'Tuhan Bagi-bagi Angpao Sangat Besar'

Seluruh Momen Dipakai Mewartakan Injil

Senin, 11 Februari 2013 – 08:06 WIB
KUPANG - Seluruh etnis Tionghoa merayakan hari raya Imlek, Minggu (10/2) kemarin. Ratusan jemaat di Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) Perjanjian Baru Kupang menandai hari raya itu dengan kebaktian dan juga perjamuan kudus bersama yang dipimpin Pdt John Adoe.

Dalam khotbahnya, Pdt John Adoe menegaskan, gereja tidak boleh menutup diri dengan berbagai perayaan, misalnya Imlek, hari kemerdekaan maupun hari besar lainnya. Hanya saja, seluruh gereja harus bisa memanfaatkan seluruh event itu untuk dijadikan sebagai momentum tepat untuk mewartakan Injil.

"Sudah menjadi agenda untuk setiap event kita bisa buat jadi momen mewartakan injil. Misalnya di hari raya Imlek ini, bukan ke Klenteng dan lain-lain. 17 Agustus sendiri kita buat event kebaktian kemerdekaan. Gereja harus memanfaatkan semua event agar injil bisa diberitakan. Jangan sampai kita salah berpikir dan salah persepsi. Kita harus makin cerdas dan pintar," tegas Pdt John.

Dia mengisahkan, dalam injil menyebutkan, Rasul Paulus, salah satu murid Yesus ketika ada di Tesalonika, dia datangi tempat-tempat berhala dan dia menunggu, setelah orang-orang di sana menyembah pada ilah mereka, maka Paulus mulai mewartakan injil.

"Jadi jangan sampai kita memiliki keekstriman yang salah dan pandangan yang kaku. Jika dilihat dari injil, tidak ada barang berhala. Semuanya baik. Dalam perjalanan, iblis membuat semua buatan Tuhan jadi berhala. Misalnya pohon dan batu-batu besar," tambahnya.

Karena itu dia mengajak seluruh orang percaya agar masuk dalam satu perubahan pola pikir dan sikap yang memuliakan Tuhan. Namun di satu sisi, dia juga tidak pungkiri bahwa ada yang berpikir bahwa ketika gereja ikut merayakan Imlek, maka ada roh lain di luar Roh Kudus yang dibawa masuk ke dalam gereja.

"Sebenarnya itu tidak benar. Roh Tuhan itu lebih besar dari roh manapun. Sangat lucu jika masih ada yang berpikir demikian. Jadi, perlu pemahaman thelogia yang benar. Hati-hati, jangan sampai kita ikut besar-besarkan setan lalu Tuhan dikecilkan," tegasnya.

Diakui, ada nilai yang diterapkan dalam Imlek yakni memberi. Karena itu, dia secara khusus membahas beberapa ayat dalam injil yang menekankan pentingnya memberi kepada orang lain dan terutama untuk Tuhan. Yakni Matius 6:1-4, II Korintus 8:9-15.

"Ada bagian milik Tuhan yang Dia minta kita kembalikan. Memberi atau mengembalikan punya Tuhan, bukan pilihan, tapi sesungguhnya semua itu kembali kepada kesadaran tiap orang. Tuhan tidak pernah minta apa yang tidak ada pada kita, melainkan Dia minta apa yang ada pada kita, yang menjadi miliknya (persepuluhan)," ujar Pdt John Adoe.

Memberi atau mengembalikan punya Tuhan, bukan pilihan, namun masalah sebuah kesadaran. Tuhan tidak pernah minta apa yang tidak ada pada kita. Jika kita memberi dan mewartakannya pada orang lain, maka kita sedang merekayasa agar pujian itu ditujukan kepada diri kita. Padahal, Tuhan yang layak menerima pujian itu. "Alkitab mengajarkan bahwa ketika memberi itu, berarti kita memberi hormat kepada Tuhan," jelasnya.

Kepada Timor Express (Grup JPNN) usai kebaktian, dia menegaskan, Imlek mengajarkan orang untuk memberi. Imlek tentunya identik dengan angpao.

"Kita luruskan bahwa angpao yang paling besar bukan dari manusia kepada manusia tetapi Tuhan kepada manusia. Jadi, Tuhan sudah memberikan pada kita angpao yang sangat besar, yakni keselamatan," ungkap Pdt John.

Sementara seorang tetua gereja di jemaat setempat, Daniel Cherlin kepada Timor Express mengurai bahwa generasi saat ini sudah tidak bisa memaknai lagi Imlek secara tradisi orang Tionghoa di zaman dahulu.

"Kalau yang dulu, mereka memaknai Imlek dengan menyembah, namun mereka tidak tau menyembah kepada siapa. Akhirnya mereka kawinkan dengan ajaran Konghucu, padahal sebenarnya Konghucu itu ajaran. Masa kita percaya ajaran" Tidak benar itu. Sebenarnya itu bertentangan, karena Konghucu itu seorang filsuf dan dia ajarkan falsafah hidup," ujar dia.

Tradisi itu turun temurun diwarisi. Sekarang ada pergeseran nilai dan makna sehingga Imlek betul-betul dimaknai sebagai momen untuk menyembah Tuhan sehingga orang lain bisa memahaminya secara benar.

"Agar kita seragamkan bahwa Imlek itu kita tandai dengan kebaktian. Sudah saatnya orang harus memahami dan sadar bahwa Imlek itu sesuatu yang harus disyukuri bahwa Tuhan masih beri kita kesempatan untuk meraih keselamatan. Itu hadiahnya," pungkas Daniel.

Kebaktian Imlek ditandai dengan perjamuan kudus dan juga perjamuan kasih serta pembagian tanda kasih kepada janda, duda dan kaum papah yang berlangsung di gedung kebaktian setempat.

Sementara, kebaktian Minggu Sengsara pertama di Jemaat Koinonia Kupang, Minggu (10/2) pada kebaktian utama kedua dipimpin Pdt Laazar de Haan. Nats pembimbing diambil dari Yohanes 1:11. Kebaktian menggunakan etnis Rote.

Dalam khotbahnya yang terambil dari Lukas 19:28-44 dengan perikop Yesus Dielu-elukan di Yerusalem, Pdt Laazar mengatakan, Yesus menangis karena orang-orang Yerusalem melihat salah tentangNya. "Mereka menolak Mesias karena kacamata mereka tidak mau buka. Mereka mengharapkan Mesias secara politik. Mereka mau Yesus datang sebagai tokoh. Akhirnya mereka tidak menerima Yesus," katanya.

Kebaktian Minggu Sengsara pertama dengan mengambil judul "Hati yang Terluka" itu juga dilakukan sakramen baptisan kudus untuk tiga orang anak. (boy/ays)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wisatawan Meningkat Saat Imlek

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler