jpnn.com - Tri Murtiono mengajak serta istri dan ketiga anaknya melakukan aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5) pagi.
JOS R.-MIRZA A.-DWI, Surabaya; HASTI EDI, Sidoarjo
BACA JUGA: Pengunjung Polda Jatim Diperiksa Detail
Briptu Dimas Indra Syafrianto masih ingat betul ekspresi wajah Tri sesaat sebelum ledakan yang menewaskan Tri, istri, dan dua anaknya yang berboncengan dengan motor berbeda itu.
Tatapan mata pelaku tampak kosong. Melirik kanan dan kiri. ’’Wajahnya ketakutan. Saya tahu persis itu,’’ katanya, seperti diberitakan Jawa Pos.
BACA JUGA: Pelaku Bom Surabaya Keponakan dari Teroris Bom Bali 1
Dia menganggap wajah ketakutan itu wajar. Entah apa pun bentuk doktrin di dalam otak pelaku, akhirnya dia sendiri yang harus memutuskan hidup atau mati. ’’Pelaku itu mau mati juga takut. Takut sekali,’’ ungkapnya.
Begitu motor Tri berhenti, jari jempol Dimas ditempelkan ke bagian pengunci untuk bersiap membuka safe lock senapan. Dimas hendak mengokang senjata. Namun, ledakan mendahuluinya. Duarr!
BACA JUGA: Teror Marak Lagi, DPR Segera Cecar Kepala BIN
Ada tiga polisi lain di lokasi ledakan saat itu. Dimas berada di belakang Bripka Ahmad Muaffan. Muaffan berada tepat di depan motor Honda Supra X yang dikendarai Tri. Sedangkan yang berdiri berurutan di samping Muaffan adalah Bripka Rendra dan Aipda Umar.
Setelah terjengkang karena ledakan, telinga Dimas berdengung. Pandangannya agak kabur. Sambil berdiri, senjata dikokang. Moncong laras panjang itu diarahkan ke mobil Toyota Avanza hitam yang berada persis di sebelah dua motor yang dikendarai Tri dan anak-anaknya.
Posisi telunjuk sudah masuk ke dalam bingkai pelatuk. Peluru siap dimuntahkan. Saat itu Dimas mengira ledakan berasal dari mobil.
Untung, sebelum peluru tajam dimuntahkan, tangan Aipda Umar menepis senjata Dimas ke bawah. ’’Tahan tembakan, tahan,’’ tiru Dimas separo berteriak.
Setelah pandangan matanya kembali fokus, dia baru melihat tubuh Muaffan dan Rendra ambruk. Mereka merintih kesakitan.
Saat Dimas bercerita kepada Jawa Pos, raut mukanya tampak kalut. Apalagi ketika menceritakan kondisi Muaffan. Rekannya itu muntah darah. Sekujur tubuhnya berlumuran darah dan penuh luka.
Dia terluka di bagian belakang kepala, tangan, dan dadanya. Hingga Rabu (16/5), Muaffan belum bisa diajak berbicara lama. Suaranya lirih. Dokter memintanya untuk fokus beristirahat.
Di lingkungan tempat dia mengontrak rumah di Jalan Tambak Medokan Ayu VI, Tri juga dikenal sebagai pribadi yang tertutup. Sehari-hari, dia jarang berinteraksi dengan warga sekitar.
’’Memang jarang interaksi. Tetapi, saya tidak melihat hal ganjil,’’ ujar Suwito, ketua RT 08, RW 02.
Saat pertama tinggal di rumah kontrakan tersebut, Tri seperti warga pada umumnya. Dia datang untuk melapor dan memberikan fotokopi kartu keluarga, KTP, serta surat nikah. Itu juga menjadi kali pertama dan terakhir dia berjumpa dengan ayah tiga anak tersebut.
Kecurigaan justru muncul dari Kasida. Seorang pengusaha galon yang menjadi langganan keluarga Tri. ’’Biasanya dia yang datang ke toko saya untuk membeli galon. Tetapi, sekitar sepuluh hari terakhir ini dia selalu minta pesan antar,’’ tuturnya.
Kali pertama mengantarkan galon, Kasida hanya bertemu dengan salah satu putra Tri. Dia diterima di depan pagar tanpa boleh menginjakkan kaki di teras. Kejadian itu membuat rasa penasaran dalam benak Kasida muncul.
’’Gara-gara ketemu anaknya, saya jadi penasaran sama bapaknya. Ada perasaan ganjil melihat tingkah laku mereka,’’ tambah pria asli Jogja tersebut.
Keinginannya itu pun terwujud pada Senin (15/5). Sebuah pesan untuk kembali mengantarkan galon ke rumah Tri datang.
Pukul 06.00 Kasida tiba di rumah Tri. Kesempatan itu lantas dia gunakan untuk memuaskan rasa penasarannya. ’’Saya mencoba mengonfirmasi pekerjaannya sebagai pengusaha aluminium. Tetapi, bukannya dijawab, saya malah mendapat ceramah,’’ tutur Kasida.
BACA JUGA: Aisyah Putri Luka di Dada Kiri, Mengalami Trauma Terparah
Suami Tri Ernawati tersebut memberikan banyak petuah kepada Kasida. Hampir tiga puluh menit dia berdiri di depan pagar untuk mendengarkan ceramah tersebut. ’’Sekitar 06.30, dia pamit untuk berangkat kerja. Jadi, saya pulang,’’ lanjutnya.
Ramli yang tinggal tepat di samping rumah Tri juga tidak melihat tanda-tanda mencurigakan dari rumah tersebut. Hanya, dia memang jarang bertemu dengan keluarga yang tinggal di sana sejak Januari 2018 tersebut. ’’Biasanya dia hanya menyapa tiap mau berangkat kerja. Cuma bilang monggo,’’ ujarnya.
Pada hari ketika Tri mengajak keluarganya meledakkan diri, Ramli juga tidak melihat keganjilan. Dia bersama istri dan dua anaknya melintas di depan tempat dia nyangkruk bersama warga sekitar. Kebetulan, lokasinya tepat di depan rumah Tri.
Tri juga sempat berhenti di rumah nomor 1A menunggu anak dan istrinya yang masih di dalam rumah. Tidak ada barang mencurigakan yang dilihat pria 68 tahun tersebut. Karena itu, dia sangat kaget ketika kemudian dikabari bahwa pemilik rumah nomor 2 itu menjadi pelaku pengeboman di mapolrestabes. (*/c5/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Raut Wajah Aisyah Putri Berubah saat Ditanya Kapolrestabes
Redaktur & Reporter : Soetomo