jpnn.com - JAKARTA – Langkah tegas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam rangka penegakan hukum mendapat perlawanan dari pelaku pembakaran hutan dan lahan.
Tujuh pegawai kementerian yang dipimpin Siti Nurbaya itu terdiri atas penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan polisi kehutanan (Polhut) disandera di Rokan Hulu, Provinsi Riau.
BACA JUGA: Bu Susi: Siapa Pemiliknya? Sebut saja
Penyanderaan tersebut dilakukan oleh massa yang diindikasi kuat dikerahkan oleh perusahaan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) pada Jumat lalu (2/9) saat penyidik KLHK selesai menjalankan tugas menyegel kawasan hutan atau lahan yang terbakar yang berada dalam penguasaan PT APSL.
Dansatgas Karhutla Riau Brigjen TNI Nuraendi menyatakan, pihaknya berhasil membebaskan tujuh orang staf KLHK yang disandera setelah mereka mendatangi lahan yang terbakar.
BACA JUGA: Antisipasi Long Weekend, Selama 4 Hari Angkutan Barang Dilarang Melintas
“Mereka dalam keadaan sehat dan selamat dari penyanderaan,” terang Danrem 031/Wira Bima Riau itu kemarin (4/9).
Wadansatgas Karhutla Riau Kolonel Czi I Nyoman Parwata menceritakan kronologi terjadinya penyanderaan itu.
BACA JUGA: Tiba di KPK, Bupati Banyuasin: Saya Khilaf, Mohon Maaf
Pada Jumat siang, tim KLHK mendatangi areal perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul).
Saat itu, tim ingin mencari informasi dan melihat langsung lahan yang terbakar. Tim kemudian didampingi pihak perusahaan, PT Andika untuk melihat lokasi yang terbakar.
Selanjutnya, tim melakukan penyegelan terhadap lahan milik perusahaan. Usai melakukan penyegelan, tim akan kembali dan menyeberang dengan menggunakan ponton.
“Tiba-tiba ada sekitar 60 warga mendatangi tim KLHK,” ujar dia. Mereka mengaku sebagai kelompok tani nelayan yang dipimpin Jefriman, warga Desa Bonai, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rohul.
Setelah terlibat pembicaraan, secara tiba-tiba mereka menangkap dan menyandera sebagian tim.
Para penyandera mengajukan tiga tuntutan. Yaitu, meminta kepada tim untuk mencabut segel yang sudah terpasang di lahan gambut yang terbakar.
Kedua, mereka meminta agar tim menghapus rekaman video yang telah dibuat. Ketiga, mereka meminta agar pimpinan KLHK datang ke Desa Bonai untuk melihat langsung dan berdialog dengan masyarakat setempat.
Mendengar penyanderaan itu, TNI bergerak cepat. Babinsa Desa Bonai Pelda Sitepu langsung menuju lokasi. Prajurit TNI itu pun mencoba berdialog dengan warga dan melakukan mediasi.
Setelah itu, pejabat dari Kodim 0313/KPR bersama Polres Rohul juga terjun ke lokasi untuk membantu melakukan mediasi agar para sandera dibebaskan.
Tokoh masyarakat diajak berunding. Setelah dilakukan mediasi, tim KLHK akhirnya dibebaskan. Menurut Nyoman, selanjutnya TNI dan polisi berusaha menyelesaikan tuntutan yang diminta warga.
Jadi, lanjut Nyoman, pihaknya tidak hanya membebaskan sandera, tapi juga menyelesaikan persoalan yang ada, sehingga kejadian itu tidak terulang lagi. “Kami berupaya menuntaskan masalah yang ada,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Agus Rianto menjelaskan bahwa bila penyanderaan itu dilaporkan ke kepolisian, maka proses hukum akan dilakukan. ”Ini agar penyanderaan tersebut tidak terulang,” ujarnya.
Ke depan, jika memang dimintai KLHK, Polri bisa saja menyiapkan tim untuk menemani dalam setiap penyelidikan kebakaran hutan.
Dengan begitu, hal semacam itu bisa dicegah oleh kepolisian. Yang pasti, Polri memberikan perhatian penuh terkait kasus kebakaran hutan.
Penyelidikan dan penyidikan di Polri untuk kasus kebakaran hutan juga jalan terus. ”Kasus kebakaran hutan dilihat siapa yang paling bertanggung jawab,” ujarnya. (dod/lum/idr/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Banyuasin "Korban" ke-11 Agus Rahardjo Cs
Redaktur : Tim Redaksi