jpnn.com - JAKARTA--Peristiwa ricuh dan aksi anarkis yang terjadi di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, (14/11) siang bukan tanpa sebab.
Para pengunjung sidang ini bertindak anarkis karena kekecewaan yang telah memuncak begitu mengetahui putusan MK yang menolak permohonan pemohon dari tiga pasangan calon di Pilkada Maluku yaitu pasangan Abdullah Tuasikal - Hendrik Lewerissa, Jacobus Puttileihalat - Arifin Tapi Oyihoe dan pasangan Herman Adrian Koedoeboen- Daud Sangadji.
BACA JUGA: Marzuki: Kalau Tak Terlibat Jatah, Tak Usah Ribut
Menurut seorang saksi mata asal Maluku yang melihat kejadian ricuh itu, Bartolomeus Diaz, para pelaku kericuhan itu adalah pekerja relawan dari beberapa kandidat yang menjadi pemohon.
Mereka tidak terima karena pada akhirnya yang masuk di putaran kedua Pilkada Maluku adalah pasangan Abdullah Vanath- Marthen Jonas Maspaitella (DAMAI) dan Said Assagaff - Zeth Sahuburua (SETIA).
BACA JUGA: Dorong Pemuda Tetap Optimistis soal Pancasila
Pasalnya, saat proses pemungutan suara ulang (PSU) yang diputuskan MK di sidang sebelumnya, para relawan ini sudah menemukan bukti bahwa masih ada pelanggaran. PSU itu dilakukan di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), tempat Abdullah Vanath menjadi Bupati.
"Para hakim tidak tahu bagaimana di sana. Mereka (relawan) itu mengekspresikan ketidakpuasan mereka. Karena mereka sendiri yang rasakan bahwa ada itu. Mereka dikejar-kejar di Kabupaten SBT seperti seorang pencuri dikejar. Nah mereka rasa ada kecurangan yang begitu besar. Mereka ditimpukin batu di sana, dikejar-kejar saat sosialisasi PSU, makanya mereka kecewa putusannya begini," kata Bartolomeus kepada JPNN.
BACA JUGA: Tiga Hercules Pengangkut Bantuan Tiba di Filipina
Menurut Bartolomeus, diduga yang melakukan tindak kekerasan itu adalah kelompok pendukung Abdullah Vanath, karena ia masih menjadi Bupati di wilayah itu. Sehingga cukup banyak yang memilihnya di SBT.
Namun, sayangnya bukti yang diajukan para Pemohon dari pasangan lain ini tidak cukup kuat dalam persidangan. Sehingga pasangan Abdullah Vanath yang sempat dituding melakukan pelanggaran tetap menang dan akan ikut dalam Pilkada Maluku putaran kedua.
"Di PSU ini pihak pemohon dari tiga pasangan melihat masih ada pelanggaran yang sama yang dilakukan para Pihak Terkait seperti pelanggaran di Pilkada pertama. Tapi apa Hakim MK melihat itu semua? Apa mereka benar mempelajari semua bukti sebelum memutus," sambung Bartolomeus
Meski kecewa, Bartolomeus yang mengaku pendukung dari pasangan Abdullah Tuasikal - Hendrik Lewerissa hanya bisa berpasrah atas putusan MK. Ia menyatakan, tadi hanya dapat menonton aksi para pendukung pasangan cagub-cawagub lain yang marah dan kecewa pada MK tanpa bisa berbuat banyak untuk menghentikan para pelaku kericuhan.
"Namanya demokrasi, kadang ada yang puas dan tidak puas. Saya tidak tahu tadi itu dari kelompok mana saja, mereka sudah berbaur, yang saya tahu mereka relawan kandidat yang kecewa," kata Bartolomeus. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Daerah Belum Mampu Terapkan Reformasi Birokrasi
Redaktur : Tim Redaksi