jpnn.com, SEOUL - Saat dilantik pada Mei 2017 lalu, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in punya satu keinginan besar. Yaitu, memperbaiki hubungan dengan Korea Utara.
Karena itu, dia sangat terpukul ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Kamis (24/5) lalu, secara sepihak membatalkan pertemuan dengan Pemimpin tertinggi Korut Kim Jon Un.
BACA JUGA: Batalkan Pertemuan, Trump Malah Ancam Kim Jong Un
Pertemuan itu tadinya diharapkan makin mengukuhkan upaya perdamaian yang mulai berjalan sejak bulan lalu.
Tak butuh waktu lama bagi Moon untuk mengambil langkah agar pembatalan tak lagi terjadi. Kemarin (26/5) Korsel mengungkapkan bahwa Moon akan bertemu Jong-un.
BACA JUGA: Trump Kecele Lagi
Pertemuan kali ini dilakukan secara tertutup. Tak seperti pertemuan pertama yang digelar penuh drama, foto, dan tawa di hadapan kamera media.
Tidak diketahui pertemuan yang digelar di Desa Panmunjom, Zona Demiliterisasi (DMZ), itu dilakukan di sisi Korut atau Korsel.
BACA JUGA: Resmikan Kedubes di Yerusalem, Trump Dicibir Warga Sendiri
Yang jelas, Moon sengaja menemui Jong-un untuk membahas kelangsungan pertemuan dengan AS dan komitmen atas kesepakatan mereka sebelumnya. Hari ini Moon sendiri yang akan mengumumkan hasil dari perbincangan dengan Jong-un itu.
Beberapa pengamat menilai bahwa pembatalan pertemuan AS-Korut adalah skenario terbaik. Pemerintahan Trump dinilai belum siap. Tak ada yang tahu bagaimana menghadapi Korut maupun Jong-un.
Di sisi lain, Korut mengamati AS dengan detail selama bertahun-tahun. Negosiasi denuklirisasi dan perdamaian di Semenanjung Korea tentu tak seperti transaksi bisnis yang biasa dilakukan Trump.
Padahal, presiden ke-45 AS itu memiliki pengalaman diplomatik dan politik yang minim. Butuh paparan mendalam dan pendamping yang tepat agar pertemuan berjalan lancar.
Jika gagal, AS yang paling malu. Trump saja dengan mengulang sejarah kegagalan yang sama dengan para pendahulunya. (sha/c17/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jurus Balik Kucing
Redaktur & Reporter : Adil