Prestasi akademiknya di SMAN 2 Kuningan, Jabar tergolong biasa saja. Bahkan, Triawati Octavia belum pernah juara kelas. Prestasi tertingginya adalah menembus 15 besar di kelas. Namun, saat hasil ujian nasional (unas) SMA diumumkan kemarin, dia berhasil menempati peringkat pertama nasional. Bagaimana keseharian Triawati?
Deden Rijalul Umam, Kuningan
TAK ada yang menyangka bahwa Triawati Octavia, siswa kelas XII IPA 5 SMAN 2 Kuningan akan menjadi peraih nilai tertinggi unas se-Indonesia. Begitu juga halnya dengan Tria ‚sapaan akrab Triawati. Remaja yang tak suka menonton TV itu mengatakan sama sekali tidak pernah berpikir bisa meraih hasil unas sedemikian fenomenal. Hasil unas yang di luar dugaannya itu membuat namanya mendadak terkenal di seantero Kuningan, bahkan nasional.
Sepintas tidak ada yang istimewa dari diri Triawati. Jika dibandingkan dengan rekan-rekannya yang selalu juara kelas, prestasi Tria tak ada apa-apanya. Pihak sekolah sendiri menganggap prestasi akademik Tria biasa-biasa saja seperti kebanyakan siswa yang lain. Malah, tak pernah sekali pun Tria menembus posisi tiga besar di kelasnya. Tak mengherankan jika pihak sekolah juga nyaris tidak percaya bahwa Tria bisa meraih hasil unas tertinggi se-Indonesia.
Mencari rumah Tria tak terlalu sulit. Letaknya di pinggir jalan raya Kuningan–Cikijing. Tria tinggal di RT 05, RW 02, Dusun Cinangsi, Desa Jagara, Kecamatan Darma, Kuningan. Dari pusat kota hanya memakan waktu sekitar 20 menit. Rumah remaja berlesung pipit itu cukup sederhana.
Di rumah dua lantai bercat kuning itu, Tria tinggal bersama dua orang tuanya, Drs Syahrul Arifin dan Hj Uhintawati AmKeb. Dua kakaknya sudah bekerja sebagai PNS di DKI Jakarta. Di kamar depan rumahnya dijadikan tempat praktik sang ibu sebagai bidan. Sedangkan sang ayah, Syahrul, adalah pegawai Kecamatan Darma.
Tria yang kemarin diantar pulang oleh beberapa guru dan wali kelasnya langsung dipeluk sang ibunda, Uhintawati. Perempuan berjilbab itu terlihat bangga atas hasil spektakuler yang dicatatkan anak ketiganya itu.
Sepuluh menit kemudian Syahrul datang dan langsung memeluk putri kesayangannya tersebut. Suasana haru terjadi dalam sekejap.
"Saya sama sekali tak menyangka putri saya bisa meraih hasil yang sangat membanggakan. Apalagi, selama ini prestasi di sekolahnya biasa-biasa saja. Saya awalnya hanya mengharapkan Tria lulus sekolah dengan hasil memuaskan dan tak pernah terbayangkan bisa meraih nilai unas tertinggi se-Indonesia. Saya dan juga ibunya Tria benar-benar kaget begitu membaca koran Radar Cirebon yang memuat nama anak saya sebagai peraih nilai unas tertinggi se-Indonesia," papar Syahrul dengan suara terbata-bata.
"Pagi-pagi saat berada di kantor, teman-teman bilang bahwa anak saya meraih nilai tertinggi unas. Saya lalu nyari beritanya. Ternyata benar, nama anak saya tercantum. Saya masih tak percaya. Kemudian, dari SMAN 2 Kuningan ngasih kabar bahwa anak saya memang meraih nilai unas tertinggi. Itu baru saya percaya. Ini semua karunia dari Allah SWT," sambung Syahrul.
Dia menceritakan bagaimana keseharian keluarganya. Kepada anaknya, Syahrul dan Uhintawati bersikap tegas. Saat belajar, Tria dilarang menonton TV atau keluar malam. Saking tegasnya, Syahrul melarang putri kesayangannya itu main Facebook. Apalagi, saat pelaksanaan unas, dia dan istrinya benar-benar mengawasi putrinya belajar.
Disiplin yang ketat, rupanya, membuahkan hasil. "Mungkin saya dan istri saya terlalu tegas terhadap anak karena sangat ingin melihat dia (Tria, Red) lulus dari sekolahnya. Itu saja," kata Syahrul.
Selain soal belajar, Syahrul selalu meminta anaknya salat Duha dan salat malam. Sikap tegas dua orang tuanya itu diakui Tria. Remaja cantik tersebut mengatakan, dua orang tuanya sangat tegas.
"Papah dan Mamah sangat tegas. Tapi, saya mematuhi karena ingin meraih masa depan yang baik. Saya hanya berusaha belajar yang baik dan tak pernah terpikirkan bisa meraih nilai ujian nasional tertinggi se-Indonesia," tutur Tria yang memiliki obsesi menjadi dokter itu.
