Tristan Alif Naufal yang Dijuluki Messi dari Indonesia

Tawaran Jadi Bintang Iklan Ditolak Orang Tua

Sabtu, 31 Maret 2012 – 00:13 WIB
Tristan Alif, saat berlatih dan ditonton teman-temannya di Bintaro, Jakarta Selatan, Senin (26/3). Foto; Agus Wahyudi/JAWA POS

Gara-gara video di YouTube yang memperlihatkan bakat istimewanya dalam mengolah bola, Tristan Alif Naufal kini jadi rebutan banyak pihak. Tengah menunggu jawaban dari Deportivo La Coruna.

RAGIL UGENG, Jakarta

SEMBARI mengarahkan laptopnya, Ivan Trianto menunjukkan kepada Jawa Pos yang menemuinya di rumah e-mail dari klub juara La Liga Spanyol musim 1999-2000 Deportivo La Coruna. Isi surat elektronik tersebut permintaan kepada suami Irma Lansano itu agar menyerahkan data diri serta konfirmasi tentang si putra, Tristan Alif Naufal, yang videonya dilihat pihak Super Depor "julukan Deportivo" di YouTube. 
   
"Saya sudah mengirimkan apa yang diminta mereka. Tapi, sampai sekarang Deportivo belum memberikan balasan lagi. Saya juga tidak tahu bagaimana mereka mendapat e-mail saya," ucap pria yang rutin menonton tayangan sepak bola di televisi tersebut.

Kedua orang tua Tristan memang merasa perlu membawa si anak ke luar negeri secepatnya. Selain agar bocah tujuh tahun itu memiliki kesempatan yang panjang untuk berkembang, langkah tersebut juga dianggap sebagai upaya "menyelamatkan" Tristan.

Maklum, bocah kelahiran 12 Desember 2004 itu tengah menjadi incaran banyak pihak. Gara-garanya, video yang diunggah di YouTube, yang hingga kini belum diketahui siapa pengunggahnya, memperlihatkan keistimewaan bakat Tristan dalam olah bola. Setidaknya ada empat video tentang Tristan di situs video tersebut yang membuat bocah penggemar dua pilar Liverpool, Steven Gerrard dan Luis Suarez, itu dijuluki banyak pihak Wonderkid atau Messi dari Indonesia.

Misalnya di video bertajuk Tristan Alif Naufal, Indonesian Football Star on the Making, dribbling bocah yang mulai mengenal bola di usia tiga tahun dengan bermain-main di halaman rumah tersebut sungguh menawan. Gerakan roulette de Zidane (melewati lawan dengan memutar badan sembari membawa bola) khas pemain legendaris dari Prancis Zinedine Zidane yang sulit itu pun bisa dengan gampang ditirukan. Akurasi passing-nya juga mengagumkan.
   
Tristan pun cakap ber-juggling ria. Seperti disaksikan langsung Jawa Pos di halaman rumah orang tuanya di Jakarta beberapa hari lalu, anak sulung di antara tiga bersaudara itu memamerkan skill-nya melakukan neck stall alias menangkap bola dengan tengkuk.
   
Selain karena si bocah memang berbakat dan punya keinginan kuat untuk menjadi pesepak bola, kemampuan Tristan terasah berkat, salah satunya, didikan sang paman yang seorang freestyler, Sahat Kokoh. Dua kali dalam seminggu Sahat mengajari keponakannya itu. Juggling, misalnya. Dalam sekali aksi Tristan diwajibkan melakukan juggling 15 kali dengan bola tak boleh jatuh.
   
Jika Tristan berhasil, latihan lantas ditingkatkan hingga 30 kali. Begitu seterusnya. Trik-trik tersebut diperoleh dari internet. Namun, tentu bukan perkara mudah mengajari anak berusia tujuh tahun. Sahat benar-benar harus ekstrasabar. Terutama jika Tristan mengeluh capek atau sudah mengalami perubahan mood. Jika sudah begitu, dia harus bisa mencari jalan untuk merayu Tristan agar mau melanjutkan latihan.
   
"Iming-imingnya cuma es krim. Kalau dia berhasil, saya belikan es krim. Kalau gagal, dia yang membelikan es krim. Tapi, Tristan nodong orang tuanya dulu," ujar Sahat, lantas tertawa.
   
Yang juga membantu mengembangkan bakat Tristan adalah dua akademi sepak bola milik dua klub besar Inggris, Arsenal (SSI Arsenal) dan Liverpool (International Football Academy and Soccer Schools). Tristan menjadi siswa di dua sekolah sepak bola tersebut sejak Juli 2011 dan mendapat beasiswa mulai tiga bulan kemudian.
   
Tapi, tercatat di dua akademi itu pula yang belakangan menimbulkan masalah. Ivan mengungkapkan, ada sedikit perselisihan antara IFAS dan SSI Arsenal.
   
Kabarnya, pihak IFAS dan SSI Arsenal sama-sama tak mau melepas Tristan karena beranggapan memiliki hak. Ivan sangat mengharapkan persoalan itu selesai secepatnya agar anaknya bisa segera mengenyam pendidikan sepak bola di luar negeri. Dua pihak tersebut konon siap menjembatani Tristan untuk berlatih di Arsenal atau Liverpool.
   
"Tristan dianggap masih di dua kaki. Satu di IFAS, satunya lagi di Arsenal. Kami mengharapkan masalah itu cepat selesai dan Tristan bisa secepatnya pergi ke luar negeri," terang Ivan.
   
Ditemui secara terpisah, Direktur SSI Arsenal Iman Arif membantah kabar adanya persoalan yang terkait dengan Tristan antara SSI Arsenal dan IFAS. "Tristan sangat potensial karena umurnya masih tujuh tahun. Skill-nya di atas rata-rata. Sementara masih dalam tahap pemantauan. Tapi, tidak ada masalah antara SSI Arsenal dan IFAS," terang Iman.
   
Kedua orang tua Tristan tak bisa menunggu terlalu lama karena mereka merasa harus segera mengamankan si buah hati ke luar Indonesia. Pasalnya, sejak kemunculan video Tristan di YouTube, banyak pihak yang berusaha mengambil keuntungan.

Celakanya, mayoritas di antara mereka tak berkaitan dengan sepak bola. Antara lain, production house maupun produk makanan yang berniat menjadikan Tristan sebagai bintang iklan. Ivan menegaskan tak tergiur dengan semua tawaran tersebut. Sebab, dia hanya ingin si anak menjadi pesepak bola, bukan selebriti.
   
"Kalau saya menerima tawaran itu, akhir bulan ini sudah mulai syuting. Tristan sendiri juga terganggu. Saya juga sudah memutuskan untuk menyetop tawaran syuting dari beberapa televisi. Anak saya biar bermain bola saja," imbuh Ivan.
   
Sebenarnya, bukan hanya Tristan yang terganggu dengan berbagai "teror" dari pihak-pihak tersebut. Ivan juga turut menjadi korban. Pasalnya, hampir tiap hari dia mendapat telepon yang meminta kesediaannya melepas Tristan kepada pihak-pihak itu. Pekerjaan Ivan pun terganggu.
   
"Saya sampai memutuskan untuk cuti seminggu. HP juga saya matikan. Itu benar-benar di luar dugaan kami," ucapnya.
   
Untung, di tengah berbagai gangguan itu, semangat Tristan tak redup. Dalam seminggu, dia rutin berlatih dua kali di dua SSB tersebut. Yakni, Jumat dan Minggu di IFAS serta Kamis dan Minggu di SSI Arsenal.
   
Kemampuan Tristan juga sudah diakui di dua klub itu. Buktinya, Tristan selalu tampil di kejuaraan KU-10, bukan KU-8 yang sebenarnya sesuai dengan umurnya. Namun, Ivan mengatakan bahwa badan Tristan masih tergolong pendek.
   
Karena itu, atas anjuran salah seorang anggota keluarga yang menjadi dokter, Tristan bakal disuntik obat peninggi. Tapi, itu baru akan dilakukan saat Tristan berusia delapan tahun. Tujuannya, Tristan bisa lebih tinggi.
   
Tristan, seperti umumnya bocah seumurannya, tentu tak terlalu memikirkan berbagai rencana yang disiapkan untuknya. Bagi dia, yang terpenting adalah bisa terus mengolah si kulit bundar.
   
Soal pilihan tempat mengasah kemampuan, dia mengaku lebih senang berlatih di Liverpool ketimbang klub lain. Alasannya sederhana: Pemain-pemain pujaannya ada di klub Inggris tersukses di kejuaraan Eropa tersebut.
   
"Saya suka Gerrard (Steven Gerrard) sama Luis Suarez. Messi juga suka. Kalau Indonesia, saya suka Andik Vermansyah," ucap Tristan.
   
Meski terfokus ke sepak bola, Ivan sama sekali tak melupakan urusan sekolah bagi Tristan. Dia tetap berusaha agar pendidikan si anak tak tertinggal.
   
Karena itu, tiap Sabtu Tristan tak boleh bermain sepak bola. "Dia les. Tristan sendiri juga sangat senang kalau ikut les. Dia marah-marah kalau sampai bolos," tegasnya. (*/jpnn/c11/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Resto Kurosawa, Sisi Lain Kreativitas Sutradara Legendaris Asia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler