JAKARTA--Pemotongan kuota haji menjadi pukulan telak bagi penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK). Perusahaan travel haji tersebut terancam merugi karena sudah membayar DP (down payment) alias uang muka untuk sejumlah pos keperluan haji.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Artha Hanif mengatakan pihaknya bakal membantu pemerintah Indonesia melobi pemerintah Arab Saudi. Harapannya, pemotongan kuota haji untuk Indonesia bisa dikurangi.
Artha mengatakan, skema penyelenggaraan haji di Indonesia ada dua. Pertama, dioperatori pemerintah lewat Kementerian Agama (Kemenag) dengan sifat nirlaba. Kedua, diselenggarakan PIHK atau travel dengan sifat mencari untung. "Bagaimanapun juga PIHK itu adalah badan usaha yang prinsipnya mencari untung karena berbisnis," jelas dia.
Pemangkasan kuota haji secara finansial tidak akan terlalu merugikan pemerintah. Sebab, dana yang dipakai untuk keperluan haji adalah dari APBN dan hasil optimalisasi atau bunga timbunan setoran awal. Resiko yang diterima pemerintah adalah kecaman dari masyarakat.
Di sisi lain, PIHK bakal merugi dua kali. Selain kecaman dari calon jamaah, yang tidak kalah penting adalah ancaman merugi secara bisnis. Artha mengatakan, AMPHURI sangat berkepentingan untuk ikut menegosiasi pemangkasan kuota haji. Sebab, kebijakan itu bisa membuat sejumlah PIHK dengan jumlah jamaah haji kecil gulung tikar alias bangkrut.
PIHK harus menomboki dulu pembayaran segala keperluan haji. Mulai dari membayar uang muka hotel di Makkah dan Madinah, transportasi selama di Arab Saudi, katering, hingga tiket pesawat terbang. Kemenag selaku pemegang ongkos haji khusus sebesar USD 8.000 (Rp 78,9 juta) per jamaah mewajibkan setiap PIHK menyerahkan tanda tangan kontrak atau pembayaran DP tersebut. " Kemenag tidak mau mencairkan ongkos haji khusus jika PIHK belum membayar DP kepada hotel, katering, dan sebagainya," ujar Artha.
Biaya awal yang dikeluarkan IHK untuk DP adalah USD 5.000 (Rp 49,3 juta) per jamaah. Dengan kuota pokok haji khusus sebanyak 17 ribu orang, pemangkasan mencapai 3.400 orang (20 persen). Jika dirata-rata setiap jamaah sudah ditalangi USD 5.000, maka potensi kerugian mencapai Rp 167,8 miliar. "Kerugian paling dirasakan oleh PIHK yang meminjam uang ke bank untuk membayar DP fasilitas haji," tandasnya.
Selain merugi secara finansial, ada potensi terjadi perselisihan antar PIHK bila Kemenag tidak segera menetapkan nama-nama jamaah haji khusus yang terkena pemotongan kuota.
Dengan sistem yang berjalan saat ini, pemotongan 20 persen bukan berarti setiap PIHK bakal terkena pemotongan jamaah yang setara. Pemotongan menggunakan sistem nomor urut termuda. Jadi, tidak menutup kemungkinan ada PIHK yang gagal memberangkatkan jamaah karena seluruhnya bernomor urut muda.
Artha mengatakan, pemangkasan 3.400 jamaah haji khusus ini berlaku terus ke belakang. Jika tahun depan tidak ada penambahan kuota sebesar 3.400 kursi, otomatis bakal ada 3.400 jamaah haji antrean berangkat 2014 yang tergeser ke periode 2015. Begitu seterusnya.
Di sisi lain, Kemenag terus berupaya meredam potensi ketegangan pada calon jamaah haji yang gagal berangkat tahun ini. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Anggito Abimanyu menuturkan, pimpinan Kemenag di level provinsi maupun kabupaten dan kota harus bisa memberikan penjelasan yang klir kepada masyarakat. "Sehingga masyarakat bisa tenang dan tidak menimbulkan dampak yang luas," paparnya.
Anggito menegaskan bahwa pemotongan kuota haji tidak hanya terjadi pada Indonesia, juga untuk semua negara pengirim jamaah haji. Dampak yang terjadi di Indonesia memang signifikan karena jumlahnya paling besar. Kuota haji Indonesia adalah 211 ribu orang. Jumlah itu dipotong 20 persen atau setara dengan 42.200 orang sehingga menjadi 168.800 orang.
Kemenag berencana mengumumkan nama-nama calon jamaah yang tidak bisa berangkat paling cepat pekan depan. Hal itu dilakukan setelah negosiasi dengan pemerintah Arab Saudi beres. (wan/ca)
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Artha Hanif mengatakan pihaknya bakal membantu pemerintah Indonesia melobi pemerintah Arab Saudi. Harapannya, pemotongan kuota haji untuk Indonesia bisa dikurangi.
Artha mengatakan, skema penyelenggaraan haji di Indonesia ada dua. Pertama, dioperatori pemerintah lewat Kementerian Agama (Kemenag) dengan sifat nirlaba. Kedua, diselenggarakan PIHK atau travel dengan sifat mencari untung. "Bagaimanapun juga PIHK itu adalah badan usaha yang prinsipnya mencari untung karena berbisnis," jelas dia.
Pemangkasan kuota haji secara finansial tidak akan terlalu merugikan pemerintah. Sebab, dana yang dipakai untuk keperluan haji adalah dari APBN dan hasil optimalisasi atau bunga timbunan setoran awal. Resiko yang diterima pemerintah adalah kecaman dari masyarakat.
Di sisi lain, PIHK bakal merugi dua kali. Selain kecaman dari calon jamaah, yang tidak kalah penting adalah ancaman merugi secara bisnis. Artha mengatakan, AMPHURI sangat berkepentingan untuk ikut menegosiasi pemangkasan kuota haji. Sebab, kebijakan itu bisa membuat sejumlah PIHK dengan jumlah jamaah haji kecil gulung tikar alias bangkrut.
PIHK harus menomboki dulu pembayaran segala keperluan haji. Mulai dari membayar uang muka hotel di Makkah dan Madinah, transportasi selama di Arab Saudi, katering, hingga tiket pesawat terbang. Kemenag selaku pemegang ongkos haji khusus sebesar USD 8.000 (Rp 78,9 juta) per jamaah mewajibkan setiap PIHK menyerahkan tanda tangan kontrak atau pembayaran DP tersebut. " Kemenag tidak mau mencairkan ongkos haji khusus jika PIHK belum membayar DP kepada hotel, katering, dan sebagainya," ujar Artha.
Biaya awal yang dikeluarkan IHK untuk DP adalah USD 5.000 (Rp 49,3 juta) per jamaah. Dengan kuota pokok haji khusus sebanyak 17 ribu orang, pemangkasan mencapai 3.400 orang (20 persen). Jika dirata-rata setiap jamaah sudah ditalangi USD 5.000, maka potensi kerugian mencapai Rp 167,8 miliar. "Kerugian paling dirasakan oleh PIHK yang meminjam uang ke bank untuk membayar DP fasilitas haji," tandasnya.
Selain merugi secara finansial, ada potensi terjadi perselisihan antar PIHK bila Kemenag tidak segera menetapkan nama-nama jamaah haji khusus yang terkena pemotongan kuota.
Dengan sistem yang berjalan saat ini, pemotongan 20 persen bukan berarti setiap PIHK bakal terkena pemotongan jamaah yang setara. Pemotongan menggunakan sistem nomor urut termuda. Jadi, tidak menutup kemungkinan ada PIHK yang gagal memberangkatkan jamaah karena seluruhnya bernomor urut muda.
Artha mengatakan, pemangkasan 3.400 jamaah haji khusus ini berlaku terus ke belakang. Jika tahun depan tidak ada penambahan kuota sebesar 3.400 kursi, otomatis bakal ada 3.400 jamaah haji antrean berangkat 2014 yang tergeser ke periode 2015. Begitu seterusnya.
Di sisi lain, Kemenag terus berupaya meredam potensi ketegangan pada calon jamaah haji yang gagal berangkat tahun ini. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Anggito Abimanyu menuturkan, pimpinan Kemenag di level provinsi maupun kabupaten dan kota harus bisa memberikan penjelasan yang klir kepada masyarakat. "Sehingga masyarakat bisa tenang dan tidak menimbulkan dampak yang luas," paparnya.
Anggito menegaskan bahwa pemotongan kuota haji tidak hanya terjadi pada Indonesia, juga untuk semua negara pengirim jamaah haji. Dampak yang terjadi di Indonesia memang signifikan karena jumlahnya paling besar. Kuota haji Indonesia adalah 211 ribu orang. Jumlah itu dipotong 20 persen atau setara dengan 42.200 orang sehingga menjadi 168.800 orang.
Kemenag berencana mengumumkan nama-nama calon jamaah yang tidak bisa berangkat paling cepat pekan depan. Hal itu dilakukan setelah negosiasi dengan pemerintah Arab Saudi beres. (wan/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kader PKS Minta KPK Sita Aset Angelina Sondakh
Redaktur : Tim Redaksi