasil dievakuasi. Dia ditemukan dalam kondisi tak bernyawa. Kepala Organisasi Maritim dan Pelabuhan Iran Mohammad Rastad mengungkapkan, jenazah itu dikirim ke Shanghai untuk proses identifikasi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, 30 kru Sanchi adalah penduduk Iran dan sisanya Bangladesh. Belum ada keterangan jenazah yang ditemukan itu warga mana. Nasib kru sisanya juga belum diketahui.

Tiga negara, yaitu Tiongkok, Korea Selatan (Korsel), dan Amerika Serikat (AS), berjuang meminimalkan bencana akibat kecelakaan Sabtu malam (6/1) itu.

Tiongkok mengirimkan empat kapal penyelamat dan tiga perahu pembersih minyak ke lokasi. Masing-masing satu perahu dan helikopter dikirimkan Korsel.

Sedangkan AS mengerahkan pesawat militer P-8A dari pangkalannya di Okinawa, Jepang, untuk mengelilingi sekitar lokasi dan mencari kru yang masih hilang.

Direktur lembaga konsultan JTD Energy Service John Driscoll mengungkapkan bahwa kondensat lebih mudah menguap maupun bercampur dengan air.

Sifatnya yang tidak berbau maupun berwarna juga membuat tim penyelamat sulit mendeteksi, mencegah kebocoran meluas, atau membersihkannya jika tumpah.

Dampak lingkungan yang disebabkan tumpahnya kondensat itu mungkin bisa sampai ke garis pantai terdekat. Namun, pakar lingkungan Wei Xianghua menegaskan bahwa situasinya lebih buruk dari itu.

’’Ada kemungkinan itu bisa membunuh kehidupan bawah laut di area yang luas,’’ tegas pakar lingkungan di Tsinghua University, Beijing, Tiongkok, tersebut sebagaimana dikutip BBC.

Belum diketahui dengan pasti berapa kondensat yang tumpah ke laut dan kisaran dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan kecelakaan itu.

Reuters memperkirakan kecelakaan tersebut akan menjadi insiden terburuk sejak kapal ABT Summer meledak di Angola pada 1991.

Kala itu sebanyak 260 ribu ton minyak yang dibawanya melapisi 200 kilometer persegi perairan Angola. Kondensat yang dibawa Sanchi setara 136 ribu ton dan senilai USD 60 juta atau Rp 805,6 miliar.

Hingga kemarin, belum diketahui dengan pasti penyebab kecelakaan tersebut. Berdasar data pelacakan kapal, diketahui bahwa lokasi tabrakan berada di perairan yang jarang digunakan kapal-kapal besar seperti tanker dan kargo. (sha/c17/dos)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler