jpnn.com, BOGOR - Tren minum kopi yang kian populer di masyarakat, justru menjadi kekhawatiran bagi petani kopi.
Menurut pendamping petani dari Yayasan Prakarsa Hijau Indonesia, Tosca Santoso, kekhawatiran itu lebih ke dampak impor kopi.
BACA JUGA: Indonesian Coffeeride Jelajahi Kekayaan Kopi Jawa hingga NTT
"Kita senang di hilir pertumbuhan dan respon habit orang minum kopi makin bagus, itu yang harus kita syukuri. Tetapi hulunya ketinggalan jauh, ada banyak PR (pekerjaan rumah) di sana," ujar Inisiator Kopi Sarongge itu saat diskusi seputar kopi di Galeri Kopi Darat, di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Salah satu permasalahan di hulu, lanjut Tosca, yaitu mengenai ketersediaan lahan.
BACA JUGA: 2020, Bisnis Kedai Kopi Masih Menjanjikan
Selama periode pertama, ia mencatat sekitar 3,1 juta hektare lahan dibagikan kepada petani melalui program kehutanan sosial, dari target keseluruhan pembagian 12,7 juta hektare lahan.
"Masih ada 9 juta hektare lebih yang belum dibagikan. Periode pertama Jokowi sudah tahu celahnya, mestinya periode kedua bisa digenjot sangat cepat," kata pria 54 tahun yang juga pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) itu.
BACA JUGA: Sambut Natal dan Tahun Baru dengan Kopi Kangen Dimanjah
Ia khawatir, tingginya permintaan di hilir dengan kondisi hulu yang tak berubah, akan berpotensi meningkatnya keran impor kopi. Karena harga kopi impor menurutnya tak kalah murah dengan kopi dalam negeri.
"Bahayanya, kalau suplainya (kopi) mengecil, belum tentu harga petani naik, karena kemungkinan impor yang masuk," beber Tosca.
Ia memberikan contoh produksi kopi yang murah di negara lain, yaitu Vietnam. Harga kopi murah karena upah petani yang jauh lebih rendah jika membandingkan dengan Indonesia. Jika, di Vietnam upah petani 1 dolar per hari, di Indonesia mencapai 4 dolar per setengah hari.
"Petani kita di Sunda ini kerja sampai lohor (siang) 4 dolar atau Rp 50 ribu, kalau sampai sore Rp 70 ribu. Tidak heran, tahun kemarin 150 ribu ton kopi Vietnam masuk Indonesia, karena murah," bebernya.
Tosca mengatakan, peningkatan angka konsumsi kopi di Indonesia pada tahun lalu yang mencapai 14 persen itu jauh melampaui angka rata-rata konsumsi kopi dunia yang hanya sekitar 3 sampai 4 persen.
Peningkatan itu diakibatkan menjamurnya kedai-kedai kopi di Indonesia. Pertumbuhan kedai kopi bahkan menurutnya tidak hanya terjadi di Pulau Jawa, melainkan juga pulau-pulau lainnya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha