Transaksi Uang Tunai Jelang Pemilu Meningkat

PPATK Minta BI dan Menkeu Batasi Transkasi

Kamis, 03 Januari 2013 – 00:11 WIB
JAKARTA - Menjelang Pemilihan Umum tahun 2014 nanti, dikhawatirkan akan banyak terjadi transaksi mencurigakan yang berpotensi tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berharap Bank Indonesia (BI) dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengeluarkan aturan untuk membatasi transaksi tunai maksimal Rp 100 juta. Pasalnya, tren transaksi tunai makin meningkat dilakukan oknum-oknum tertentu.

Menurut Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso, pihaknya sudah mendorong BI untuk mengeluarkan aturan khusus bagi semua bank di bawah naungannya, agar mempertanyakan transaksi tunai yang dilakukan nasabahnnya. Termasuk tujuan dilakukannya transaksi tunai itu.

"Supaya bank tidak melayani setoran tunai di atas 100 juta dan melayani penarikan tunai di atas 100 juta. Kalau itu terjadi, bisa didalami, uang dari mana. Bisa saja ,katakanlah pengusaha untuk gaji. Tapi bank harus catat itu semua. Lalu Menkeu, mengawasi dengan ketat pembayaran pengadaan barang dan jasa agar tidak dengan tunai, tetap  dengan pemindahbukuan," ujar Agus di Jakarta, Rabu (2/1).

Menurutnya, jika belum ada aturan itu, maka PPATK hanya bisa mengandalkan partisipasi masyarakat dalam memantau transaksi tunai saat pilkada maupun Pemilu. Dalam hal ini, masyarakat dan bank harus jeli, jika ada orang yang tanpa tujuan jelas menukarkan uang ratusan juta dengan uang ribuan. Menurut Agus, modus-modus seperti itu sudah terjadi di daerah. Ia mencontohkan beberapa bulan lalu mendapat laporan, bahwa ada seseorang membawa banyak uang rusak untuk ditukarkan di BI wilayah. Uang lama dan rusak dalam jumlah besar itu ditukarkan dalam pecahan nilai uang yang lebih kecil.

"Tongkrongin aja di bank-bank tertentu, kalau jelang pilkada atau pemilu, ada orang tukar uang 20 ribuan, katakan di atas 100 juta, kalau dia bukan pengusaha. Untuk apa? Untuk bayar gaji? Uang 200 juta ditukar jadi 20 ribuan semua untuk apa. Kemungkinan enggak benar. Hal seperti itu bisa dilaporkan," tegas Agus.

Modus itu, kata Agus telah ia laporkan pada BI, agar menjadi perhatian khusus. Namun BI baru sampai pada tahap akan mengkaji usul PPATK itu.

Seperti diketahui, pada akhir 2012, PPATK telah menerima Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) sebanyak 12,2 juta laporan yang mayoritas diterima dari penyedia jasa keuangan bank yaitu 99,8 persen. Jumlah tersebut jauh di atas jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang hanya sebanyak 108.145 yang dilaporkan oleh 381 penyedia jasa keuangan.

Dari jumlah tersebut sebanyak 2.122 telah dianalisis dan disampaikan kepada kepolisian, kejaksaan, KPK, Badan Narkotika Nasional dan Ditjen Pajak dengan jumlah uang yang dianalisis adalah sekitar Rp100 triliun dalam 1.700 rekening.

Ini menjadi sorotan PPATK, karena banyak kasus korupsi terjadi melalui transaksi tunai. Dalam hal ini, PPATK bahkan menemukan 2000 transaksi mencurigakan terkait anggota Banggar. Namun, baru 20 nama yang sudah diberikan PPATK pada KPK.

Transaksi tunai ini mengakibatkan PPATK sulit menelusuri muara si pemberi uang. Oknum di tingkat atas yang menggelontorkan dananya untuk orang-orang tertentu. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Eksekusi Bupati Aru, Kejagung Cari Waktu

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler