jpnn.com - JAKARTA - Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah mencurigai adanya konspirasi untuk mencoreng citra partainya melalui kasus suap yang menjerat mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.
Ia bahkan menuduh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan majelis hakim Pengadilan Tipikor terlibat dalam konspirasi tersebut.
BACA JUGA: Hakim MK Dinilai Bertindak Sesuka-sukanya
Menurut Fahri, hal tersebut terlihat dari hukuman 16 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepada Luthfi. Ia menilai, vonis tersebut memperlihatkan keberpihakan hakim kepada jaksa penuntut umum KPK.
"Skandal, saya mencurigai penyusunan dakwaan, tuntutan dan vonis itu dilakukan oleh dapur yang sama. Ini bisa jadi skandal yang harus dibongkar di masa mendatang," ucapnya.
BACA JUGA: Anak Hasil Nikah Siri Berhak Terima Warisan
Hubungan antara Fathanah dengan sejumlah wanita cantik yang turut mewarnai kasus suap pengaturan kuota impor sapi juga dianggap Fahri sebagai salah satu bukti konspirasi. Pasalnya, hal tersebut dinilai tidak memiliki relevansi sama sekali dengan kasus Luthfi.
Terakhir, adalah munculnya tuduhan bahwa Luthfi merusak citra PKS dalam tuntutan jaksa dan putusan majelis hakim. Fahri menganggap, hal tersebut sebagai upaya untuk mengadu domba dan menyeret kader PKS lainnya ke dalam kasus Luthfi.
BACA JUGA: Urus Penyadapan, Roy Suryo Dinilai Kurang Kerjaan
"Kita mulai diadu seolah ada perbedaan pendapat di antara pimpinan partai. Akibatnya kami terpaksa terlibat dalam hingar-bingar yang kami sendiri tidak tahu," ujar anggota Komisi III DPR ini.
Dengan dugaan konspirasi tersebut, Fahri berambisi untuk membongkar kejanggalan kasus Luthfi. Ia yakin ada yang keliru dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
"Saya sendiri tidak akan berhenti bicara seperti ini, membangunkan orang, bahwa penanganan korupsi tidak seperti ini. Yang ada sekarang, penanganan sensasional yang justru membuat komplikasi di tubuh kita sendiri," tandasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Geram Vonis Luthfi, PKS Sarankan Jangan Tanggung soal Korupsi
Redaktur : Tim Redaksi