JAKARTA - Sekretaris Gabungan Korban Lumpur Lapindo (GKLL) Khairul Huda mengatakan para penggugat UU Nomor 4 Tahun 2012 soal alokasi dana APBN untuk korban lumpur panas Sidoarjo, tidak paham apa yang dimaksud area terdampak semburan lumpur.
Karena ada peta area terdampak, sesuai Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2007 yang menjadi tangungjawab PT Lapindo Brantas dan peta di luar area terdampak yang menjadi tanggungjawab pemerintah.
Bagian pemerintah di luar peta terdampak itulah yang menggunakan dana APBN dan itu sudah sesuai. Sebab tangung jawab Lapindo dan Bakrie sudah diselesaikan di peta area terdampak, membayar sebagian kecil perjanjian jual beli tanah dan atau bangunan.
“Jadi, menurut saya, jika ada kelompok LSM mengajukan gugatan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2012 itu, bukan saja salah alamat, tapi akan menimbulkan masalah baru. Masyarakat yang akan ditanggung pemerintah melalui dana APBN akan resah dan bisa menimbulkan konflik baru di Porong, Jatim,” ujar Khairul Huda, Jumat (15/6), menanggapi sidang perdana di MK, yang meminta penggugat melengkapi data karena alasan gugatan lemah.
Menurut Khairul Huda, situasi di Porong, Sidoarjo sudah tenang dan kondusif. Keluarga korban yang berada di area terdampak sebagian besar sudah dibayar keluarga Bakrie. Sedangkan di luar area terdampak yang berjumlah 9 RT dan 65 RT lagi sebagaimana dicantumkan dalam Perpres 37/2012, juga sudah tenang dan menunggu dana dari APBN 2012.
“Tapi, jika gugatan terus berlanjut dan dikabulkan, yang menjadi korban masyarakat di luar area terdampak. Mereka bisa gigit jari tidak dapat bantuan, dan itu bukan tanggung jawab swasta, termasuk keluarga Bakrie,” kata Huda.
Terkait dengan gugatan ke MK itu Huda juga mempertanyakan mengapa baru kali ini dillakukan dan bisa saja ada unsur politik yang kuat terkait pencalonan Aburizal Bakrie sebagai capres. “Kita juga bingung dengan manuver jalan kaki yang dilakukan korban lumpur bernama Hariswandi. Dia sudah dibayar lunas November 2009, lho kok masih menuntut? Ada apa ini? Bisa saja ada hubungan dengan gugatan, jadi sudah dirancang gerakan sedemikian rupa untuk menjelekkan Bakrie,” tegas Huda.
Sementara itu dalam sidang pertama gugatan di MK, Jumat, hakim kontitusi Akil Mochtar mengenai hubungan kerugian sebagaimana diungkapkan penggugat, meminta diperjelas hubungan sebab akibat antara APBN dengan kerugian masyarakat.
"Hak konstitusional pasal 1 ayat 3 dan pasal 23 ayat 1 UUD 1945 ini tentang hak konstitusional pemohon. Hak dan kerugian ini harus bersifat spesifik, aktual dan dipastikan akan terjadi. Harus dijelaskan bagaimana hubungan kerugian yang pasti terjadi dengan adanya UU tersebut," kata Akil Mochtar.
"Dalam permohonan Saudara ini tidak akan terjadi kerugian, maka harus dijabarkan lebih detail," saran Akil.
Akil juga mempertanyakan keterkaitan antara status bencana alam yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Padahal dalam permohonan, pemohon menyatakan swasta harus ikut bertanggung jawab.
"Pemerintah RI sudah menetapkan sebagai bencana alam maka ada kewajiban negara dengan ikut bertanggung jawab. Tapi Anda bilang swasta yang bertanggung jawab. Itu Saudara tidak uraikan," ujar Akil.
Selain itu, Akil juga mempertanyakan mengapa pemohon baru menggugat setelah 6 tahun penanganan lumpur Lapindo berjalan. Sehingga terkesan masalah yang dimohonkan adalah masalah penerapan riil kebijakan, bukan masalah norma. "Kalau pasal itu dihapus, bagaimana kerugian riil masyarakat Sidoarjo. Kan tidak ada lagi bantuan pemerintah untuk masyarakat, itu perlu Saudara konstruksikan juga," nasihat Akil.
Sidang dihadiri 4 pemohon dengan satu kuasa hukumnya, Taudik Budiman. Pemohon menyanggupi permintaan majelis hakim konstitusi untuk memperbaiki permohonan dalam 14 hari ke depan. Di antara pemohon gugatan adalah mantan Komandan Marinir Letjen (Purn) Suharto, pensiunan dosen Unair Surabaya, Jo Kasturi, serta peneliti Lapindo, Ali Ashar. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Regenerasi Pemimpin, Parpol Diminta Munculkan Tokoh Muda
Redaktur : Tim Redaksi