Dari sisi ekonomi, Tria termasuk beruntung. Keluarganya tergolong mapan. Dua orang tuanya adalah PNS. Syahrul menjabat Kasikesra di Kantor Kecamatan Darma dan ibunya bekerja di Puskesmas Darma. Satu unit mobil Kijang terparkir di garasi rumahnya.
Meski ekonominya mapan, Syahrul dan Uhintawati memilih hidup sederhana. Tak ada barang mewah di dalam rumahnya. Kursi di ruang tamu pun seperti kebanyakan milik warga di desanya. Bahkan, satu set kursi model lama tertata di ruang tengah keluarga harmonis tersebut.
Wali kelas XII IPA 5 SMAN 2 Kuningan Drs Raindra menyebutkan, prestasi Tria di kelas biasa-biasa saja. Di kelasnya tidak begitu menonjol dan bukan juara kelas. Dia hanya pernah masuk 15 besar di kelas.
Namun, Raindra mengungkapkan bahwa Tria memiliki kelebihan. Terutama dari sisi ketekunan dan kerajinan belajar. Motivasi belajarnya tinggi serta menunjukkan sikap yang sopan dan santun.
"Mungkin karena dia merasa enjoy ketika mengerjakan soal unas. Didorong pula dengan rajin beribadah seperti puasa Senin-Kamis dan salat Duha," tuturnya diamini Kepala SMAN 2 Kuningan Drs Bambang Sri Sadono MPd.
Sebagai wali kelas sekaligus guru kimia, Raindra tahu betul keseharian Tria. Setiap dirinya memberikan tugas, gadis kelahiran 28 Oktober 1993 tersebut mengerjakan dengan baik. Raindra pun menyatakan salut atas besarnya motivasi dua orang tua Tria.
"Sewaktu unas, saya sempat menanyakan kepada Tria bagaimana dorongan orang tuanya. Dia menjawab, mamahnya rajin puasa selama unas dilangsungkan," ujarnya.
Indra, sapaan akrab Raindra, menilai suasana keluarga Tria cukup kondusif dalam mendidik putrinya. Suasana tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan belajar Triawati. Beban psikologis yang ditanggung seluruh peserta unas mampu diempaskan berkat dukungan orang tuanya.
Data yang diperoleh Radar Cirebon (Jawa Pos Group) menyebutkan, nilai enam mata pelajaran unas yang didapat Tria di atas 9. Bahkan, khusus mata pelajaran kimia, gadis yang berjilbab itu mendapat nilai 10. Rata-rata nilai unas murni untuk enam mata pelajaran adalah 9,77.
Untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, Tria memperoleh nilai 9,8. Nilai itu sama dengan mata pelajaran bahasa Inggris. Sedangkan untuk matematika, dia berhasil mendapat nilai 9,75, sama dengan pelajaran fisika. Paling kecil nilai Tria adalah mata pelajaran biologi, yakni 9,5. Jika ditotal, nilainya 58,60.
Kemarin Tria terlihat gembira, namun tetap tenang. Kepada Radar Cirebon, siswi yang aktif di OSIS dan palang merah remaja (PMR) itu tak lupa bersyukur kepada Allah SWT. Dia sangat berterima kasih kepada dua orang tuanya, para guru, serta teman-teman yang berjuang bareng ketika menghadapi unas.
Tria mengaku sangat kaget. Sebab, di antara sekian banyak teman, banyak yang lebih pintar daripada dirinya. Bahkan, dia kerap belajar dari teman-teman yang lebih pintar. "Aku kaget pas dengar kabar itu. Kayaknya enggak mungkin," ucapnya.
Ditanya rencana selepas lulus SMA, Tria ingin meneruskan kuliah di UI (Universitas Indonesia). Fakultas yang diincarnya adalah ilmu kesehatan masyarakat dengan jurusan manajemen rumah sakit. Gadis kalem itu bercita-cita ingin menjadi manajer rumah sakit.
Sebetulnya saat ini dia sudah diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti. Namun, hal itu belum diputuskan karena masih ada waktu registrasi hingga Juni mendatang. Berbicara tentang kiat belajar, Tria mengatakan sama dengan teman-teman yang lain. Intinya adalah berdoa dan berusaha. Kala menghadapi unas, dia mempunyai tips khusus, yakni memacu semangat belajar dan tidak berleha-leha.
"Sebenarnya waktu mau unas aku deg-degan, kayak temen-temen lainnya. Tapi, alhamdulillah, waktu itu Papah dan Mamah serta para guru yakinin aku sehingga mampu mengurangi rasa gusar," tutur siswi yang menilai fisika sebagai mata pelajaran sulit tersebut. (*/jpnn/c4/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nugraha, Mantan Sopir Truk Antarkota yang Jadi Jaksa
Redaktur : Tim Redaksi