BANDAR LAMPUNG - Aksi kekerasan terhadap perempuan dan trafficking di Indonesia masih sangat tinggi. Bahkan, di sejumlah daerah, menunjukkan tren meningkat. Di Provinsi Lampung, misalnya. Pada 2009 tercatat 208 kasus, 2010 mencapai 320 kasus, dan pada 2011 sebanyak 367 kasus.
’’Dari 2009 sampai 2011 perempuan dan anak masih kerap dijadikan korban ketidakadilan serta kekerasan. Belum lagi di 2011 ada 136 kasus korban perkosaan di bawah umur 18 tahun,’’ ungkap Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan (PP) Lana Rekyanti di Gedung BPP Lampung, Bandar Lampung, Kamis (10/5).
Sedangkan pada 2011, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) usia di atas 18 tahun ke atas di Lampung mencapai 178 kasus. Hasil itu tidak jauh berbeda dari 2010 yang mencapai 173 kasus KDRT. ’’Kami akui kasus kekerasan tersebut masih banyak yang belum terungkap di lapangan,’’ terang Lana.
Lana menilai, tingginya kekerasan dan trafficking di Lampung merupakan masalah klasik yaitu kemiskinan dan minimnya pendidikan. Maka, angka kekerasan yang dialami perempuan dan anak dari tahun ke tahun semakin tinggi. ’’Banyak sekali korban kekerasan dan si korban tidak melapor kejadian yang menimpa dirinya,’’ pungkasnya.
Untuk itu, tegas dia, PP Provinsi Lampung melakukan berbagai program yang digulirkan untuk menekan hal tersebut agar tidak semakin parah. Program tersebut mulai sosialisasi, pelatihan, hingga membuat posko pengaduan khusus untuk perempuan dan anak. ’’Ini juga semacam alur penanganan bagi masyarakat,’’ pungkas Lana.
Selain itu, ulas dia, korban kekerasan perempuan maupun trafficking juga bisa melaporkan kepada PP kabupaten atau kota, polres, dan LSM. Lalu, laporan itu akan ditindaklanjuti baik dari keamanan si korban, mental, dan kesehatananya. ’’Kemudian kita akan bawa ke rumah aman,’’ kata Kepala Biro PP Provinsi Lampung itu.
Di tempat berbeda, Wakil Ketua Komite I DPD RI Istibsyaroh menganggap, KDRT sebenarnya sudah tertuang dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2004. Namun, lemahnya kemandirian kaum perempuan yang masih tergantung dengan suaminya, membuat banyak perempuan jarang melaporkan kejadian tersebut. ’’Dengan alasan malu untuk melapor,’’ ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, polisi juga tidak bertindak cepat atau menangani atas laporan kekerasan yang dialami korban. Malah, polisi terkesan bias gender atau merendahkan posisi perempuan. ’’Untuk itu, posisi perempuan harus diperkuat,’’ imbuh Istib, sapaan Istibsyaroh.
Jadi, pungkasnya, kehadiran Pemberdayaan Perempuan bukan jangan hanya di Lampung tapi sebaiknya di daerah lain juga penting untuk kepentingan kaum hawa. Sebab, fungsi dan perannya pemberdayaan agar meningkatkan skill untuk kehidupan lebih baik. ’’Tetapi apa bila diberi skill harus dijalankan,’’ kata senator Indonesia asal Provinsi Jawa Timur itu.
Istib menambahkan, selama ini DPD RI juga menganjurkan agar diberikan kemampuan bagi perempuan agar tidak ada lagi KDRT. Sedangkan pria harus diberikan kesadaran dan pemantapan perilaku agar tidak bertindak semena-mena. ’’Namun intinya, harus saling menghargai satu sama lain agar ke depannya tidak ada lagi kekerasan-kekerasan terhadap perempuan,’’ papar dia. (fdi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KNKT Gandeng Rusia Investigasi Kecelakaan Sukhoi
Redaktur : Tim Redaksi